Puan Maharani: Keputusan Mk Soal Pemisahan Pemilu Tidak Sesuai Uud

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyatakan bahwa rapat internal partainya menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan Pemilu nasional dan wilayah tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD).

“Kita semua mendiskusikan bahwa ya apa nan menjadi keputusan MK sudah tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Puan menyebut, dalam UU mengatur Pemilu kudu digelar setiap lima tahun sekali. “Karena memang sesuai dengan Undang-Undang, Pemilu adalah 5 tahun sekali,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan fraksi-fraksi di DPR tengah mengkaji soal hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan memutuskan pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah.

“Semua partai, kami juga ketua terdiri dari partai-partai politik tetap mengkaji, mengenai putusan di internalnya masing-masing dan nantinya tentu saja putusan ini memberikan pengaruh kepada semua partai,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Kaji Putusan MK

Puan menegaskan DPR bakal mengkaji hasil putusan MK sebelum memutuskan langkah apa nan bakal diambil. Sebab putusan MK itu mempunyai pengaruh bagi UU Pemilu dan partai-partai politik, termasuk nan ada di DPR. 

“Sebagai partai politik kami bakal melakukan rapat koordinasi apakah itu secara umum alias informal bersama-sama, bicara bersama, menyatakan pendapat kami bersama-sama mengenai putusan MK,” jelas Puan.

Puan juga menyebut  fraksinya ialah PDIP juga tetap menunggu hasil kajian sebelum bersikap, termasuk apakah putusan MK ini melanggar UUD 1945 alias tidak.

"Kita tetap kaji perihal tersebut, apakah kemudian ada perihal nan dilanggar sesuai dengan Undang-Undang Dasar," ungkapnya.

Sebab, Puan menuturkan, dalam petunjuk UUD 1945 diatur bahwa pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

"Karena pemilu sesuai dengan Undang-Undang Dasar sudah lima tahun sekali," ujar Puan.

MK Putuskan Pelaksanaan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisahkan

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan wilayah dipisahkan dengan jarak waktu paling singkat 2 tahun alias paling lama 2 tahun 6 bulan.

Pemilu nasional meliputi pemilihan personil DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu wilayah terdiri atas pemilihan personil DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam perihal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan nan diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) nan diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Secara lebih rinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemungutan bunyi dilaksanakan secara serentak untuk memilih personil DPR, personil DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun alias paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan personil DPR dan personil DPD alias sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan bunyi secara serentak untuk memilih personil DPRD provinsi, personil DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur alias hari nan diliburkan secara nasional."

Selengkapnya