ARTICLE AD BOX
Christie Stefanie
Review Elio: Rilisan terbaru Pixar nan indah, manis hingga menyentuh orang dewasa, tetapi berlalu begitu saja.
Jakarta, detikai.com --
Elio menunaikan tugasnya dengan baik sebagai rilisan terbaru Pixar, ialah animasi ramah anak nan tetap bisa menyentuh orang dewasa. Kesan ini memang seperti bare minimum, tetapi jadi krusial di tengah tema dewasa nan belakangan semakin sering diangkat studio tersebut.
Sentuhan unik Pixar nan kembali datang itu terlihat dari premis cerita. Elio berangkat dengan premis tentang bocah laki-laki nan mewujudkan mimpinya berjumpa alien setelah diculik makhluk luar angkasa pada suatu malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dibandingkan dengan Inside Out 2 (2024) nan mengenalkan rumitnya emosi Riley ketika remaja alias Elemental (2023) nan mengusung cerita cinta komponen air dan api, Elio jelas lebih ramah untuk khayalan anak-anak.
Trio penulis Julia Cho, Mark Hammer, dan Mike Jones kemudian menggarap premis itu menjadi skenario nan mudah dicerna meski bermuatan bumi astronomi. Karena ceritanya dituturkan lewat perspektif anak 11 tahun, tidak banyak istilah rumit nan muncul.
Menurut saya, keputusan ini cukup membantu bagi penonton nan awam tentang tata surya, apalagi orang tua nan membawa anak mereka menonton petualangan Elio Solis.
Adrian Molina, sutradara nan mencetuskan buahpikiran Elio pertama kali, kemudian menyelipkan tema alienasi alias emosi terasing dalam cerita tersebut. Tema itu pula nan membikin nuansa unik Pixar menjadi semakin terasa.
[Gambas:Video CNN]
Petualangan Elio nan berdurasi 98 menit itu lantas menghadirkan banyak lapisan nan seru untuk diikuti anak-anak, tetapi juga mempunyai makna lebih dalam di mata orang dewasa.
Saya sempat dibuat ragu ketika mengetahui Adrian Molina mundur dari proyek ini untuk mengerjakan Coco 2. Untungnya, proyek Elio mendapat pengganti sepadan dengan kehadiran Domee Shi dan Madeline Sharafian.
Shi dan Sharafian nan juga pentolan Pixar, sama seperti Molina, melanjutkan cerita itu dengan tetap menjaga DNA nan diciptakan pendahulunya.
Keunggulan Elio kemudian terlihat dari segi visual, salah satu aspek terpenting dalam sebuah karya animasi. Animator di kembali movie ini bisa mengerahkan khayalan mereka hingga menghadirkan beragam alien nan belum pernah ada sebelumnya.
Mereka juga mengerti bahwa pasar utama movie ini adalah anak-anak, sehingga bentuk alien nan muncul justru kocak dan menggemaskan, berbeda dari alien di movie sci-fi kebanyakan.
Review Elio: Animator menghadirkan alien berbentuk lucu menggemaskan sesuai dengan pasar movie ini, ialah anak-anak. (dok. Walt Disney Pictures/Pixar Animation Studios via IMDb)
Cerita kemudian menjadi semakin seru untuk diikuti saat Elio betul-betul diculik alien dan berjumpa perkumpulan alien berjulukan Communiverse.
Shi dan Sharafian agak mengubah style narasi Elio di tengah perjalanan. Film nan awalnya mengusung aliran petualangan sci-fi itu lampau mulai berkembang menjadi buddy movie ketika Elio berkawan dengan Glordon.
Harus diakui, perubahan itu sukses menambah keseruan lantaran kisah Elio di Communiverse semakin enak-enak untuk disimak sejak kehadiran Glordon. Dua karakter nan sama-sama tetap bocah itu pun melahirkan momen kocak dengan natural.
Elio menjadi semakin menghibur lantaran duo sutradara itu juga memanfaatkan keragaman latar belakang para alien di Communiverse, sehingga banyak kelakar dan celetukan nan muncul berkah miskomunikasi alias perbedaan setiap makhluk.
Chemistry luwes antara kedua karakter utama itu tentu bisa tersampaikan berkah performa apik Yonas Kibreab dan Remy Edgerly sebagai pengisi bunyi Elio dan Glodron.
Deretan bintang Hollywood nan lebih senior kemudian membawa peran masing-masing dengan meyakinkan, seperti Zoe Saldana, Jameela Jamil, Brad Garrett, Shirley Henderson, dan Brendan Hunt.
Kemudian, petualangan memuncak saat bentrok demi bentrok nan dihadapi Elio berbenturan menjelang akhir cerita. Pecahnya bentrok itu bersanding dengan pergulatan jiwa Elio nan mencoba mencari tahu makna rumah bagi dirinya.
Duo sutradara Shi dan Sharafian mengakhiri bentrok lintas semesta sekaligus persoalan individual Elio secara mulus, sehingga movie tersebut berhujung dengan manis.
Review Elio: Rilisan terbaru Pixar yang bagus dan manis, tapi lampau begitu saja. (dok. Walt Disney Pictures/Pixar Animation Studios via IMDb)
Namun, saya pribadi tidak merasakan komponen spesial nan kuat ketika segmen memancing emosi bermunculan. Elio memang berhujung dengan bagus dan manis, tetapi semua berlalu hanya begitu saja.
Kesan kurang mendalam itu pula nan membikin saya belum bisa menempatkan Elio di samping karya legendaris Pixar, seperti Toy Story (1995), Toy Story 2 (1999), alias Coco (2017).
Elio tidak mempunyai aspek x nan dibutuhkan untuk menjadi raksasa baru dari studio Pixar.
Namun, setidaknya, movie ini cukup menghibur sebagai tontonan anak-anak musim panas dan tergolong bagus jika bersanding dengan movie tier menengah Pixar lainnya.
[Gambas:Youtube]
(chri)