ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Pemerintah melalui kebijakan Bantuan Subsidi Upah (BSU) berkomitmen untuk menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya para pekerja dan pembimbing honorer, di tengah tekanan ekonomi dunia dan domestik nan tengah berlangsung. Program ini ditujukan bagi perseorangan dengan penghasilan maksimal Rp3,5 juta per bulan, termasuk di dalamnya pembimbing honorer.
Menteri Keuangan dalam konvensi pers usai rapat terbatas mengenai stimulus ekonomi di Istana, Senin, 2 Juni 2025, mengungkapkan "BSU ini menyasar para pekerja dan pembimbing honorer, dengan sasaran penerima sebanyak 17,3 juta orang nan mempunyai penghasilan di bawah Rp3,5 juta alias lebih rendah dari bayaran minimum provinsi, kabupaten, alias kota.”
Beliau menambahkan bahwa setiap penerima bakal memperoleh support sebesar Rp300.000 per bulan selama dua bulan, ialah pada Juni dan Juli. Program ini didanai melalui APBN sebesar Rp10,72 triliun dan diperuntukkan bagi pekerja nan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Pelaksanaannya bakal dikoordinasikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dengan penyaluran nan direncanakan mulai dilakukan pada bulan Juni.
Selain untuk pekerja, pemerintah juga memberikan support finansial bagi para pembimbing honorer nan berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Agama. "Selain 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta, support juga diberikan kepada 565.000 pembimbing honorer. Rinciannya, 288.000 pembimbing di lingkungan Kemendikdasmen dan 277.000 pembimbing di bawah Kementerian Agama. Mereka juga bakal menerima Rp300.000 per bulan selama dua bulan, alias total Rp600.000," imbuh Menteri Keuangan.
Jaga Daya Beli Pekerja Saat Harga Pangan dan Biaya Hidup Naik
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Moh. Faisal pun memberikan tanggapan mengenai kebijakan Bantuan Subsidi Upah (BSU) ini. Menurutnya, program ini mempunyai akibat langsung lantaran support disalurkan secara langsung kepada perseorangan nan berkuasa menerimanya. Dengan periode pemisah pendapatan sebesar Rp3,5 juta, sasaran utama program ini adalah golongan masyarakat nan tergolong rentan miskin—kelompok nan jumlahnya apalagi melampaui populasi masyarakat miskin secara resmi.
“Kalau seseorang berpenghasilan Rp3,5 juta dan mempunyai satu istri serta dua anak, berfaedah ada empat personil dalam keluarganya. Jika penghasilan itu dibagi rata, maka pendapatan per kapita hanya sekitar Rp800.000. Menurut pengelompokkan BPS, ini masuk dalam kategori rentan miskin. Kelompok ini jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan mereka nan berada di bawah garis kemiskinan,” jelas Faisal.
Ia juga menilai bahwa nilai support sebesar Rp300.000 per bulan cukup berfaedah bagi golongan tersebut lantaran setara dengan sekitar 10 persen dari penghasilan mereka. "Jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata Rp3 juta per bulan, support ini mencakup sekitar 10 persen dari pendapatan. Ini tentu cukup besar dampaknya terhadap pengeluaran rumah tangga mereka,” katanya.
Faisal menekankan pentingnya support ini dalam menjaga daya beli pekerja, terutama di tengah kenaikan nilai pangan dan biaya hidup nan kerap melampaui nomor inflasi umum. “Ketika nilai kebutuhan pokok naik lebih dari 3 persen, perihal ini sangat membebani masyarakat miskin dan rentan miskin. Tambahan penghasilan sebesar 10 persen tentu sangat membantu mereka. Jadi, support ini jelas bakal sangat bermanfaat,” imbuhnya.
Meningkatkan Potensi Pertumbuhan Ekonomi
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan dan Staf Ahli Bidang Perekonomian, Fithra Faisal mengungkapkan jika paket stimulus ini diharapkan pemerintah bisa membangkitkan lagi perekonomian di kuartal kedua. “Kalau kita lihat di kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi terhitung sub-optimal, lantaran ekspektasinya minimal 5% dan pemerintah punya sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 5,2%. Adanya add-ons stimulus ini menjadi bagian dari upaya pemerintah terhadap gejolak eksternal sekaligus upaya pemerintah dalam memperkuat permintaan domestik,” jelas Fithra.
Ia menambahkan, “Pemerintah kemudian menggelontorkan Rp24,4 triliun nan kebanyakan digunakan untuk disposable income, seperti ada bansos, di mana ada 18,3 juta penerima faedah dengan Rp11,93 triliun. Kemudian, ada BSU dengan Rp10,7 triliun dengan 17,3 juta penerima manfaat. Fokusnya pun kepada pekerja nan upahnya di bawah Rp3,5 juta. Efek disposable income ini sudah terbukti secara empiris bisa meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi, lantaran sifatnya bisa segera dibelanjakan.”
Dengan adanya liburan sekolah, menurut Fithra disposable income tadi dapat memantik demand domestik, sehingga bisa meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua. Terlebih selain subsidi nan sifatnya lebih ke disposable income, pemerintah juga menghadirkan diskon-diskon pada tarif transportasi, nan secara empiris juga terbukti mempunyai keterkaitan antar sektor, terutama ke sektor ekonomi imajinatif dan pariwisata.
“Hal tersebut bisa memunculkan peluang-peluang ekonomi juga untuk sektor informal. Sebab, adanya stimulus seperti di sektor transportasi, bisa meningkatkan potensi belanja, terutama kelas menengah ke atas dalam memantik pola demand. Apabila potensi demand meningkat, maka geliat industri juga bakal meningkat,” imbuhnya.
Fithra juga menyoroti industri dalam beberapa bulan ke belakang, terutama dalam konteks Purchasing Manager Index (PMI) Manufacturing. “Ini sangat berkorelasi dengan adanya pola tarikan permintaan. Contohnya bulan Desember naik mode ekspansi cukup tinggi lantaran ada Nataru, kemudian lanjut di bulan Januari dan Februari, terutama Februari lantaran ada Lebaran di bulan Maret. Momen tersebut menjadi salah satu nan tertinggi aktivitas PMI-nya alias ekspansi industrinya, lantaran adanya induced demand alias potensi demand nan meningkat di masa Lebaran,” jelasnya.
Pola seperti itulah nan mau direplikasi dan dikuatkan oleh pemerintah. Untuk kuartal kedua ini menurut Fithra dengan meningkatkan demand. “Dari sisi disposable income ada BSU dan bansos. Kemudian dari sisi transportasi, meningkatkan potensi shopping di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, dan juga untuk mengurangi beban, terutama beban kelas menengah ke bawah, untuk bayar iuran BPJS Ketenagakerjaan juga diperpanjang masa diskonnya. Tambahan penghasilan ke-13 dan relaksasi penggunaan hotel oleh aparatur pemerintah, diharapkan bisa meningkatkan potensi ekonomi secara umum di kuartal kedua,” pungkasnya.