Tradisi Pembagian Wakaf Baitul Asyi Di Makkah, Setiap Jemaah Haji Embarkasi Aceh Dapat 2000 Riyal

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jeddah - Banyak cerita unik dari Tanah Suci. Salah satunya tradisi membagikan biaya kompensasi wakaf Baitul Asyi di Makkah. Tradisi nan berumur ratusan tahun itu kembali dilaksanakan pada tahun ini. Penerimanya adalah para jemaah haji nan berangkat dari Embarkasi Aceh nan tahun ini kuotanya mencapai 4.738 jemaah haji reguler.

Mengutip laman Kemenag Aceh, Sabtu (24/5/2025), masing-masing jemaah haji mendapat SAR 2.000 tahun ini, sekitar Rp8,7 juta. Pembagiannya dilakukan secara bertahap, dimulai dari 393 jemaah haji Kloter BTJ 01 di musala Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, pada Selasa, 20 Mei 2025, bada ashar waktu Arab Saudi.

Uang kompensasi tersebut diserahkan oleh Syekh Abullatif Baltou selaku nazir wakaf. Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Aceh, Azhari, menjelaskan untuk menerima info tersebut, setiap jemaah kudu memperlihatkan kartu Baitul Asyi nan dibagikan di pondok haji sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.

Ia mengungkapkan jumlah biaya Baitul Asyi untuk tahun ini lebih banyak dari musim haji sebelumnya. Pada 2024, jemaah mendapat 1.500 riyal, sama seperti 2023 dan 2022. "Tahun 2019 lampau sebelum covid, jemaah haji Aceh menerima 1.200 riyal," ujar Azhari.

Azhari berharap, biaya ini dapat dimanfaatkan jemaah dengan sebaik-baiknya. "Bisa digunakan untuk bayar dam dan bersedekah, jangan dihabiskan untuk shopping saja," katanya.

Rencana Pemanfaatan Dana Baitul Asyi

Pembagian biaya kompensasi wakaf kembali bersambung pada Jumat, 23 Mei 2025, selepas salat berjemaah. Jemaag haji asal Aceh terlihat berbanjar untuk menunggu giliran menerima duit sembari menyerahkan kartu tanda penerima hasil wakaf Baitul Asyi ke petugas haji.

Setelah mengisi info diri, pengurus Baitul Asyi menyerahkan duit tersebut. Salah satu penerimanya adalah Sapri Samdudin Sabil, jemaah haji asal Kloter BTJ-04. Jemaah asal Gayo Lues itu berterima kasih atas wakaf nan diterimanya dan mendoakan agar pemberi wakaf selalu sehat.

Dia berencana menggunakan duit SAR 2.000 itu untuk infak dan bayar dam. "Uang nan kami terima mungkin dimanfaatkan dulu untuk kebaikan. Mungkin saja sedekah, kepada keluarga, alias nan lain. Apalagi di sini, mungkin untuk dam kami lantaran kami haji tamattu," tuturnya kepada Media Center Haji 2025.

Mengutip laman Badan Wakaf Indonesia, sejarah tradisi pemberian biaya wakaf itu bermulai dari kehadiran pedagang asal Aceh berjulukan Habib Bugak Al Asyi ke Makkah pada 1222 Hijriyah. Ia lampau membeli tanah di Qusyasyiah, sekarang terletak di sekitar Bab Al Fath antara Marwah dan Masjidil Haram.

Wakaf Produktif Bugak Asyi

Sebelum datang ke Makkah, dia sudah berencana untuk berwakaf di Makkah. Hasilnya nantinya bakal dinikmati oleh masyarakat Aceh nan menunaikan ibadah haji dan menuntut pengetahuan di tanah suci.

Wakaf Habib Bugak merupakan wakaf produktif nan mengelola sejumlah hotel di area Masjidil Haram serta tanah dan perumahan bagi penduduk keturunan Aceh di Arab Saudi. Salah satunya Hotel Elaf Masyair, hotel bintang lima berkapasitas 650 bilik nan terletak di area Ajiyad Mushafi nan berjarak sekitar 250 meter di Masjidil Haram.

Berikutnya adalah Hotel Ramada, ialah hotel bintang lima berkapasitas 1.800 bilik nan terletak di area Ajiyad Mushafi, sekitar 300 meter dari Masjidil Haram. Ada pula Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi di Aziziah nan bisa menampung 750 jemaah. Hotel tersebut berdiri di atas tanah seluas 800 meter persegi.

Terakhir adalah tanah dan gedung seluas 900 meter persegi di Aziziah nan dijadikan Kantor Wakaf Habib Bugak Asyi di Makkah. Bangunan di area Syaikiyah itu dijadikan tempat tinggal bagi penduduk negara Arab Saudi keturunan Aceh dan masyarakat Aceh nan bermukim di Arab Saudi secara cuma-cuma, tanpa pemisah waktu.

Syal Kerawang Gayo Lues

Sebelumnya, syal elok dari kain kerawang nan dipakai jemaah haji asal Gayo Lues, Aceh, juga menarik perhatian petugas haji di Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah. Syal elok itu terkalung rapi di leher para jemaah pada Rabu malam, 21 Mei 2025.

Warna-warnanya mencolok, perpaduan merah, hijau tosca, dan kuning. Tenunan benangnya rapi, terjalin membentuk motif pengetahuan ukur di atas dasar kain hitam. Ada pula sedikit pola seperti salur khas Aceh di antara motif-motif pengetahuan ukur itu nan menggunakan benang putih.

"Ini kerawang. Kerawang Gayo. Kerawang Aceh pun ada, kerawang Takengon pun kan ada, tapi ini beda," kata Jawiriyah ketika petugas Media Center Haji (MCH) 2025 menanyainya. Di keseharian, wastra kebanggaan masyarakat Gayo Lues itu biasa dipakai untuk busana pengantin.

Abdul Kariman, Ketua Rombongan 10 Kloter BTJ 04 menerangkan kepada Media Center Haji 2025 bahwa kain tersebut disiapkan oleh pemerintah wilayah setempat. Syal itu diberikan saat melepas rombongan jemaah haji dari Gayo Lues sebelum terbang menuju Tanah Suci.

"Bila dipakai kerawang Gayo ini kan kelak saya lebih mudah mengontrol daripada anggota," dia menjelaskan argumen penggunaan syal tersebut.

Selengkapnya