ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Setiap tahun, bumi merayakan Hari Pers, sebuah momen untuk mengingat kembali peran krusial pers dalam membentuk masyarakat dan negara. Namun, seremoni tersebut sering kali tidak terlihat semeriah nan dibayangkan.
Hari Pers bukan hanya tentang seremoni alias pidato-pidato nan membicarakan kebebasan, demokrasi, dan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Terkadang, nan tampak adalah meja kerja nan berantakan, tumpukan buletin nan belum terselesaikan, dan ingatan tentang rekan-rekan nan telah gugur dalam tugas.
Bagi banyak jurnalis, kata-kata "kami bukan pahlawan" menjadi sebuah realita pahit nan mengingatkan bahwa meskipun wartawan seringkali menjadi saksi sejarah, mereka tidak mencari gelar alias pujian. Mereka menjalankan tugas mulia untuk mencatat kebenaran, meskipun di tengah ancaman alias ancaman nan mengintai.
Dalam setiap tulisan, setiap laporan, mereka berupaya menegakkan nilai-nilai kebebasan dan demokrasi, meskipun kerap kali kudu bayar nilai nan sangat mahal.
Hari Pers semestinya menjadi momen refleksi, bukan sekadar pesta. Sebuah pengingat bahwa di kembali layar pemberitaan dan di tengah ketakutan nan mendera, ada kepercayaan nan tak boleh padam: bahwa meskipun menghadapi segala tantangan, seseorang kudu tetap menulis. Seseorang kudu tetap bersaksi.
Meskipun itu adalah narasi terakhir. Meskipun itu adalah pengorbanan nan tak terbayarkan.
Hari ini, ketika kita memperingati Hari Pers, marilah mengingat bukan hanya pada mereka nan telah mengorbankan hidupnya dalam menjalankan tugas jurnalisme, tetapi juga mereka nan terus berjuang tanpa henti untuk mengungkapkan kebenaran.
Semangat mereka adalah semangat nan tak boleh padam, dan semoga tetap menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjaga kebebasan pers sebagai fondasi nan tak tergoyahkan dalam setiap demokrasi.
Selamat Hari Pers untuk seluruh wartawan di Indonesia.