ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023, nan merugikan negara hingga Rp285 triliun. Total sudah ada 18 tersangka, dengan sembilan lainnya bersiap menjalani persidangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan dalam proses pengusutan kasus tersebut, interogator telah melakukan pemeriksaan terhadap 273 saksi dan 16 mahir dari beragam latar belakang keahlian.
"Dalam riksa dari 273 saksi, bahwa interogator menemukan fakta-fakta mengenai dengan adanya keterlibatan beragam pihak lain," ujar Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis malam (10/7/2025).
Berawal dari berita adanya operasi penggeledahan Kejagung di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin, 10 Februari 2025.
Harli pun menerangkan posisi kasus korupsi Pertamina, bahwa pada tahun 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
"Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak nan diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama alias KKKS swasta diwajibkan untuk menawarkan minyak bagian KKKS swasta kepada PT Pertamina," ujar Harli, Februari 2025 lalu.
Menurutnya, jika penawaran KKKS swasta ditolak oleh Pertamina, maka situasi tersebut digunakan untuk mengusulkan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor.
"Bahwa dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam perihal ini ISC dan alias PT KPI berupaya untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran nan dilakukan dengan beragam cara. Jadi, mulai di situ kelak ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya," ungkapnya.
Harli mengatakan, saat itu terjadi ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dengan argumen saat pandemi Covid-19 terjadi pengurangan kapabilitas intake produksi kilang.
"Namun pada waktu nan sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang. Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah nan dapat diolah dikilang kudu digantikan dengan minyak mentah impor, nan merupakan kebiasaan PT Pertamina nan tidak dapat lepas dari impor minyak mentah," kata Harli.
Bicara soal korupsi tata kelola minyak, mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku siap dipanggil interogator Kejaksaan Agung untuk bersaksi. Supaya kasus ini bisa terungkap terang benderang, Ahok apalagi meminta persidang...
Berkas Lengkap, 9 Tersangka Kloter Pertama Segera Disidang
Proses investigasi umum itu pun berkembang hingga penetapan sembilan tersangka awal. Mereka adalah Riva Siahaan selaku Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi selaku Direktur PT Pertamina Internasional Shipping.
Kemudian, Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne selaku VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.
Selanjutnya, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadan Joede selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak.
Mereka saat ini telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) untuk kemudian menjalani persidangan sebagai terdakwa.
Pertalite Dioplos Jadi Pertamax Selama 5 Tahun
Sementara itu, hitungan kerugian negara awalnya ditaksir mencapai Rp193,7 triliun. Dalam perkembangan penyidikan, Kejagung menemukan fakta-fakta baru, termasuk peran para tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah ini.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut PT Pertamina Patra Niaga telah melakukan importasi minyak mentah RON 90 (Pertalite) dan kemudian di-blending namalain dioplos menjadi RON 92 (Pertamax) dari 2018-2023. Selama lima tahun aktivitas impor itu telah terjadi sebanyak ribuan kali.
"Jadi hasil investigasi saya sudah sampaikan itu, Ron 90 alias di bawahnya itu, tadi kebenaran nan ada ditransaksi Ron 88 di-blending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92. Untuk nilai itu seharga dengan Ron 92," ujar Abdul Qohar saat konvensi pers Rabu malam, 26 Februari 2025.
Pertamina, kata Qohar, membeli minyak mentah jenis RON 92, tapi nan datang adalah BBM jenis RON 90 nan pada akhirnya dioplos menjadi BBM jenis Pertamax. Namun demikian, Kejagung tetap enggan membeberkan asal muasal minyak mentah itu diimpor dari mana.
"Itu banyak, saya enggak bisa satu per satu, lantaran itu ada ribuan kali (selama lima tahun)," kata Qohar.
Dalam kesempatan itu, Qohar membantah klaim pihak Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) nan menyebut pihaknya tidak mengoplos Pertamax. Qohar menegaskan, penyelidikan Kejagung justru menemukan bukti sebaliknya.
"Tetapi interogator menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 alias di bawahnya ya 88 di-blending dengan RON 92, jadi RON dengan RON, jadi tadi kan tidak seperti itu," kata Qohar.
"Yang pasti kami interogator bekerja berasas perangkat bukti. Nah sebagaimana nan telah saya sampaikan tadi di dalam kebenaran hukumnya. Saya rasa itu jawabannya," tegasnya.
Menurut dia, tersangka Maya Kusmaya dan Edward Corne atas persetujuan Riva Siahaan melakukan pembelian RON 90 alias lebih rendah dengan nilai RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan nilai tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.
Kemudian Maya Kusmaya memerintahkan dan alias memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik Muhammad Kerry Andrianto Riza dan Gading Ramadan Joede alias nan dijual dengan nilai RON 92.
"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan kor upaya PT Pertamina Patra Niaga," kata Qohar.
Tersangka Maya Kusmaya dan Edward Corne kemudian melakukan pembayaran impor produk kilang nan semestinya dapat menggunakan metode term alias pemilihan langsung dalam waktu jangka panjang, sehingga diperoleh nilai nan wajar.
"Tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot alias penunjukan langsung nilai nan bertindak saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga bayar impor produk kilang dengan nilai nan tinggi kepada mitra usaha," kata Qohar.
Selanjutnya, Maya Kusmaya dan Edward Corne mengetahui dan menyetujui adanya mark up perjanjian shipping alias pengiriman nan dilakukan oleh Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai dengan 15 persen secara melawan hukum.
Dan, fee tersebut diberikan kepada Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.
"Akibat perbuatan tersangka MK dan tersangka EC bersama-sama dengan tersangka RS, tersangka SDS tersangka JF, tersangka AP, tersangka MKAR, tersangka DW, tersangka GRJ mengakibatkan kerugian finansial negara sebesar Rp193,7 triliun," terang Qohar.
Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Baru
Rangkaian pemeriksaan saksi dan penggeledahan di beragam tempat terus dilakukan interogator usai penetapan sembilan tersangka awal tersebut. Penyidik menggali keterangan dari beragam pihak, baik sejumlah mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM, influencer otomotif Fitra Eri, hingga mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama namalain Ahok.
Hingga akhirnya, pada Kamis, 10 Juli 2025, interogator kembali menetapkan sembilan tersangka baru di kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. Salah satunya adalah sosok nan dikenal sebagai saudagar minyak, Mohammad Riza Chalid.
"Dari hasil investigasi nan dilakukan secara maraton dengan jumlah saksi, sebagaimana nan disampaikan Kapus, tim interogator menyimpulkan telah diperoleh perangkat bukti nan cukup untuk menetapkan sembilan tersangka," tutur Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan.
Qohar merinci, para tersangka adalah Alfian Nasution (AN) selaku VP Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina 2011-2015; Hanung Budya (HB) selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina 2014; dan Toto Nugroho (TN) selaku VP Integrated Supply Charge 2017-2018.
Kemudian Dwi Sudarsono (DS) selaku VP Crude & Product Trading ISC Kantor Pusat PT Pertamina (persero) 2018-2020; Arif Sukmara (AS) selaku Direktur Gas Petrochemical & New Business PT Pertamina International Shipping; dan Hasto Wibowo (HW) selaku mantan SVP Integreted Supply Change 2018-2020.
Selanjutnya, Martin Haendra (MH) selaku Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd 2019-2021; Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi; dan Mohammad Riza Chalid (MRC) selaku Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak.
Peran 9 Tersangka Baru di Korupsi Minyak Mentah
Adapun peran sembilan tersangka korupsi Pertamina, termasuk Riza Chalid, sebagai berikut:
1. Tersangka Alfian Nasution (AN) selaku Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015/ Direktur Utama PT PPN sejak Juni 2021-Juni 2023
- Melakukan proses penyewaan OTM secara melawan norma dengan menghilangkan kewenangan kepemilikan Pertamina dan nilai nan tinggi dalam kontrak;Bersama dengan tersangka Hanung Budya melakukan proses penunjukan langsung kerja sama sewa TBBM Merak secara melawan hukum;
- Melakukan negosiasi nilai sewa dengan mengakomodir nilai sewa nan mahal, ialah sebesar USD 6,5 per kiloliter dengan menghilangkan skema kepemilikan aset (PT OTM) dalam perjanjian selama 10 tahun nan diajukan oleh Tersangka Gading Ramadhan Joedo;
- Melakukan proses penjualan solar di bawah nilai dasar secara melawan norma kepada pihak BUMN dan Pihak Swasta;Berperan dalam penyusunan formula kompensasi nan tinggi untuk produk Pertalite secara melawan hukum.
2. Tersangka Hanung Budya (HB) selaku Direktur Pemasaran & Niaga PT Pertamina Tahun 2014
- Bersama dengan Tersangka Alfian Nasution mengakomodir penawaran dan melakukan proses penunjukan langsung kerjasama sewa TBBM Merak secara melawan norma nan semestinya dilakukan dengan langkah pelelangan;
- Melakukan proses penyewaan OTM secara melawan norma dengan menghilangkan kewenangan kepemilikan Pertamina atas objek sewa Terminal BBM Merak dan nilai nan tinggi dalam kontrak.
3. Tersangka Toto Nugroho (TN) selaku SVP Integreted Suplly Chain Juni 2017-November 2018, saat ini menjabat sebagai Direktur Utama aktif PT Industri Baterai Indonesia
- Melakukan dan menyetujui pengadaan impor Minyak Mentah dengan mengundang DMUT/supplier nan tidak memenuhi syarat sebagai peserta lelang (dikenakan hukuman lantaran tidak mengembalikan kelebihan bayar), dan menyetujui DMUT/supplier tersebut sebagai pemenang meskipun praktik penyelenggaraan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan ialah value based nan dicantumkan dalam lelang impor minyak mentah dan perlakuan spesial kepada supplier tersebut.
4. Tersangka Dwi Sudarsono (DS) selaku VP Crude & Product Trading ISC - Kantor Pusat PT Pertamina Persero Sejak 1 Juni 2019-September 2020
- Bersama dengan Tersangka Sani Dinar Saifuddin dan Tersangka Yoki Firnandi melakukan ekspor Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara (MMKBN) dan Anak Perusahaan Hulu Pertamina (Minyak Mentah Domestik) Tahun 2021 dengan argumen terjadi excess terhadap MMKBN dan Anak Perusahaan Hulu Pertamina tersebut, padahal nan semestinya minyak mentah tersebut tetap dapat diserap oleh kilang dan tidak excess nan semestinya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Di waktu nan sama Dwi Sudarsono berbareng dengan Tersangka Sani Dinar Saifuddin dan Tersangka Yoki Firnandi melakukan impor minyak mentah dengan jenis nan sama dari luar negeri dengan nilai nan lebih mahal.
5. Tersangka Arif Sukmara (AS) selaku selaku Direktur Gas, Pertochemical & New Business, PT Pertamina International Shipping
- Bersama-sama dengan Tersangka Sani Dinar Saifuddin dan Tersangka Dimas Werhaspati bermufakat menambah dan menaikan nilai sewa kapal 13 persen dari nilai sewa kapal Olympic Luna dari Afrika ke Indonesia dengan maksud agar nilai pengadaaan sewa kapal bisa di mark up menjadi USD 5.000.000 nan semestinya berasas nilai publikasi HPS sebesar USD. 3.765.712;
- Bersama-sama dengan Tersangka Dimas Werhaspati dan tersangka Agus Purwono mengkondisikan agar kapal Suezmax milik PT Jenggala Maritim Nusantara dimenangkan dalam proses pengadaan tender time charter di PT Pertamina International Shiping dengan langkah mencantumkan syarat nan hanya bisa dipenuhi oleh kapal Suezmax milik PT Jenggala Maritim Nusantara.
Peran Para Tersangka Korupsi Pertamina
6. Tersangka Hasto Wibowo (HW) selaku Mantan SVP Integreted Supply Chain 2018-2020
- Melakukan kesepakatan dengan Tersangka Martin Haendra Nata dan Edward Corne untuk melakukan penunjukan langsung kepada Trafigura Asia Trading Pte.Ltd sebagai penyedia dalam pengadaan produk gasoline untuk kebutuhan Semester Pertama tahun 2021 padahal semestinya pengadaan tersebut dilakukan melalui proses pelelangan unik (semua mitra alias DMUT diundang untuk mengikuti tender/lelang) dan rupanya Trafigura Asia Trading tidak terdaftar sebagai mitra alias DMUT Pertamina nan semestinya tidak dapat mengikuti pengadaan/ lelang;
- Menyetujui dan menandatangani perjanjian penjualan solar kepada Pihak Swasta nan diketahui bahwa nilai dalam perjanjian di bawah nilai dasar.
7. Tersangka Martin Haendra (MH) selaku Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd periode November 2019-Oktober 2021 dan Senior Manager PT Trafigura (Manajemen Service) periode setelah November 2021
- Bersama-sama dengan Tersangka Hasto Wibowo dan Edward Corne bermufakat memenangkan kepada Trafigura Asia Trading Pte.Ltd dengan penunjukan langsung secara melawan norma dalam pengadaan produk gasoline untuk semester pertama tahun 2021 nan mana diketahui bahwa kepada Trafigura Asia Trading Pte.Ltd tidak terdaftar sebagai mitra alias DMUT PT Pertamina Patra Niaga nan semestinya tidak dapat mengikuti pengadaan/lelang.
8. Tersangka Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi
- Bersama-sama dengan Tersangka Agus Purwono dengan sepengetahuan Tersangka Arif Sukmara melakukan pengangkutan minyak mentah Escravos secara Coloading (pengangkutan bersama) menggunakan kapal Olympic Luna dari Afrika ke Indonesia sehingga pengadaan bisa dilakukan secara penunjukan langsung dan juga mengkondisikan nilai penawaran agar sesuai dengan mark up nilai nan sudah disepakati berbareng antara Tersangka Arif Sukmara, Tersangka Sani Dinar Saifuddin dan Tersangka Dimas Werhaspati sehingga dari selisih nilai tersebut mengakibatkan kemahalan sebesar 15 persen dari nilai publikasi HPS dan Tersangka Dimas Werhaspati mendapatkan untung sebesar 3 persen dari nilai selisih tersebut.
9. Tersangka Mohammad Riza Chalid (MRC) selaku selaku Beneficial Owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak
- Melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan Tersangka Hanung Budya, Alfian Nasution dan Gading Ramadhan Joedo secara melawan norma untuk menyepakati kerjasama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak (dengan melakukan intervensi kebijakan Tata Kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerjasama penyewaan Terminal BBM Merak nan pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM, menghilangkan skema kepemilikan aset terminal BBM Merak dalam perjanjian kerjasama, serta menetapkan nilai perjanjian nan tinggi).