ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Kondisi Tesla di China kian terpuruk. Raksasa mobil listrik milik Elon Musk itu menghadapi pembatasan info dan izin nan serba terhimpit di Beijing dan Amerika Serikat (AS).
Pembatasan itu membikin Tesla susah menghadirkan fitur autopilot dan full self driving (FSD) ke China. Sementara itu, patokan AS mengenai info juga mewajibkan Tesla menyimpan info secara lokal dan meminta persetujuan saat melakukan pengiriman info ke luar. Pemerintah AS juga tidak mengizinkan Tesla melatih software AI di China.
Di tengah kemelut geopolitik tersebut, Tesla dilaporkan melakukan kerja sama dengan raksasa teknologi China, Baidu. Dua sumber menjelaskan tujuan kerja sama untuk meningkatkan keahlian sistem support mengemudi canggih (advanced driving assistance alias ADAS), dikutip dari Reuters, Jumat (14/3/2025).
Baidu telah mengirimkan sejumlah engineer-nya ke instansi Tesla nan ada di Beijing. Tidak diketahui jumlah pasti engineer nan dikirim, namun mereka telah berkantor di sana selama beberapa minggu terakhir.
Para engineer bekerja untuk mengintegrasikan info peta navigasi Baidu ke mobil Tesla. Misalnya, untuk marka jalur dan sinyal lampu lampau lintas dengan perangkat FSD jenis 13 milik Tesla.
Dengan begitu, pengetahuan perangkat soal jalanan di China bakal lebih jeli dan lebih baru.
Seorang sumber mengatakan FSD V13 belum mendapatkan training cukup untuk jalan-jalan di China. Hal ini membikin banyak pengemudi Tesla melakukan pelanggaran seperti beranjak jalur nan salah alias menerobos lampu merah.
Baik Baidu dan Tesla tidak menanggapi permintaan komentar.
Bukan hanya Tesla nan mendapatkan akibat positif dari kerja sama ini. Reuters mencatat Baidu dapat meningkatkan keahlian AI, nan diketahui cukup tertinggal dari raksasa lain asal China seperti DeepSeek dan Alibaba.
Tesla Hancur Lebur, Dibela Trump Mati-matian
Gerakan anti Elon Musk makin kencang dan membikin masyarakat di AS ramai-ramai memboikot Tesla. Bahkan, banyak pemilik Tesla nan memasang stiker pada mobil mereka nan mengindikasikan bahwa mereka tak bangga membeli produk dari perusahaan milik orang terkaya di dunia.
Penjualan Tesla ambruk dan nilai jual mobilnya turun, sehingga pengguna 'terjebak' lantaran rugi jika menjual mobil mereka. Di saat bersamaan, saham Tesla juga ambruk nan didorong sentimen negatif terhadap sikap politik Musk, serta ancaman perang tarif nan dikeluarkan Trump.
Menanggapi hujatan ke Musk dan aktivitas boikot Tesla, Presiden AS Donald Trump tak tinggal diam. Trump mengatakan bakal membeli mobil Tesla baru. Ia juga menyalahkan orang-orang nan beraliran kiri nan disebut radikal. Bahkan, Trump menyebut tindakan boikot Tesla adalah perihal nan ilegal.
Pernyataan Trump mengemuka sehari setelah saham Tesla mengalami penurunan terburuk dalam nyaris 5 tahun terakhir. Penurunan ini ditengarai ancaman resesi dan rencana tarif Trump. Selain itu, ideologi dan sikap politik Musk juga ramai dikritik.
Trump mengatakan dia bakal melabeli penyerangan showroom Tesla sebagai tindakan terorisme lokal. Trump mengatakan bakal menyetop tindakan penyerangan tersebut.
"Mereka [penyerang showroom Tesla] membahayakan perusahaan AS nan hebat," ujar Trump, dikutip dari The Guardian, Kamis (13/3/2025).
Di dealer Tesla, digelar kampanye boikot besar-besaran. Pemilik mobil banyak nan menjual kendaraan Tesla mereka, dan aktivis ramai-ramai mendorong personil masyarakat untuk menjual saham Tesla.
Banyak mobil Tesla di tempat sampah nan dipenuhi grafiti anti-Nazi dan tulisan 'Musk kudu pergi'.
Klaim Trump bahwa boikot itu "ilegal" adalah salah. Mahkamah Agung memutuskan pada tahun 1972 bahwa amandemen pertama konstitusi AS melindungi kewenangan penduduk Amerika untuk memprotes upaya swasta.
Kelompok aktivitas 'Tesla Takedown', nan telah mengorganisasikan protes anti-Tesla di seluruh negeri, mengatakan orang-orang juga mempunyai kewenangan untuk melakukan protes secara tenteram di trotoar dan jalan di depan showroom, perusahaan.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Gagal Uji Coba Ketujuh, Roket SpaceX Starship Elon Musk Meledak
Next Article Iran Bantah Bertemu dengan Elon Musk: Cerita nan Dibuat-buat