ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kementerian Pertahanan (Kemhan) bakal mengerahkan TNI untuk ikut memproduksi obat-obatan murah. Hal ini didasari oleh tetap tingginya nilai obat-obatan di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Setelah resmi melakukan kerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, produksi obat nan sebelumnya hanya difokuskan pada prajurit TNI ke depannya bisa dilakukan secara massal untuk masyarakat. Obat-obatan ini rencananya bakal 50 persen lebih murah dibandingkan nilai pasar dan dijual di Koperasi Merah Putih.
Untuk melakukan produksi, laboratorium farmasi di TNI bakal digabung menjadi satu sebagai farmasi pertahanan negara.
"Kebetulan, Kementerian Kesehatan baru saja mengadakan reformasi struktur. Semua laboratorium farmasi nan ada di TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan juga TNI Angkatan Darat kita konsolidasi menjadi satu farmasi pertahanan negara nan memproduksi obat dan kita tujukan kepada kooperasi-kooperasi di desa," kata Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Kantor Kementerian Pertahanan, Selasa (22/7/2025).
Menhan menjamin obat produksi TNI nantinya bakal mengikuti standar nan ditetapkan oleh BPOM, sehingga kondusif dan berfaedah untuk masyarakat.
Meski nilai obat-obatan produksi TNI sudah berbobot murah, Menhan menyebut pihaknya bakal memikirkan skema untuk membikin obat-obatan tersebut menjadi gratis. Dengan begitu, akses ke obat-obatan bisa lebih mudah, khususnya bagi masyarakat kurang mampu.
"Kita memberi obat-obatan atas izin dari Badan POM nan dipimpin oleh Pak Taruna Ikrar dengan nilai nan murah. Dan sekarang kita pikirkan gimana caranya nilai murah itu turun lagi menjadi obat-obatan cuma-cuma nan diperlukan oleh rakyat," sambungnya.
Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar menyebut bahwa salah satu penyebab tingginya nilai obat-obatan di Indonesia adalah bahan baku nan kebanyakan impor. Bahkan, lebih dari 90 persen bahan baku obat di Indonesia diimpor dari negara lain.
"Bahan baku kita tetap 94 persen impor dari beragam negara, khususnya dari India, dari China, sebagian dari Eropa khususnya Belanda dan Jerman, dan Amerika. Ini krusial lantaran kita tahu obat ini bagian dari perihal nan sangat krusial kebutuhan masyarakat kita, artinya itu bagian dari ketahanan nasional," kata Prof Taruna dalam kesempatan nan sama.
(avk/kna)