ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Para kardinal dari seluruh bumi sekarang mulai mempersiapkan tanggal untuk penyelenggaraan conclave guna memilih paus baru.
Usai mendiang Paus Fransiskus dimakamkan pada Sabtu (26/4) di Basilika Santa Maria Maggiore Roma, para kardinal pada hari ini, Senin (28/4), diperkirakan mulai menyiapkan tanggal untuk memilih pemimpin baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puluhan kardinal saat ini sudah berada di Vatikan sejak Paus Fransiskus wafat pada 21 April lalu.
Namun, hingga kini, belum ada petunjuk mengenai kapan conclave bakal digelar.
Para mahir memperkirakan conclave kemungkinan diadakan pada 5 alias 6 Mei, beberapa hari setelah masa berkabung sembilan hari berhujung pada 4 Mei.
Para kardinal sendiri sudah mengadakan pertemuan umum sejak Paus Fransiskus wafat untuk memutuskan mengenai pemakaman dan lainnya. Mereka pada hari ini dijadwalkan mengadakan pertemuan pada pukul 09.00 pagi waktu setempat, nan kemungkinan mengenai penetapan tanggal conclave.
Sejumlah kardinal nan diwawancara media mengaku pemilihan paus kali ini tak bisa diprediksi lantaran situasi nan begitu berbeda.
"Saya percaya bahwa jika Fransiskus adalah Paus nan penuh kejutan, maka conclave ini juga bakal demikian lantaran sama sekali tidak dapat diprediksi," kata Kardinal Jose Cobo dari Spanyol dalam wawancara dengan El Pais nan diterbitkan Minggu.
Menurutnya, pada conclave sebelumnya, orang-orang sudah "bisa memandang ke mana arahnya". Namun, kali ini banyak kardinal berasal dari luar Eropa dan apalagi belum pernah berjumpa satu sama lain.
Saat ini, terdapat 252 kardinal dari Gereja Katolik seluruh dunia. Namun, hanya 135 kardinal nan berumur di bawah 80 tahun dan berkuasa melakukan pemungutan suara.
Sekitar 80 persen kardinal nan mempunyai kewenangan pilih ditunjuk oleh Paus Fransiskus. Meski begitu, perihal itu tak menjamin mereka bakal memilih paus nan serupa dengannya.
Sebagian besar kardinal dengan kewenangan pilih berumur relatif muda. Bahkan, banyak dari mereka nan baru pertama kali mengikuti conclave.
Pemungutan bunyi bakal diadakan di Kapel Sistina, nan bakal dihelat dengan sangat tertutup dan dengan prosedur nan ketat.
Proses ini bisa menyantap waktu beberapa hari, apalagi lebih lama.
Pemungutan bunyi bakal dilakukan empat kali sehari, nan terdiri dari dua kali di pagi hari dan dua kali di sore hari. Proses itu dilakukan hingga seorang kandidat memperoleh dua pertiga bunyi mayoritas.
Roberto Regoli, guru besar sejarah dan budaya Gereja di Universitas Kepausan Gregorian di Roma, mengatakan kepada AFP bahwa para kardinal bakal berupaya "menemukan seseorang nan tahu langkah membangun persatuan nan lebih besar".
"Kami berada dalam periode di mana Katolisisme mengalami beragam polarisasi, jadi saya tidak membayangkan ini bakal menjadi konklaf nan sangat cepat," ucapnya.
Menggemakan perihal itu, Kardinal Dieudonne Nzapalainga dari Republik Afrika Tengah mengatakan kepada surat berita Italia Il Messaggero bahwa Paus baru kudu mempunyai hati nan universal dan mencintai semua benua.
"Kita tidak boleh memandang warna kulit alias asal usul," katanya, seperti dikutip AFP.
"Kita memerlukan pemimpin nan berani, tegas, bisa berbincang dengan penuh kekuatan, memegang kendali Gereja dengan mantap meski di tengah badai... [serta] menawarkan stabilitas di era ketidakpastian nan besar," pungkasnya.
(blq/bac)