ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menghapus periode pemisah pencalonan presiden alias Presidential Threshold berdampak luas. Kini, semua partai peserta Pemilu mempunyai ‘tiket’ mengusung calon presidennya sendiri.
Menanggapi perihal itu, Ketua Harian DPP Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Anan Wijaya menilai keputusan MK tersebut kudu dibarengi dengan rekayasa konstitusional. Salah satu usulnya adalah dengan pengetatan syarat partai politik menjadi peserta pemilu.
“Syarat perlu diperketat adalah mempunyai kepengurusan partai politik di 38 provinsi dan mempunyai keterwakilan 100 persen di seluruh kabupaten/kota,” kata Anan kepada awak media di Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Anan beralasan, usulannya bermaksud mereduksi dan meminimalisir potensi ormas alias LSM alias organisasi lain tidak asal dalam mendirikan sebuah organisasi partai politik. Namun usulan itu tentunya perlu dibahas lebih serius oleh pemerintah dan Parlemen.
“Karena itu, DPR dan pemerintah perlu merevisi Undang-Undang Partai Politik dan UU Pemilu nan tetap mengatur partai politik peserta pemilu. Kita dari GRIB Jaya mendorong perihal itu," imbuh Anan.
Anan pun mewanti, jika patokan kepesertaan partai pemilu tidak diperketat maka bisa saja Pemilu mendatang bakal mengulang kejadian Pemilu 1999 nan diikuti 48 partai politik. Bila perihal itu berulang, maka Indonesia bisa terus berkutat dalam pencarian jati diri politik sehingga luput soal konsentrasi ekonomi.
"Dengan banyaknya partai, kita bisa jadi sibuk terus melakukan konsolidasi demokrasi, konsolidasi kerakyatan terus nan kita lakukan untuk mencari jati diri pendemokrasian politik di Indonesia dan kita lupa untuk pertumbuhan ekonomi. Jadi konsentrasi kita terus ke segmentasi politik," wanti dia.