ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Malaysia tengah mempertimbangkan untuk mengikuti jejak Singapura memperketat larangan penggunaan rokok elektrik alias vape.
Wacana ini menarik perhatian setelah sejumlah master kesehatan dan aktivis mendesak pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengambil langkah tegas menyusul meningkatnya penggunaan vape, khususnya di kalangan remaja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pejabat senior dari Consumers' Association of Penang (CAP), N.V. Subbarow, menilai Malaysia perlu meniru pendekatan Singapura nan memperlakukan penggunaan vape sebagai penyalahgunaan narkoba.
"Di negara kita, sebagian besar vape mengandung bahan rawan dan adiktif, termasuk etomidate. Jangan sampai masalah ini dianggap sepele," ujar Subbarow, Selasa (19/8).
Dikutip The Straits Times, Singapura sendiri telah melarang vape sejak 2018. Di bawah patokan nan berlaku, kepemilikan, penggunaan, alias pembelian vape bisa dikenai denda hingga 2.000 dolar Singapura alias sekitar Rp25.132.000.
Pada 17 Agustus lalu, pemerintah Singapura mengumumkan zat etomidate ke dalam daftar narkotika Kelas C.
Dengan begitu, pengguna vape nan mengandung unsur tersebut dapat dikenai program rehabilitasi seperti halnya penyalahguna narkoba.
Etomidate sejatinya digunakan master sebagai obat bius singkat. Namun, penyalahgunaan unsur ini berisiko menimbulkan fatamorgana hingga kerusakan organ permanen.
Menteri Kesehatan Malaysia Dzulkefly Ahmad sebelumnya menyatakan pihaknya tetap melakukan kajian sebelum memutuskan apakah etomidate bakal dimasukkan dalam kategori narkotika rawan di bawah Undang-Undang Narkotika 1952.
"Kami tidak bakal terburu-buru tanpa bukti ilmiah nan cukup," katanya pada 30 Juli lalu.
Menurut survei CAP, jumlah perokok konvensional di Malaysia sekarang menurun.
Namun, penggunaan vape dan rokok elektrik di kalangan pelajar dan anak muda justru meningkat, termasuk di kalangan wanita muda.
Selama ini, pemerintah memang menerapkan sejumlah patokan ketat soal penggunaan vape. Bahkan, sejumlah negara bagian di Malaysia seperti Johor telah melarang penjualan vape sejak 2016. Namun, penerapan dan penegakan hukumnya masih sulit.
"Mereka menganggap ini pilihan pribadi dan bagian dari kewenangan kesetaraan. Saatnya kreator undang-undang menyuarakan ancaman unsur narkotika dalam cairan vape dan mengambil tindakan tegas," tegas Subbarow.
Senada, Presiden Ikram Health Malaysia, Mohd Afiq Mohd Nor, menyebut konsistensi krusial agar masalah ini tidak semakin parah.
Presiden Malaysian Pharmacists Society (MPS), Amrahi Buang, juga menegaskan sikap nol toleransi terhadap vape.
"Kami sudah mengangkat rumor ini sejak 2015. Ancaman vape betul-betul rawan bagi rakyat dan bangsa," ujarnya.
Meski begitu, sejumlah pihak mengingatkan agar langkah Malaysia dilakukan berasas kajian ilmiah. Presiden Malaysian Organisation of Vape Entities, Samsul Kamal Ariffin, meminta keputusan tidak didasarkan pada persepsi semata.
Sementara itu, master norma Mohamed Haniff Khatri Abdulla menilai jika Malaysia mau meniru Singapura, pemerintah perlu melakukan beragam studi dan pengetesan untuk memastikan unsur mana nan legal maupun terlarang.
Ketua Pilihan Khas Parlemen untuk Kesehatan, Suhaizan Kayat, menyebut salah satu opsi nan bisa ditempuh adalah melalui amandemen Undang-Undang Produk Merokok untuk Kesehatan 2024 guna melarang penggunaan vape.
(zdm/rds)
[Gambas:Video CNN]