ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Emas dan Bitcoin kerap menjadi pilihan favorit masyarakat untuk berinvestasi kala pasar finansial bergejolak meski keduanya mempunyai perbedaan nan signifikan. Perbedaan ini mencerminkan perubahan mendasar dalam perilaku penanammodal serta struktur pasar global.
Mengutip Forbes, emas selama ini dikenal sebagai aset lindung nilai nan stabil di tengah ketidakpastian. Ketika ketegangan geopolitik meningkat, inflasi melonjak, alias kepercayaan pasar menurun, penanammodal condong beranjak ke emas.
Perilaku tersebut konsisten terjadi dalam beragam krisis ekonomi, termasuk saat krisis finansial dunia 2008. Ketika itu, nilai emas melonjak nyaris 25%, dari US$870 per ons pada Januari 2008 menjadi lebih dari US$1.080 per ons pada Desember 2009.
Sementara itu, Bitcoin nan juga kerap dipromosikan sebagai lindung nilai inflasi, menunjukkan pola nan berbeda. Pergerakan mata duit mata uang digital ini lebih dipengaruhi oleh sentimen pasar, regulasi, mengambil teknologi, dan arus likuiditas.
Akhir-akhir ini, pasar mata uang digital terdampak oleh pengetatan regulasi, kemajuan teknologi blockchain, serta meningkatnya partisipasi institusi. Faktor-faktor ini membikin volatilitas Bitcoin tak selalu sejalan dengan tekanan di pasar finansial tradisional.
Salah satu penyebab utama perbedaan antara emas dan Bitcoin terletak pada persepsi penanammodal serta kegunaan masing-masing aset. Emas secara konsisten dipandang sebagai penyimpan nilai nan stabil, diperkuat oleh konsensus dunia selama berabad-abad.
Bank sentral di beragam negara juga menyimpan emas dalam jumlah besar, menegaskan peran moneternya secara global. Penggunaan emas nan terbatas-untuk perhiasan, investasi, dan industri-membuat permintaannya tidak mudah terganggu oleh perubahan teknologi alias regulasi.
Sebaliknya, Bitcoin mencatat volatilitas nilai harian tahunan sebesar 42% sepanjang 2023. Volatilitas tersebut banyak dipicu oleh perubahan izin serta perkembangan teknologi.
Contohnya, keputusan regulator di Amerika Serikat, Tiongkok, alias Eropa bisa memicu perubahan nilai Bitcoin secara drastis. Selain itu, rumor skalabilitas blockchain alias munculnya penemuan dari mata uang digital pesaing turut memengaruhi nilainya.
Perbedaan perilaku penanammodal juga menjadi pemicu divergensi antara kedua aset ini di tengah kondisi makroekonomi global. Saat suku kembang naik dan inflasi fluktuatif, penanammodal nan mencari stabilitas lebih memilih emas.
Fisik emas serta sejarahnya nan panjang dalam kebijakan moneter memberi kenyamanan psikologis. Hal ini membikin emas tetap menjadi jagoan kala pasar diliputi ketidakpastian.
Di sisi lain, penanammodal Bitcoin condong berasal dari demografi nan berbeda-lebih muda dan berkawan dengan teknologi. Aset digital ini diminati baik sebagai instrumen spekulatif maupun investasi jangka panjang berbasis inovasi.
Dalam situasi penuh ketidakpastian alias optimisme teknologi, Bitcoin bisa bergerak berlawanan dengan emas. Narasi institusional terhadap Bitcoin pun berkembang cepat, memperumit lanskap investasinya.
Investor institusi, termasuk hedge fund dan manajer aset konservatif, sekarang mulai memasukkan Bitcoin ke portofolio mereka. Saat ini, penanammodal lembaga memegang sekitar 7% dari total suplai Bitcoin, naik signifikan dari kurang dari 1% tiga tahun lalu.
Meski menambah legitimasi, langkah ini membikin Bitcoin rentan terhadap pergerakan likuiditas skala besar. Di sisi lain, emas telah lama menjadi bagian dari kerangka investasi institusional nan stabil dan terprediksi.
Regulasi terhadap emas juga sudah mapan, menciptakan partisipasi institusional nan konsisten tanpa gangguan berarti. Hal ini berbeda dengan Bitcoin nan tetap bergulat dengan ketidakpastian patokan di banyak yurisdiksi.
Pada 2023, sejumlah kebijakan regulator di AS sempat menyebabkan penurunan nilai Bitcoin hingga 15% dalam waktu singkat. Kini, beragam negara mulai menetapkan kerangka norma nan lebih jelas untuk aset kripto.
Pengetatan izin di AS, pelarangan total di beberapa negara, alias kebijakan nan ramah mata uang digital di wilayah lain terus memengaruhi nilai Bitcoin. Situasi ini semakin menegaskan perbedaannya dengan emas.
CEO Quantum Economics, Mati Greenspan menilai, emas menawarkan prediktabilitas di masa krisis, sedangkan Bitcoin mencerminkan spekulasi sekaligus taruhan atas transformasi digital.
"Perbedaan antara emas dan Bitcoin mencerminkan pergeseran ilmu jiwa penanammodal dan struktur pasar," ungkapnya.
Memahami perbedaan ini krusial bagi investor, kreator kebijakan, maupun pasar secara keseluruhan. Tanpa pemahaman nan tepat, strategi investasi dapat terjebak dalam dugaan nan menyesatkan.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Fenomena Demam Emas, Antam Bakal Tingkatkan Produksi
Next Article Ekonomi Dunia Diprediksi Suram, Koleksi 3 Aset Ini untuk Bertahan