Raffi Ahmad Dkk Terancam Miskin, Sinyalnya Sudah Terlihat Di Amerika

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Menjadi influencer di media sosial mendatangkan pundi-pundi cuan dan popularitas. Tak heran banyak orang nan sekarang bercita-cita mau menjadi seorang influencer seperti YouTuber Mr. Beast, hingga TikToker Charli D'Amelio. Di Indonesia, salah satu nama pesohor media sosial adalah Raffi Ahmad.

Namun, rupanya gemerlap bumi pembuat konten tak seindah nan terlihat di layar smartphone Anda. Industri tersebut sudah makin sesak dan memunculkan persaingan sengit untuk mendapat cuan.

Platform pun dilaporkan tak seroyal dulu memberikan komisi ke para pembuat konten. Para brand kawakan juga lebih pilih-pilih untuk bekerja sama dengan influencer.

Setidaknya begitu menurut laporan The Wall Street Journal. Salah satu contohnya adalah Clint Brantley nan merupakan pembuat konten full-time sejak tiga tahun lalu.

Brantley membagikan konten ke TikTok, YouTube, dan Twitch. Kebanyakan kontennya seputar tren nan berangkaian dengan game mobile Fortnite.

Meski mempunyai lebih dari 400.000 follower dengan rata-rata view pada kontennya lebih dari 100.000, penghasilan Brantley pada tahun lampau lebih mini daripada penghasilan median tahunan pekerja full-time di AS pada 2023 sebesar US$ 58.084 alias Rp 950 jutaan.

Pria berumur 29 tahun itu tak siap berkomitmen untuk menyewa apartemen lantaran penghasilannya nan tak tetap. Saat ini, Brantley tetap tinggal dengan ibunya di Washington. "Saya sangat rentan," ujarnya, dikutip dari The Wall Street Journal, dikutip Sabtu (25/1/2025).

The Wall Street Journal menuliskan bahwa meraih penghasilan nan layak dan dapat diandalkan sebagai pembuat konten adalah perihal nan sulit, dan bakal makin sulit.

Platform makin lama makin mini membagikan duit untuk postingan populer. Di sisi lain, para brand lebih spesifik memilih kesepakatan dengan influencer.

Kondisi ini diperparah dengan ancaman TikTok diblokir di AS pada 2025 mendatang. Banyak pembuat konten nan waswas apakah tetap bisa meraup penghasilan dari media sosial jika salah satu channel sumber uangnya dihapus.

Industri Influencer Makin Sesak
Menurut laporan Goldman Sachs pada 2023, ratusan juta orang di seluruh bumi mem-posting konten nan menghibur dan mengedukasi di media sosial. Sekitar 50 juta orang mengumpulkan duit dari sana.

Bank investasi tersebut memperkirakan jumlah pembuat nan menghasilkan pendapatan bakal tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 10% hingga 20% pada tahun 2028.

Hal ini berkontribusi pada penambahan jumlah pencari nafkah, meski Departemen Tenaga Kerja tidak melacak penghasilan para influencer.

Secara rata-rata, pembuat konten butuh waktu bulanan apalagi tahunan untuk mengumpulkan pendapatan dari platform media sosial, kerja sama brand, hingga link affiliate. Namun, makin banyak nan mencari rezeki dari industri ini, makin mini pula 'kue' nan kudu dibagi-bagi.

Menurut NeoReach, pada tahun lampau 48% influencer mengumpulkan kurang dari US$ 15.000 alias Rp 245 jutaan. Hanya 14% nan mengumpulkan duit lebih dari US$ 100.000 alias Rp 1,6 miliar.

Ketimpangan pemasukan influencer ini ditentukan beberapa faktor. Misalnya apakah influencer bekerja secara full-time alias part-time, jenis konten nan dibagikan, hingga lama mereka berkarir sebagai influencer.

Beberapa orang nan terkenal saat pandemi Covid-19 dan konsentrasi pada topik nan terkenal seperti fesyen, investasi, dan hack style hidup, mengaku sangat terbantu lantaran momentumnya pas.

Namun, di kembali itu semua, pembuat konten mengaku pekerjaan ini sangat menguras daya dan mental. Mereka kudu selalu memikirkan konten apa nan bakal disukai audiens dan mengambil momentum nan tepat.

Influencer menghabiskan waktu berhari-hari untuk merencanakan konten, memproduksi, hingga melalui proses edit untuk diunggah ke media sosial. Mereka juga kudu selalu berinteraksi dengan para fans untuk menjaga popularitas.

"Ini adalah pekerjaan nan sangat berat dibandingkan apa nan dikira kebanyakan orang," kata analis Emarketer, Jasmine Enberg.

"Kreator nan bisa hidup dengan menjadi influencer telah melakukan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Kebanyakan tak jadi besar dalam waktu singkat," kata analis tersebut.

Terlebih lagi, para influencer nan bekerja secara berdikari tidak mendapatkan untung seperti pekerja kantoran. Merak tak mendapatkan agunan kesehatan, duit pensiun, serta bingkisan tahunan.

Di tengah inflasi dan ketidakpastian ekonomi, influencer menghadapi tekanan nan kian susah untuk mengamankan finansial mereka.

Penghasilan dari Platform Makin Kecil
Pada 2020-2023, TikTok mempunyai program pendanaan untuk pembuat hingga US$ 1 miliar. YouTube melalui fitur Shorts juga memungkinkan pembuat menghimpun duit sekitar US$ 100-10.000 per bulan dengan program pendanaan sementara.

Lalu, IG Reels memberikan penghargaan ke pembuat dalam jumlah nan fluktuatif. Bonus besar itu menjadi strategi agar makin banyak orang membikin konten di platform mereka.

Namun, sekarang platform mulai mengubah kebijakan pembayaran untuk pembuat konten. Ketentuan untuk penghasilan TikToker sekarang diperbanyak. Setidaknya kudu mempunyai 10.000 follower dengan view minimum 100.000 dalam sebulan.

Instagram juga tengah menguji coba program 'invitation-only' nan memberikan penghargaan duit bagi pembuat nan membagikan Reels dan foto.

YouTube memperkenalkan program pembagian duit iklan pada tahun lampau untuk pembuat Shorts nan mempunyai setidaknya 1.000 subscriber dan 10 juta view dalam 90 hari. Mereka bakal diberikan pembagian pendapatan iklan 45% untuk konten nan mereka bagikan.

Makin lama, TikToker mengaku makin susah cari duit. Salah satunya Ben-Hyun nan mengatakan pada Maret lampau mendapatkan US$ 200-400 per satu juta view. Namun, sekarang pendapatannya kian menurun meski followernya bertambah banyak hingga 2,9 juta.

Ben-Hyun mengaku sekarang hanya mendapat US$ 120 untuk video nan menghimpun 10 juta view. Hal ini menunjukkan, meski influencer mempunyai audiens banyak, tetap susah untuk memonetisasinya jika hanya berambisi pada pendapatan dari platform.

Danisha Carter juga membagikan keresahan serupa. Ia mengatakan TikTok-nya mempunyai 1,9 juta pengikut.

Menurutnya, para konten pembuat sukses membikin audiens 'ketagihan' di platform online dan mendatangkan pendapatan miliaran dolar AS ke TikTok dkk.

Namun, penghasilan untuk influencer tak setimpal. Ia mengaku mendapatkan pendapatan dari TikTok dengan total US$ 12.000. Untuk menambah pendapatan, dia memutuskan membikin merchandise dan bisa menghasilkan duit US$ 5.000 pada tahun lalu.

"Kreator kudu dibayar setara dengan persentase nan sesuai dengan pendapatan nan diraih aplikasi," kata Carter.

"Harus ada transparansi soal gimana kami dibayar, dan kebijakannya kudu konsisten," dia menyarankan.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Sengitnya Persaingan Teknologi Satelit di Bisnis Telekomunikasi

Next Article Bukan Hanya Gunawan Sadbor, 85 Influencer Ditangkap Gegara Judi Online

Selengkapnya