Phk Di Mana-mana Hantam Warga Ri, Pakar Ungkap Alasan Sebenarnya

Sedang Trending 11 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap menjadi momok di beragam bagian dunia, termasuk Indonesia. Sejak era pandemi Covid-19, kejadian mengerikan ini belum juga mereda.

Di awal 2025, sejumlah perusahaan kembali mengumumkan PHK besar-besaran. Sebanyak 3 juta pekerja di industri tekstil terancam kehilangan pekerjaan dan 70% pengusaha hotel serta restoran Jakarta mengatakan berencana melakukan PHK.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan adanya aspek daya beli dan permintaan nan berkurang. Saat permintaan berkurang maka bakal berakibat pada produksi juga.

"Permintaan peralatan industri manufaktur nan berkurang menyebabkan berkurangnya produksi," kata Nailul kepada detikai.com, beberapa saat lalu.

Mengutip info S&P, nomor Purchasing Managers Indonesia (PMI) di Indonesia memang menurun tajam. Dari sebelumnya 52,4 pada Maret 2025 merosot ke bawah 50, ialah nomor 46,7 pada April dan Mei sebesar 47,4.

Angka PMI di bawah 50, dia menjelaskan menjadi pertanda keahlian industri manufaktur memburuk lantaran tidak ada ekspansi. Penyebabnya bisa dikarenakan tidak ada tambahan produksi industri manufaktur untuk dalam negeri.

"Dampak nan bisa terjadi ke depan adalah utilitas industri manufaktur bakal semakin menurun. Bahkan untuk industri tekstil dan produk tekstil, utilitas industri bisa menurun hingga di bawah 50%," jelasnya.

Hal ini, dia menambahkan bisa membikin PHK meningkat tajam, apalagi bakal ada pelemahan industri mencapai 1,2 juta orang. Penyebabnya dari perang tarif Amerika Serikat dan pelemahan permintaan domestik akibat daya beli nan belum membaik.

"Pertama dari perang tarif AS nan mengakibatkan penurunan permintaan produk secara global, termasuk dari Indonesia. Akibatnya produksi dalam negeri bakal berkurang. Potensi PHK bakal meningkat," kata Nailul.

"Kedua, pelemahan permintaan domestik nan disebabkan oleh daya beli nan belum membaik. Daya beli tetap sangat terbatas untuk di masyarakat kelas menengah ke bawah," dia menambahkan.

Perkembangan AI dan PHK

Perkembangan AI nan masif disebut beberapa pihak bakal berakibat pada pekerjaan nan sebelumnya mengandalkan tenaga manusia. Yakni mereka bisa kehilangan pekerjaan lantaran teknologi tersebut.

Saat ditanya apakah PHK besar-besaran di Indonesia akibat PHK, Nailul mengatakan ada pengaruhnya. Namun ini berpengaruh pada sektor jasa seperti keuangan.

"Ada pengaruh tren PHK dari penggunaan AI ataupun penggunaan teknologi, namun menurut saya tidak signifikan pengaruhnya. Mungkin kedua aspek tersebut signifikan pengaruhnya untuk bagian jasa seperti finansial dan sebagainya," ucapnya.

Nailul juga menjelaskan tidak ada pekerjaan nan kondusif dari angin besar PHK. Begitu juga mengenai skill, tidak ada skill unik nan bisa membikin seseorang bisa bercap dari kondisi ini.

Tak terkecuali sektor teknologi pun terdampak angin besar ini. Skill teknologi nan sebelumnya dikatakan paling dibutuhkan juga terkena PHK.

"Saya memandang tidak skill unik nan kudu dimiliki. Pure ini angin besar PHK bisa terjadi di sektor mana pun. Skill teknologi (katanya dibutuhkan) pun tidak lepas dari PHK di beberapa perusahaan digital," jelas Nailul.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Gaji Makin Kecil, PHK Massal Mengintai Gara-gara Ini

Selengkapnya