ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Nasib TikTok di Amerika Serikat (AS) saat ini tetap mengambang. Meski Presiden AS Donald Trump melepas pemblokiran jasa itu secara nasional pada Januari lalu, tetapi kepastian statusnya baru bakal diumumkan setelah penundaan 90 hari alias April mendatang.
Pemerintahan Trump mengusulkan opsi kepemilikan operasional TikTok di AS sebesar 50% bagi penanammodal AS. Bahkan, Trump meluncurkan biaya kekal kekayaan negara (SWF) nan dikatakan bisa untuk mencaplok operasional TikTok.
Di tengah ketidakpasitan itu, perusahaan AS sudah mulai menyiapkan aplikasi pengganti TikTok. Substack nan selama ini merupakan tool untuk penulis newsletter gencar merilis fitur video mirip TikTok dan menjanjikan penghasilan bagi kreator.
Salah satu nan beranjak ke Substack adalah pembuat konten Carla Laili Music. Setelah mengunggah 200 video dan mengumpulkan jutaan views dan ratusan ribu pengikut, Music memutuskan keluar dari YouTube dan beranjak ke Substack.
Ia merupakan pembuat konten di sektor makanan. Substack menawarkan jasa berlangganan dan memungkinkan pembuat konten meraup penghasilan dari langganan pengguna.
Music mengatakan setelah membikin konten di Substack selama setahun, dia meraup pendapatan US$200.000 (Rp3,2 miliar), alias lebih banyak dari pendapatan nan dia kumpulkan lewat YouTube, dikutip dari CNBC International, Senin (24/2/2025).
Music adalah jenis pembuat konten nan disasar Substack dalam upayanya menggantikan posisi TikTok di AS.
Substack nan berasal dari San Francisco berdiri pada 2017 silam. Model bisnisnya adalah menarik biaya langganan pengguna untuk mengakses newsletter dari pembuat konten.
Platform tersebut memungkinkan pembuat konten terkoneksi dengan pengikut mereka secara langsung, tanpa melibatkan model algoritma nan digunakan di TikTok, YouTube, dan media sosial lain.
Substack telah mengumpulkan sekitar US$100 juta, nan terbaru dengan penilaian pasca-uang lebih dari US$650 juta, kata perusahaan itu kepada CNBC International.
Tahun ini, Substack memperluas platformnya nan tidak hanya berfokus pada newsletter, tetapi juga format video seperti TikTok dan YouTube. Pada pekan lalu, Substack mengumumkan pembuat konten bisa mengunggah video dan memonetisasinya di platform mereka.
"Di masa depan, orang-orang bakal lebih konsentrasi ke video," kata co-founder Substack Hamish McKenzie.
"Substack mulai melakukan penetrasi dalam area tersebut," kata dia.
Upaya Substack ini dilakukan setelah kekhawatiran TikTok diblokir permanen di AS pada Januari lalu. Media sosial milik ByteDance asal China tersebut sempat tutup selama beberapa jam dan lenyap nyaris sebulan dari toko aplikasi Google dan Apple.
Beberapa hari setelah TikTok tutup, Substack meluncurkan pendanaan US$20 juta untuk pembuat konten di platformnya.
"Jika TikTok diblokir untuk argumen politis, tak ada nan bisa dilakukan oleh pembuat konten. Hal ini tentu sangat berakibat pada kehidupan mereka," kata McKenzie.
"Satu-satunya perlawanan nan bisa dilakukan adalah tidak meletakkan audiens mereka ke sistem platform lain nan tidak peduli dengan rencana hidup pembuat konten," dia menuturkan.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Marak Pencurian Data, Begini Solusi Keamanan Super Canggih AMD
Next Article TikTok Diblokir Total, Begini Nasib Karyawan