ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Harga minyak mentah di pasar spot menanjak pada hari ini setelah Presiden Iran mendesak personil OPEC untuk berasosiasi menghadapi kemungkinan hukuman AS nan bakal menghentikan ekspor minyak Iran.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (06/02/2025) pukul 09:14 WIB, nilai minyak brent naik 0,17% di posisi US$74,74 per barel. Begitu pula nilai minyak WTI mengalami apresiasi 0,28% di posisi US$71,23 per barel dibandingkan perdagangan sebelumnya (05/02/2025).
Dilansir dari oilprice.com, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, telah mendesak negara-negara personil OPEC untuk berasosiasi menghadapi kemungkinan hukuman AS setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dia bakal menghentikan ekspor minyak Iran hingga nol.
Ekspor minyak mentah Iran saat ini tercatat sekitar 1,5 juta barel per hari, dengan sebagian besar menuju China.
Pada bulan Juli, Trump berjanji dalam pidatonya di Konvensi Nasional Partai Republik untuk mengurangi ekspor minyak Iran. Ia mengatakan bahwa dia sebelumnya telah mencapai tujuan ini dengan menghubungkannya dengan perdagangan; "Saya bilang kepada China dan negara lainnya, jika Anda membeli dari Iran, kami tidak bakal membiarkan Anda melakukan upaya di negara ini dan kami bakal mengenakan tarif 100% alias lebih pada setiap produk nan Anda kirimkan." Menurut StanChart, minyak Iran kemungkinan bakal memainkan peran kunci dalam agenda kebijakan perdagangan China nan lebih luas dari Trump.
"Jika Trump menang, Amerika Serikat mungkin bakal menerapkan hukuman terhadap Iran, nan bakal mengurangi ekspor minyak Iran dan mendorong nilai minyak lebih tinggi," kata Vivek Dhar, seorang mahir strategi komoditas di Commonwealth Bank of Australia, dalam sebuah catatan.
China telah mengimpor minyak Iran secara tidak langsung melalui perantara. Menurut StanChart, impor minyak mentah dari Malaysia tercatat 1,456 juta barel per hari (mb/d) pada bulan Juni, rata-rata bulanan tertinggi kedua nan tercatat. Para mahir komoditas mencatat bahwa produksi minyak mentah Malaysia sekitar 0,35 mb/d sementara ekspor biasanya rata-rata 0,2 mb/d, nan menunjukkan bahwa sebagian besar minyak nan diimpor China dari Malaysia tidak diproduksi di negara tersebut.
Menurut beberapa sumber media, transfer tersebut melibatkan armada gelap nan terdiri dari sekelompok kapal tanker tua nan jarang mempunyai asuransi nan dapat dikenali. Transfer ini dapat berbahaya, termasuk ancaman tumpahan dan tabrakan, dengan begitu banyak kapal tanker berbobot rendah nan terhimpun di rute perdagangan sempit dengan transponder mereka dimatikan. Misalnya, dua kapal tersebut terbakar di lepas pantai Singapura setelah tabrakan pada bulan Juli.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Masa Depan Ekonomi AS di Bawah Kuasa Trump
Next Article Harga Minyak Dibuka Turun Tipis, Ini Penyebabnya