Sejarah Peringatan Hari Buruh 1 Mei, Simbol Perjuangan Kaum Pekerja

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day nan jatuh pada 1 Mei menjadi momentum krusial bagi para pekerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Di kembali seremoni tahunan ini, tersimpan sejarah panjang perjuangan kelas pekerja nan telah berjalan lebih dari seabad.

Berawal dari Chicago

Hari Buruh Internasional mempunyai akar sejarah di Amerika Serikat. Pada 1 Mei 1886, ribuan pekerja di Chicago melakukan tindakan mogok kerja besar-besaran menuntut penerapan delapan jam kerja per hari. Saat itu, para pekerja diharuskan bekerja antara 10 hingga 16 jam per hari dengan kondisi nan berat dan bayaran rendah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aksi tersebut berubah menjadi tragedi saat kerusuhan meletus hingga menyantap korban jiwa. Insiden ini dikenal sebagai Haymarket Affair. Tragedi itu menjadi titik kembali pergerakan pekerja global. Sebagai corak solidaritas, Kongres Sosialis Internasional di Paris pada tahun 1889 menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

Sejak saat itu, May Day menjadi simbol perjuangan kaum pekerja di beragam bagian dunia, dengan aksi-aksi nan menuntut perbaikan kondisi kerja, bayaran nan layak, dan hak-hak dasar lainnya.

Sejarah Hari Buruh di Indonesia

Di Indonesia, jejak perjuangan pekerja sudah muncul sejak masa kolonial. Salah satu tonggak awalnya adalah pemberontakan besar di Jambi pada tahun 1916. Kondisi kerja nan jelek serta tingginya pajak memicu perlawanan rakyat dan menuntut hak-hak rakyat serta keadilan sosial.

Sebagai respons, pemerintah kolonial membentuk Volksraad alias Dewan Rakyat pada tahun 1917. Namun, badan tersebut ditolak oleh masyarakat lantaran anggotanya dipilih langsung oleh penguasa kolonial dan dianggap tidak mewakili bunyi rakyat.

Hari Buruh pertama kali diperingati di Indonesia pada 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Para pekerja saat itu menghadapi jam kerja panjang dengan bayaran rendah.

Sejumlah organisasi seperti Sarekat Islam, Budi Utomo, hingga Insulinde membentuk aliansi berjulukan Radicale Concentratie alias Konsentrasi Radikal nan menggelar tindakan mogok serentak pada hari itu.

Namun, peringatan Hari Buruh terhenti sejak 1927 lantaran tekanan pemerintah kolonial serta pendudukan Jepang nan melarang aktivitas politik dan menangkap aktivis buruh.

Pascakemerdekaan, Hari Buruh kembali diperjuangkan. Pada 1946, rakyat Indonesia kembali memperingati 1 Mei sebagai Hari Buruh. Dua tahun kemudian, Presiden Soekarno menandatangani Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 nan mengatur hak-hak dan agunan setiap buruh.

Pada era awal kemerdekaan, terutama hingga awal 1950-an, Hari Buruh dirayakan secara terbuka dan menjadi simbol kekuatan sosial dari aktivitas pekerja Indonesia.

Namun, perubahan drastis terjadi pada masa Orde Baru. Mulai tahun 1967, seremoni Hari Buruh tidak lagi diperkenankan secara terbuka. Pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto menekan aktivitas pekerja dengan dengan membatasi ruang mobilitas serikat pekerja dan mengaburkan keberadaan UU Nomor 12 Tahun 1948.

Setelah jatuhnya Orde Baru pada 1998, peringatan Hari Buruh kembali marak di beragam daerah. Serikat-serikat pekerja nan sempat dilarang mulai bermunculan kembali. Aksi massa pun rutin digelar setiap 1 Mei, menandai kembalinya ruang kerakyatan bagi kaum pekerja.

Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 29 Juli 2013, Presiden SBY menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013. Kebijakan ini mulai bertindak pada tahun 2014 dan disambut antusias oleh kalangan buruh.

Sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, ialah Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri PANRB, tanggal 1 Mei 2025 resmi ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Setiap tahun, Hari Buruh di Indonesia tidak hanya dirayakan dengan tindakan demonstrasi tenteram oleh serikat pekerja, tetapi juga menjadi momen refleksi berbareng mengenai kondisi perburuhan di Tanah Air.

Hari Buruh tetap menjadi simbol solidaritas dan kekuatan para pekerja dalam memperjuangkan hak-hak nan setara dan manusiawi.

Hari Buruh terus menjadi pengingat bahwa keadilan sosial bukanlah pemberian, melainkan hasil perjuangan panjang nan tak boleh dilupakan.

(kay/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya