ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan uji stres terhadap perbankan untuk mengantisipasi akibat kebijakan tarif nan diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK Dian Ediana Rae menyampaikan pihaknya terus melakukan uji stres (stress test) secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk memandang akibat dari perubahan kondisi ekonomi.
"OJK melakukan stress test baik secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk memandang akibat dari perubahan kondisi ekonomi, termasuk pengaruh penerapan tarif impor AS dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap perbankan," kata Dian dalam keterangannya, Senin (28/4/2025).
Sejauh ini, pihaknya menilai bahwa rasio permodalan (CAR) perbankan tergolong tinggi dan bisa menyerap potensi peningkatan akibat kredit, akibat pasar, dan akibat likuiditas. Pada Februari 2025, keahlian intermediasi perbankan relatif stabil dengan profil akibat nan terjaga, di mana NPL gross 2,22% dan NPL Net 0,81% serta LaR 9,77%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kredit perbankan tetap melanjutkan double digit growth sebesar 10,30% secara tahunan menjadi Rp 7.825 triliun dengan angsuran investasi tumbuh tertinggi ialah sebesar 14,62%, diikuti oleh angsuran konsumsi 10,31%, sedangkan angsuran modal kerja tumbuh 7,66%.
"Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan angsuran ialah sebesar 10,93% yoy dan berasas kategori debitur, angsuran korporasi tumbuh sebesar 15,95%, sementara angsuran UMKM tumbuh sebesar 2,51%," terang Dian.
Pihaknya juga meminta kepada perbankan agar secara proaktif melakukan asesmen terhadap perkembangan nan terjadi di dunia maupun domestik dan mempersiapkan langkah-langkah nan dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan dimaksud. Selain itu, OJK terus berupaya memperkuat fondasi sistem finansial salah satunya melalui upaya pendalaman pasar finansial untuk meningkatkan ketahanan dan efisiensi intermediasi perbankan di tengah gejolak global.
Sementara itu, di tengah dinamika perekonomian dunia nan dipengaruhi beragam aspek seperti kebijakan tarif Trump, potensi perlambatan aktivitas ekspor impor, serta perubahan nilai tukar, sektor perbankan syariah tetap menunjukkan ketahanan bakal pengaruh rambatan nan muncul pada sektor perbankan secara keseluruhan.
Secara nasional, perbankan syariah tercatat mempunyai eksposur akibat pasar nan secara umum lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional. Dengan begitu, dapat berkedudukan sebagai penopang stabilitas dalam sistem finansial nasional secara keseluruhan. Meski begitu, perbankan syariah tetap perlu melakukan mitigasi akibat terhadap akibat kebijakan penerapan tarif nan dapat mempengaruhi keahlian debitur tertentu.
"OJK mendorong perbankan syariah semakin menguatkan awareness terhadap perkembangan makro ekonomi dunia maupun domestik, meminta perbankan syariah secara konsisten menerapkan manajemen akibat sesuai dengan ketentuan nan berlaku, termasuk melakukan assessment lanjutan terhadap debitur nan mempunyai exposure pada sektor terdampak, dan melakukan mitigasi lebih awal terhadap potensi akibat nan mungkin terjadi dari akibat kebijakan tarif. Perbankan syariah juga kudu bisa mencari kesempatan nan timbul dari kondisi saat ini," jelas Dian.
(rea/ara)