ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Masa depan pekerjaan digambarkan bakal mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya teknologi.
Menurut laporan terbaru dari World Economic Forum (WEF) nan berjudul Future of Jobs Report 2025 menemukan bahwa sebanyak 41% pengusaha berencana mengurangi jumlah tenaga kerja mereka dan digantikan oleh kecanggihan teknologi kepintaran buatan alias AI.
Mengutip CNBC Make It, nomor itu apalagi lebih tinggi di Amerika Serikat, di mana 48% responden mengatakan mereka berencana untuk mengangkat strategi tersebut.
Kendati statistik itu mungkin mengkhawatirkan, namun bukan berfaedah bahwa bakal ada krisis ketenagakerjaan nan bakal datang, menurut Till Leopold, penulis utama studi tersebut dan Kepala Pekerjaan, Upah, dan Penciptaan Pekerjaan di World Economic Forum (WEF).
"Kami tidak memandang skenario 'kiamat pekerjaan' nan terkenal ini," kata Leopold kepada CNBC Make It.
Sebaliknya, Leopold berpikir bahwa ini adalah masalah peningkatan keterampilan. Laporan Future of Jobs Report 2025 menemukan bahwa 77% pemberi kerja berupaya meningkatkan keahlian tenaga kerja mereka saat ini agar dapat bekerja lebih baik berbareng AI, sementara 47% berupaya mentransisikan tenaga kerja dari peran nan menurun ke peran lain dalam organisasi.
"Hal terpenting bukanlah bahwa kita mungkin tidak mempunyai cukup pekerjaan. Masalahnya adalah pekerjaan mungkin terlihat sangat berbeda," katanya.
Leopold mengatakan bahwa pekerjaan nan paling mungkin terpengaruh sebagian besar adalah pekerjaan kerah putih alias pekerja kantoran nan sangat berfokus pada entri data, seperti pekerjaan manajemen dan paralegal, nan menurutnya sebagian besar sejalan dengan apa nan telah ditemukan dalam jenis laporan sebelumnya.
Penambahan nan lebih baru mencakup pekerjaan akuntansi dan kreasi grafis, lantaran model AI generatif nan lebih baru telah meningkatkan keahlian untuk keduanya.
"Apakah pekerjaan akuntansi, kreasi skematis seperti nan ada saat ini tetap ada dalam lima tahun? Saya pikir apa nan diberitahukan kepada kita dengan sangat jelas adalah, Tidak. Pekerjaan jenis baru nan pada dasarnya adalah jenis nan telah berevolusi," paparnya.
Laporan terbaru lainnya menguatkan temuan World Economic Forum.
Survei kepala finansial pada bulan Juni 2024 nan dilakukan oleh Universitas Duke dan Federal Reserves of Atlanta dan Richmond menemukan bahwa 37% responden telah menggunakan kepintaran buatan untuk menyelesaikan tugas nan sebelumnya dilakukan oleh karyawan. Adapun 54% berencana untuk melakukannya selama tahun depan, termasuk 76 persen perusahaan besar.
Namun, seperti Leopold, John Graham, seorang guru besar finansial di Duke dan kepala akademik survei tersebut, tetap percaya bahwa tidak bakal ada banyak PHK.
"Dalam jangka pendek, ini bakal lebih tentang menutup beberapa lubang dan mungkin tidak mempekerjakan seseorang nan semestinya mereka miliki tetapi tidak memberhentikan seseorang," katanya kepada CNN.
Studi lain oleh Bloomberg Intelligence melukiskan gambaran nan kurang cerah, khususnya di Wall Street. Dikatakan bahwa bank dapat memangkas hingga 200.000 pekerjaan dalam lima tahun ke depan lantaran kepintaran buatan. Hampir seperempat responden mengindikasikan penurunan tajam ialah antara 5% dan 10% dari tenaga kerja mereka.
Namun, terlepas dari temuan penelitian tersebut, penulis Tomasz Noetzel setuju dengan Leopold dan Graham.
"Setiap pekerjaan nan melibatkan tugas rutin dan berulang berisiko. Namun AI tidak bakal menghilangkannya sepenuhnya, melainkan bakal mengarah pada transformasi tempat kerja," katanya.
Mengenai masa depan, Leopold menyarankan bahwa soft skills bakal memainkan peran utama.
"Kita memerlukan apa nan kita sebut 'keterampilan manusia' [seperti] kreativitas, kolaborasi, ketahanan, ketangkasan. Ini menjadi sangat penting," ungkapnya.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Marak Pencurian Data, Begini Solusi Keamanan Super Canggih AMD
Next Article 4 Profesi Ini Tak Akan Digantikan AI pada Masa Depan