Trump Bakal Kunjungi 3 Negara Teluk Terkaya Di Dunia

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, detikai.com --

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dijadwalkan bakal melakukan kunjungan kenegaraan ke tiga negara Teluk paling kaya daya di dunia, ialah Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Kunjungan ini bakal berjalan mulai Selasa pekan depan hingga 16 Mei, dan menjadi lawatan resmi pertamanya sejak kembali menjabat untuk masa kedudukan kedua presiden AS.

Ketiga negara tersebut berlomba-lomba memanfaatkan momentum ini untuk mengubah kedekatan individual mereka dengan Trump menjadi untung konkret.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka telah menjanjikan triliunan dolar investasi di AS dan memosisikan diri sebagai mitra kunci dalam beragam bentrok dunia nan mau diselesaikan oleh Trump-mulai dari Gaza, Ukraina, hingga Iran.

"Dalam kitab Trump, negara-negara Teluk mencentang semua kotak nan benar," ujar Hasan Alhasan, peneliti senior untuk kebijakan Timur Tengah di International Institute for Strategic Studies, Bahrain, kepada CNN.

"Mereka berjanji menggelontorkan triliunan dolar ke ekonomi AS dan menghabiskan biaya besar untuk sistem senjata buatan Amerika," lanjutnya.

Arab Saudi, incar pakta keamanan dan nuklir sipil

Bagi Arab Saudi, kata kunci dari kunjungan ini adalah "keamanan." Ali Shihabi, komentator politik dan ekonomi Saudi, menyebut bahwa prioritas utama Riyadh adalah mendapatkan agunan komitmen keamanan dari AS.

Pada tahun lalu, AS dan Saudi nyaris menyepakati pakta pertahanan dan perdagangan bersejarah. Namun, kesepakatan itu mandek lantaran Saudi bersikeras agar Israel menunjukkan komitmen terhadap solusi dua negara untuk Palestina.

Kini, banyak pihak percaya bahwa Trump bakal tetap mendorong kesepakatan besar tanpa kudu menunggu normalisasi penuh.

Selain itu, Saudi juga mengincar kerja sama untuk membangun program nuklir sipil.Namun, kemauan Riyadh untuk melakukan pengayaan uranium secara domestik menimbulkan kekhawatiran, baik di Washington maupun Tel Aviv, mengenai potensi proliferasi senjata nuklir.

Trump sendiri telah menyiratkan bahwa kunjungannya ke Saudi bakal terjadi jika ada komitmen investasi besar.

"Mereka bilang bakal investasi satu triliun dolar di AS, jadi saya bakal ke sana," ujarnya pada Maret lalu.

Meski nomor itu belum dikonfirmasi, Saudi telah mengumumkan rencana memperluas hubungan jual beli dan investasi dengan AS hingga $600 miliar alias sekitar Rp9,912 triliun dalam empat tahun ke depan.

Namun, untuk bisa mendanai ambisi diversifikasi ekonominya, Saudi tetap sangat berjuntai pada penjualan minyak dengan nilai tinggi-sebuah kondisi nan berbenturan dengan kemauan Trump untuk menekan nilai minyak demi kepentingan konsumen AS.

UEA, misi besar jadi pemimpin AI dunia

Uni Emirat Arab tampil sebagai negara Teluk nan paling garang dalam strategi investasi untuk memperkuat hubungan dengan AS. Dijuluki "ibu kota modal," Abu Dhabi telah menjanjikan triliunan dolar untuk ekonomi Amerika dan menargetkan kekuasaan dunia di bagian kepintaran buatan (AI).

Pada Maret, UEA mengumumkan rencana investasi senilai $1,4 triliun dalam 10 tahun ke depan, konsentrasi pada teknologi AI, semikonduktor, manufaktur, dan energi. Angka itu melengkapi portofolio investasi UEA di AS nan sudah mencapai $1 triliun menurut Kedutaan Besar UEA di Washington.

"UEA memandang kesempatan seumur hidup untuk menjadi pemain utama dalam teknologi canggih," kata Anwar Gargash, penasihat diplomatik Presiden UEA.

"Komitmen investasi ini adalah bagian dari strategi untuk melepaskan ketergantungan pada hidrokarbon," jelasnya.

Namun, ambisi ini menghadapi halangan berupa pembatasan ekspor teknologi AI dari AS nan diberlakukan pada akhir masa kedudukan Joe Biden. UEA termasuk salah satu negara nan terkena dampaknya.

Dalam kunjungannya nanti, Trump diperkirakan bakal mencabut sebagian pembatasan tersebut, sebuah langkah nan sangat dinantikan oleh Abu Dhabi.

Qatar, menjaga relevansi lewat diplomasi global

Qatar mungkin merupakan mitra keamanan AS nan paling umum di area Teluk. Negara ini menjadi tuan rumah bagi instalasi militer AS terbesar di Timur Tengah, nan digambarkan Departemen Luar Negeri AS sebagai "tak tergantikan."

Tahun lalu, AS secara diam-diam memperpanjang kehadiran militernya di pangkalan tersebut selama 10 tahun ke depan dan mengamandemen perjanjian kerja sama pertahanan sejak 1992. Pada 2022, Qatar juga mendapat status sebagai Major Non-NATO Ally dari AS, gelar unik untuk negara mitra strategis militer.

Lebih dari itu, Qatar aktif berkedudukan sebagai mediator dalam beragam konflik, termasuk di Gaza dan Afghanistan. Peran ini bukan sekadar diplomasi, tapi juga strategi untuk mempertahankan pengaruhnya di mata Washington.

"Negara-negara Teluk memandang mediasi bentrok sebagai sumber prestise dan pengaruh," ujar Alhasan. "Mereka menggunakan peran ini untuk memposisikan diri sebagai mitra krusial bagi agenda politik Trump."

Salah satu agenda krusial Qatar dalam kunjungan Trump adalah mendorong pelonggaran hukuman terhadap Suriah, khususnya nan diberlakukan lewat Caesar Act. Meski Qatar punya hubungan dekat dengan Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, mereka enggan memberikan support finansial tanpa restu dari AS.

Meski tampak sebagai kunjungan kenegaraan, para analis sepakat bahwa perjalanan Trump ini lebih dari sekadar simbolis. Trump datang lantaran percaya bahwa kunjungan ini menguntungkan, baik untuk ekonomi AS maupun kepentingan pribadi serta lingkaran dekatnya.

"Trump ke sini lantaran dia percaya ini menguntungkan bagi AS, dan mungkin juga dirinya sendiri," kata Firas Maksad dari Eurasia Group. "Jadi, bersiaplah untuk pengumuman-pengumuman besar."

(tst/mik)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya