Ramai Rojali Dan Rohana, Laba Ramayana Turun 7% Di Semester I-2025

Sedang Trending 17 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - PT. Ramayana Sentosa Lestari Tbk. (RALS) mencatat, untung tahun melangkah hingga semester I tahun 2025 sebesar Rp 230,3 miliar. Capaian tersebut naik 7% dibandingkan periode nan sama tahun 2024 nan sebesar Rp 247,8 miliar.

Mengutip laporan keuangannya nan disampaikan melalui keterbukaan info Bursa Efek Indonesia (BEI), total pendapatan RALS pada semester I pertama tahun ini turun 6,25% secara tahunan menjadi Rp 1,5 triliun dari sebelumnya Rp 1,6 triliun.

Pendapatan tersebut terdiri dari penjualan peralatan beli putus Rp 1,09 triliun dan komisi penjualan konsinyasi sebesar Rp 404,7 miliar.

Padahal, pendapatan pada kuartal I tahun ini naik menjadi Rp 1,145 triliun alias naik 35,4% secara tahunan dari tahun 2024 nan sebesar Rp 829,09 miliar.

Seiring dengan pendapatan nan naik, beban pokok penjualan peralatan beli putus turun menjadi Rp 707,7 miliar dari sebelumnya Rp 831,9 miliar. Sehingga untung kotor RALS turun menjadi Rp 795,2 miliar dari Rp 844,03 miliar.

Selanjutnya, dikurangi beban penjualan turun menjadi Rp 667 juta dari sebelumnya Rp 31,8 miliar, beban umum dan manajemen turun jadi Rp 580 miliar, dan pendapatan lainnya turun menjadi Rp 991 juta dari sebelumnya Rp 12,9 miliar. Maka untung upaya pada parih tahun ini turun menjadi Rp 213,9 miliar dari Rp 238,6 miliar.

Kemudian, ditambah pendapatan finansial nan turun jadi Rp 66,9 miliar miliar dan dikurangi biaya finansial nan naik jadi Rp 14,1 miliar, maka untung sebelum pajak penghasilan turun 9% secara tahunan menjadi Rp 266,8 miliar dari sebelumnya nan sebesar Rp 293,3 miliar.

Adapun total aset RALS hingga semester I tahun 2025 turun menjadi Rp 4,56 triliun dibandingkan akhir tahun 2024 nan sebesar Rp 4,95 miliar.

Manajemen menyebut, perusahaan mengelola struktur permodalan dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi ekonomi. Untuk memelihara dan menyesuaikan struktur permodalan, perusahaan dapat menyesuaikan pembayaran dividen kepada pemegang saham, menerbitkan saham baru alias mengusahakan pendanaan melalui pinjaman.

Penurunan pendapatan dan untung RALS terjadi meskipun pada kuartal kedua ada hari raya idul fitri nan merupakan salah satu puncak shopping penduduk Indonesia. Penurunan ini juga seiring dengan turunnya daya beli masyarakat serta makin maraknya kejadian rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya bertanya (Rohana) nan tengah terjadi di pusat perbelanjaan Indonesia, terutama di Jakarta, di mana perihal ini merupakan corak dari pergeseran pola shopping masyarakat.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengakui adanya kejadian tersebut di pusat perbelanjaan Jakarta, terutama juga menyasar ke restoran dalam pusat perbelanjaan. Iwantono mengungkapkan kejadian tersebut merupakan corak hiburan.

"Fenomena Rojali-Rohana memang sedang tren ya. Ada di restoran, di mall-mall, dan tempat lain. Ini kan sebenarnya bagian dari hiburan. Orang tidak beli tapi nongkrong, bisa ngobrol berlama-lama," kata Iwantono saat dihubungi detikai.com.

Namun menurutnya, kejadian ini tentunya dapat merugikan pelaku upaya di restoran, termasuk nan berada di dalam mal, meski sektor ini dinilai nan paling memperkuat terhadap kejadian ini.

Menurutnya, nan menyebabkan pengusaha restoran di mal dirugikan lantaran orang-orang tersebut biasanya hanya membeli makanan mini dan sekadar minum-minum saja, kemudian berlama-lama duduk di restoran tersebut, sehingga visitor nan betul-betul mau makan kudu menunggu Waktu lama dan pada akhirnya tidak jadi untuk makan di restoran tersebut.

"Pengusaha condong dirugikan lantaran orang-orang nan betul-betul mau makan di restoran tersebut tidak bisa akibat antrean makan ditempat nan panjang. Alhasil orang tersebut condong tidak jadi makan di restoran tersebut," ujarnya.

"Intinya, jika di restoran pesannya misal hanya minum satu kopi secangkir, tapi ngobrolnya dua jam, nan lain mau makan susah, ya tidak mungkin restorannya diuntungkan kan jika seperti ini," tambahnya.

Oleh lantaran itu, pihaknya mempertimbangkan untuk pembatasan orang nan makan di restoran, agar pengguna lain nan mau makan tidak perlu berlama-lama antre lantaran keterbatasan meja.

Fenomena munculnya Rojali dan Rohana di beragam pusat perbelanjaan Tanah Air merupakan tanda terganggunya konsumsi masyarakat.

Perilaku ini menjadi sinyal bahwa masyarakat sedang menyesuaikan pola konsumsi sejalan dengan tekanan ekonomi. Pedagang, pengusaha, pemerintah hingga ahli ekonomi membenarkan kejadian ini. Sebagian besar menilai kejadian ini didorong oleh kelas menengah atas nan berhati-hati membelanjakan uangnya.

Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono menuturkan berasas info Susenas Maret 2025, golongan atas memang agak menahan konsumsinya.

"Ini kita amati dari Susenas. Namun ini tentu tidak serta-merta berpengaruh ke nomor kemiskinan lantaran kan itu golongan atas saja. Fenomena Rojali memang belum tentu ya teman-teman mencerminkan tentang kemiskinan," papar Ateng dalam rilis info BPS.

Kendati demikian, BPS memandang kejadian ini relevan dengan indikasi sosial. Hal ini dimungkinkan dengan adanya tekanan ekonomi, terutama tekanan bagi kelas rentan.

"Bisa jadi ada untuk refresh alias tekanan ekonomi terutama kelas nan rentan sehingga mereka teman-teman semuanya bakal Rojali tadi di malldan sebagainya," kata Ateng.

BPS menegaskan Rojali adalah sinyal krusial bagi kreator kebijakan untuk tidak hanya konsentrasi ya menurunkan nomor kemiskinan, tetapi juga memperhatikan gimana untuk ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga pada kelas menengah bawah.

"Amati teman-teman semuanya apakah nan Rojali itu ada pada kelas atas kelas menengah alias rentan alias apalagi nan di kelas miskinnya. Kami belum sampai survei ke ala Rojali kami surveinya hanya berbasis ke rumah tangga sampel di Susenas kita," kata Ateng.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Laba Moratel (MORA) Anjlok 56% Jadi Rp 245 Miliar

Selengkapnya