ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Alfamart merupakan salah satu minimarket nan mempunyai jaringan sangat luas di Indonesia. Bahkan Alfamart juga sudah melebarkan sayap upaya dan membuka bagian di Filipina. Pasti pernah di antara detikers nan penasaran siapa sebenarnya pemilik Alfamart ini?
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah Djoko Susanto. Ya, Djoko Susanto adalah pemilik dari Alfamart, salah satu jaringan ritel nan tersebar di beragam wilayah hingga pelosok Indonesia.
Meski demikian, Alfamart nan berada di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk itu sekarang berada di bawah pengawasan kedua anak Djoko ialah Feny Djoko Susanto sebagai Presiden Komisaris, dan Budi Djoko Susanto sebagai Komisaris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Djoko Susanto sendiri masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Forbes mencatat kekayaan kekayaannya mencapai US$ 4,2 miliar alias setara Rp 64,68 triliun (kurs Rp 15.400). Hartanya ini tak dia dapat dengan mudah begitu saja.
Djoko merupakan anak ke-6 dari 10 bersaudara. Di kembali kesuksesannya sebagai bos ritel, dia hanya mengenyam pendidikan dasar saja lantaran memilih menjaga gerai keluarganya di Pasar Arjuna, Jakarta.
Pada umur 17 tahun, Djoko mulai mengelola warung-warung makanan. Dia juga menjajakan rokok dan membuka beberapa warung kelontongan lagi. Usaha dalam upaya kelontong melangkah baik, hingga sukses membuka 560 gerai nan tersebar di beragam pasar tradisional.
Namun apa daya usahanya tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Pada 1976 musibah kebakaran membikin gerai Djoko di wilayah pasar Arjuna terbakar, hingga modal 80-90% miliknya lenyap begitu saja.
Pengalaman itu lantas tidak menghentikan langkah Djoko, dia mulai bangkit dari keterpurukan di waktu nan relatif singkat. Hingga upaya kembali seperti keadaan awal dan mengembangkan penemuan lain yaitu, dengan berdagang rokok. Menurutnya kala itu rokok menjadi peralatan nan selalu laku dan banyak peminatnya.
Keberhasilan Djoko merangkul banyak pengguna menarik perhatian Putera Sampoerna nan mempunyai perusahaan tembakau dan cengkeh terbesar di tanah air kala itu. Mereka berjumpa tahun 1980 dan 5 tahun kemudian mereka sepakat untuk bekerja sama. Akhirnya 15 gerai rokok sukses dibuka di Jakarta.
Kesuksesannya membuka beberapa jaringan warung ini menarik perhatian taipan pengusaha rokok Putera Sampoerna.
Keduanya akhirnya bekerja sama membuka beberapa toko dan supermarket. Ketika Putera Sampoerna menjual upaya rokoknya ke Philip Morris, Djoko konsentrasi mengembangkan upaya ritelnya.
(igo/fdl)