ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka bunyi mengenai kebijakan nan mengharuskan pemegang polis asuransi alias pengguna menanggung paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim. Aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu rencananya bertindak mulai 1 Januari 2026.
Budi Gunadi mengatakan dirinya bakal mempelajari lebih lanjut mengenai patokan tersebut. Meski demikian berasas pengalamannya di perusahaan asuransi, penerapan pembagian akibat (co-payment) pada produk asuransi dinilai bagus untuk mendidik pemegang polis agar menjaga kesehatan.
"Saya rasa itu bagus untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta agar mereka menjaga kesehatan, jika bisa jangan sampai sakit," kata Budi Gunadi dalam aktivitas International Conference on Infrastructure (ICI) di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi Gunadi mencontohkan pada produk asuransi kendaraan nan membebani pemilik polis dengan biaya klaim. Dengan demikian masyarakat bakal lebih hati-hati dalam berkendara.
"Ada bagusnya dengan adanya co-payment ini sehingga sama seperti asuransi kendaraan gitu ya, kan selalu jika kita ada tabrakan, kita mesti bayar sedikit dulu. Itu saya rasa sih bagus dengan demikian men-drive agar masyarakat lebih hati-hati dalam berkendara lantaran dia tahu jika ada apa-apa, dia tetap kudu mengeluarkan duit walaupun sedikit," imbuhnya.
Sebelumnya, OJK mengeluarkan patokan baru nan mengharuskan produk asuransi kesehatan menerapkan pembagian akibat (co-payment) kepada pemegang polis alias peserta paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim. Kebijakan ini bertindak mulai 1 Januari 2026.
Ketentuan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dengan demikian setiap pemegang polis wajib bayar minimal 10% dari total klaim saat menggunakan jasa kesehatan.
"Produk asuransi kesehatan kudu menerapkan pembagian akibat (co-payment) nan ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung alias peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim," tulis SE tersebut.
OJK menetapkan pemisah maksimum nan kudu dibayar peserta sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim. Meski begitu, perusahaan asuransi bisa menetapkan nilai lebih tinggi jika disepakati dalam polis.
"Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah dapat menerapkan pemisah maksimum nan lebih tinggi sepanjang disepakati antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah dengan pemegang polis, tertanggung alias peserta serta telah dinyatakan dalam polis asuransi," ujar OJK dalam arsip nan sama.
Pembagian akibat (co-payment) ini bertindak untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip tukar rugi (indemnity) dan produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan nan terkelola (managed care). Sementara itu, dikecualikan untuk produk asuransi mikro.
"Pembagian akibat (co-payment) bagi skema pelayanan kesehatan nan terkelola (managed care) mulai diberlakukan untuk akomodasi kesehatan tingkat lanjutan," jelasnya.
Simak juga Video: BPJS Belum Sempurna, Menkes Sebut Masyarakat Masih Perlu Asuransi Swasta
(aid/ara)