Nyaring Bunyi Peluit Juru Parkir Minimarket, Menagih Janji Pramono Pungli Jalan

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Jakarta terus bergulat dengan masalah klasik: Parkir Liar. Di tengah terus bertambahnya jumlah kendaraan, kesiapan lahan parkir tak sebanding. Akibatnya, banyak kendaraan terpaksa diparkir di pinggir jalan, apalagi di atas trotoar. Kondisi ini menjadi lahan subur bagi ahli parkir liar nan kerap mematok tarif semaunya.

Kasus terbaru terjadi di area Tanah Abang. Seorang pengendara memviralkan pengalaman buruknya dipalak Rp60 ribu oleh tukang parkir liar. Jeritan itu pun terdengar hingga ke Balai Kota. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, langsung merespons.

Namun, alih-alih menyalahkan organisasi masyarakat (ormas) nan kerap dikaitkan dengan pengelolaan parkir liar, Pramono menekankan pentingnya reformasi sistem parkir itu sendiri.

"Parkir liar nan bakal diperbaiki bukan apakah dengan ormas alias tidak. Saya minta diperbaiki pertama adalah sistemnya. Tidak bisa lagi tidak digitalisasi. Harus digitalisasi, itu bisa diterapkan,” tegas Pramono saat ditemui pekan lampau di Jakarta.

Pramono mau seluruh transaksi parkir dilakukan secara nontunai namalain cashless. Menurutnya, hanya dengan sistem digital nan transparan, pungutan liar bisa ditekan.

“Kalau sistem sudah mengatur, maka siapa pun nan bekerja sama, termasuk ormas, tetap dalam pengawasan. Kalau ada pembagian keuntungan, ya transparan, terbuka, bisa diakses siapa pun,” lanjutnya.

Landasan norma soal parkir sebenarnya sudah jelas. Berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2007, Pasal 10 dan Pasal 11 menegaskan bahwa hanya pihak nan mendapat izin dari gubernur alias pejabat berkuasa nan berkuasa memungut tarif parkir di tempat umum.

Dengan demikian, jika ormas mempunyai izin resmi, maka keberadaannya tak melanggar aturan. Masalah muncul ketika pengelolaan dilakukan tanpa izin dan tanpa sistem akuntabel.

Seorang ahli parkir liar berlindung di dalam bilik mini sebuah toko waralaba nan terletak di area Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur, untuk menghindari razia petugas Dinas Perhubungan.

Konsesi Ormas: Warisan Politik Masa Lalu?

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyebut kejadian parkir liar tak lepas dari kebijakan masa lalu. Menurutnya, pada era Gubernur Anies Baswedan, konsesi pengelolaan parkir diberikan kepada ormas sebagai corak balas jasa politik.

“Di Jakarta itu banyak parkir nan uangnya tidak masuk ke kas pemda, tapi ke ormas. Dulu zamannya Anies banyak konsesi kayak gitu. Untuk bantu pemilihan, lampau konsesinya penguasaan parkir. Tidak hanya di Jakarta, di wilayah juga sama,” kata Djoko nan juga pengajar Teknik Sipil Unika Soegijapranata.

Dia berharap, Gubernur Pramono bisa mengambil langkah revolusioner, seperti nan dilakukan Ignasius Jonan saat membenahi PT KAI.

“Belajar dari PT KAI, itu bisa ditiru,” sarannya.

Fakta lainnya, potensi parkir Jakarta tetap jauh dari maksimal. Data Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat perubahan pendapatan sejak 2014. Pada 2014, pendapatan hanya Rp26,7 miliar dan mencapai puncaknya Rp107 miliar pada 2017, namun kembali menurun dan stagnan di kisaran Rp50-57 miliar dalam lima tahun terakhir.

Anggota Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta, Muhamad Taufik Zoelkifli, menilai PAD dari parkir semestinya bisa mencapai Rp600 miliar per tahun.

“Yang tercatat baru sekitar Rp33 miliar, jadi hanya 5 persen dari potensi nan semestinya bisa masuk,” ujarnya.

Taufik menyoroti banyaknya letak parkir resmi nan tak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Alat parkir ada, namun tak digunakan. Justru, nan muncul ahli parkir liar.

“Nah ini nan sedang kita benahi lewat Pansus Perparkiran,” tegas dia.

Siapa Berwenang Kelola Parkir Minimarket ?

Selain itu, Taufik juga menyebut ada persoalan lain nan kudu diperhatikaan pemerintah, ialah keresahan penduduk nan merasa dipalak saat hanya mampir sebentar, perihal ini sangat beralasan.

“Itu kan orang hanya datang dua menit. Tapi jadi tanggung jawab minimarket lantaran itu "rumah" dia,” kata dia.

Namun dia tak menampik, pengelola minimarket sering kali tak berdaya. Banyak ahli parkir liar ‘bernaung’ di bawah pihak-pihak kuat. Taufik menyarankan agar pengelolaan parkir di minimarket diserahkan ke Unit Pengelola Perparkiran.

“Apakah bisa sebuah minimarket membisniskan selain dari jualan? Kalau bisa, kelak kita atur apakah masuk on-street alias off-street. Kalau on-street, petugas resmi nan jaga. Kalau off-street, mereka bisa atur sendiri,” jelasnya.

Lantas, siapa nan bertanggung jawab menindak parkir liar? Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, menyebut pihaknya hanya bekerja mendampingi, bukan menertibkan langsung. Penindakan menjadi ranah Dinas Perhubungan.

"Satpol PP bisa masuk ke penataan trotoar, tapi urusan parkir di trotoar itu domainnya Dishub,” ujar Satriadi.

Kucing-kucingan Petugas vs Juru Parkir Liar

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan, Syafrin Liputo, mengakui upaya penertiban parkir liar selalu menghadapi ‘permainan kucing-kucingan’.

“Ketika tidak ada petugas, mereka muncul. Begitu petugas datang, mereka menghilang,” ungkap Syafrin.

Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak tertipu dan menolak parkir di letak nan dilarang, meskipun diarahkan oleh seseorang nan mengaku ahli parkir.

“Kalau ada nan menyuruh parkir di tempat terlarang, itu pasti ahli parkir liar. Jangan diikuti,” tandasnya.

Selengkapnya