ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Terpilihnya Kardinal Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV pada Kamis, 8 Mei 2025, disambut hangat oleh umat Katolik di seluruh bumi dan masyarakat dunia. Bagi banyak kalangan, termasuk para aktivis dan ahli filsafat keagamaan di Indonesia.
Dewan Pakar Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Marcellus Hakeng Jayawibawa berpandangan, momen tersebut bukan sekadar pergantian kepemimpinan rohani, melainkan awal baru bagi peran Gereja Katolik dalam merespons dinamika zaman.
“Pilihan nama Leo bukan perihal sepele. Itu adalah sinyal kuat bahwa Paus baru mau meneruskan semangat Paus Leo XIII nan dulu memperjuangkan hak-hak pekerja dan martabat manusia,” kata Hakeng dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/5/2025).
Hakeng menambahkan, Paus Leo XIV dikenal sebagai pribadi nan membumi, dekat dengan umat, dan mempunyai rekam jejak panjang dalam pelayanan di organisasi miskin dan marginal. Hal ini menurutnya penting, karena Gereja saat ini ditantang untuk bukan hanya mengajarkan moralitas dari atas mimbar, tetapi turun ke tengah problematika warga.
"Dengan latar belakang sebagai penduduk negara Amerika Serikat nan pernah menjadi misionaris dan pemimpin ordo religius, Paus Leo XIV diyakini mempunyai wawasan dunia nan bisa menjembatani ketegangan geopolitik dengan nilai-nilai kemanusiaan universal," percaya Hakeng.
Hakeng percaya, Paus Leo XIV datang pada saat bumi sedang terfragmentasi secara sosial, ekonomi, dan ekologis. Dunia menanti seorang pemimpin nan bukan hanya religius, tetapi juga profetik.
"Peran Paus tidak berakhir pada urusan internal Gereja. Dunia saat ini memerlukan bunyi moral nan berani, termasuk dalam isu-isu lintas pemisah seperti krisis iklim, ketidakadilan sosial, hingga tantangan era digital," ungkap dia.