ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kalangan pengusaha buka bunyi mengenai rencana Presiden Prabowo Subianto menghapus sistem outsourcing. Pengusaha kompak meminta pemerintah agar tetap berhati-hati dan mengkaji terlebih dahulu.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam menyampaikan rencana tersebut perlu dikaji secara teknokratis oleh akademisi. Hal ini sebagai upaya agar dapat memandang persoalan di sistem tersebut.
"Ya, jadi memang kudu ada pengkajian teknokratis ya nan dilakukan oleh akademisi mengenai outsourcing secara komprehensif. Persoalannya di mana? Apa di sistemnya alias di implementasinya? Kalau memang implementasinya nan kurang ya diperbaiki," kata Bob kepada detikaicom, Minggu (4/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bob menjelaskan perusahaan outsourcing tidak hanya berdiri di Indonesia saja, tapi juga di negara lain, seperti India dan Filipina. Bahkan di dua negara tersebut perusahaan outsourcing dapat bersaing secara global.
Bob menerangkan pemerintah bisa melakukan pembinaan ke perusahaan outsourcing untuk memperbaiki praktiknya. Menurut Bob, penghapusan outsourcing justru memperketat regulasi. Padahal pemerintah berencana melakukan deregulasi.
"Ya justru kita berambisi bukan penghapusan outsourcing, justru kita berambisi relaksasi, peraturan-peraturan gitu loh. Pemerintah sendiri kan waktu Pak Presiden di Gedung Mandiri ya, waktu itu kan juga ada bicara bahwa kita kudu melakukan relaksasi. TKDN mau direlaksasi, impor mau direlaksasi. Masa undang-undang tenaga kerjanya malah diperketat, enggak direlaksasi. Nah itu kan tujuannya agar ekonomi berguling, agar lebih banyak lagi orang nan bekerja," jelas Bob.
Senada, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mengatakan pemerintah perlu berhati-hati dalam memutuskan rencana tersebut. Menurut dia, penghapusan sistem outsourcing dibutuhkan kajian mendalam serta pertimbangan nan komprehensif.
"Kami dari pelaku upaya berambisi bahwa buahpikiran ini perlu dilakukan kajian pertimbangan nan komprehensif dengan melibatkan beragam stakeholder. Kami dari pelaku upaya bakal siap memberikan masukan saran dan pandangan. Nah sehingga kita mendapat satu keputusan nan tepat apakah memang outsourcing ini sudah layak dihapuskan, apa tidak," kata Sarman kepada detikaicom.
Sarman menilai bumi upaya tetap memerlukan perusahaan outsourcing, terutama nan bergerak di bagian jasa. Selain itu, Sarman menyebut penghapusan sistem tersebut justru semakin mempersempit lapangan pekerjaan.
Terkait pengupahan, Sarman menilai dapat dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan nan tetap dibahas pemerintah. Bahkan pemerintah bisa menerbitkan patokan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) alias Peraturan Menteri (Permen) nan mengatur tentang bayaran outsourcing.
"Memang masalah standar bayaran untuk outsourcing memang tetap perlu dimasukkan mungkin ya dalam Apakah kelak di PP alias mungkin di Permen misalnya. Tapi nan jelas bahwa memang kekhawatiran kekhawatiran nan disampaikan oleh teman-teman Serikat Pekerja itu ya itu kelak bisa didiskusikan jadi dimasukkan dalam sebuah izin sehingga mempunyai satu standar dan juga kepastian dalam perihal ini," terang Sarman.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan rencana untuk menghapus skema kerja outsourcing. Rencana tersebut bakal dikaji oleh Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional nan bakal segera dibentuk.
"Saya juga bakal meminta Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional memikirkan gimana caranya, jika bisa segera-tapi secepat-cepatnya-kita mau menghapus outsourcing," kata Prabowo dalam pidatonya di peringatan May Day 2025 di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).
(kil/kil)