Perang Dagang Trump Bakal Jadi Bumerang Bagi Ekonomi As

Sedang Trending 4 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Perang Dagang Trump Dimulai, Ekspor Tekstil-Sepatu ke AS Bakal terganggu!

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tariff reciprocal alias tarif jawaban terhadap beberapa negara mitra jual beli nan dinilai telah melakukan penerapan tarif kepada peralatan impor dari AS sebelumnya. Tarif jawaban nan diterapkan AS berkisar antara 10-39%.

Kebijakan proteksionisme AS ditujukan untuk mendorong produksi dalam negeri, lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi AS. Indonesia menjadi salah satu negara nan diberikan tariff reciprocal tersebut ialah sebesar 32%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara China (34%), EU (20%), Vietnam (46%), India (26%), Jepang (24%), Thailand (36%), Malaysia (24%), Filipina (17%),Singapura (10%). Tarif nan diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang.

Direktur Program INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, akibat tarif terhadap pasar finansial AS, Harga saham AS turun setidaknya 3%, dan terdapat penurunan nilai saham di pasar finansial Jepang (terendah dalam 8 bulan), juga pasar saham Korea Selatan (terutama nilai saham automotive).

"Harga emas meningkat (mencapai rekor tinggi di atas US$ 3160/ounce). Harga minyak bumi turun lebih dari 3%," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (3/4/2025).

Fluktuasi nilai tukar juga terjadi setelah tarif diberlakukan, Yen Jepang menguat terhadap dolar AS, di mana Yen menjadi salah satu safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi AS. Eisha menilai tarif nan diberlakukan AS bisa berpotensi menjadi boomerang bagi Ekonomi AS sendiri.

Misalnya inflasi tinggi, nilai peralatan tinggi lantaran tarif, hingga dapat berakibat pada pasar tenaga kerja AS. Lantas, gimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia?

Secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3%, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke China. Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS bakal berakibat secara langsung pada keahlian ekspor ke Negeri Paman Sam.

"Tarif tersebut bakal berakibat pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, dasar kaki, elektronik, furniture, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan," tuturnya.

"Secara teori, dengan adanya penerapan tarif maka bakal terjadi trade diversion dari pasar nan berbiaya rendah ke pasar nan berbiaya tinggi. Sehingga bakal berakibat pada biaya nan tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, dasar kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi dan lapangan pekerjaan," tambah Eisha.

Menurutnya pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan (mengurangi) akibat tarif bagi produk ekspor Indonesia ke AS. Kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial dalam memitigasi akibat dari perang jual beli dengan AS.

Pemerintah juga perlu mengoptimalkan perjanjian jual beli secara bilateral dan multilateral, CEPA, serta inisiasi perjanjian Kerjasama dengan negara non-tradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak, seperti tekstil, dasar kaki, elektronik, furniture.

Lalu produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor.

"Pemerintah perlu memberikan kebijakan Insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak dapat membantu upaya mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang jual beli AS," sebutnya.

Selain itu investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keahlian tenaga kerja juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang.

(ily/rrd)

Selengkapnya