ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan pemilik pagar laut di area pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten bakal dikenakan hukuman denda administratif sebesar Rp18 juta per kilometer.
Trenggono menjelaskan hukuman denda pasti bakal diberlakukan meski belum merinci soal total denda terhadap pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer nan ada di perairan Tangerang tersebut.
"Belum tahu persis (totalnya), itu berjuntai pada luasan. Kalau (pagar di perairan Tangerang) itu kan 30 kilometer ya, per kilometer Rp18 juta," kata Sakti wahyu Trenggono saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (22/1/2025) dilansir Antara.
Trenggono menjelaskan bahwa pengungkapan siapa pemilik pagar laut tetap dilakukan pendalaman dengan berkoordinasi berbareng Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid.
"Begitu kita dapat (pelakunya) bakal didenda. Dari kami hukuman denda lantaran lebih ke arah hukuman administratif, jika ada unsur pidana itu kepolisian," kata Trenggono.
Sebelumnya, Menteri ATR Nusron Wahid menyebut ada dua orang nan terindikasi pelaku dan selanjutnya menjadi bahan obrolan untuk diserahkan kasusnya kepada abdi negara penegak hukum.
KKP telah memanggil dan menerima pemeriksaan dua orang nelayan nan mengeklaim memasang pagar laut itu. Pemeriksaan terhadap nelayan nan mengaku memasang pagar laut tersebut tetap berlangsung.
Pemasangan pagar laut di perairan Tangerang ini juga menjadi bahan koreksi KKP untuk memantau seluruh pergerakan melalui sistem "Ocean Big Data".
"Saya koreksi dan perbaiki terus dengan sistem. Sebenarnya jika kita sudah terimplementasi semuanya nan Ocean Big Data sudah ketahuan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan.
Baca juga AHY Mengaku Tidak Tahu Masalah Pagar Laut: Saya Tidak Dapat Laporan
Ratusan nelayan di Tangerang mendukung pembongkaran pagar laut sepanjang 30 kilometer. Mereka mendukung pembongkaran lantaran pagar laut itu mengganggu dan membikin rugi para nelayan.
Ada Dua Perusahaan nan Kantongi HGB di Kawasan Pagar Laut Tangerang
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkap dua perusahaan nan mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di area Pagar Laut Tangerang. Pagar laut itu berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
Rinciannya, HGB itu dimiliki perusahaan PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bagian dan PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang. Selain itu, ada nan dimiliki perseorangan sebanyak 9 bidang. Totalnya ada 263 SHGB nan diterbitkan di letak tersebut.
"Jumlahnya 263 bagian dalam corak SHGB atas nama PT Intan Agu Makmur sebanyak 234 bagian dan atas nama PT Cahaya Inti Sementara Sentosa sebanyak 20 bidang," kata Nusron Wahid di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Senin (20/1/2025).
"Kemudian atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang, kemudian ada juga SHM Surat Hak Milik atas 17 bidang," sambungnya.
Panggil Kanwil Banten dan Badan Pertanahan Tangerang soal Penerbitan Sertifikat HGB
Kementerian ATR/BPN telah meminta keterangan kepala Kanwil Banten dan instansi pertanahan Kabupaten Tangerang, mengenai terbitnya sertifikat HGB di kawasan pagar laut sepanjang lebih dari 30 km.
Kanwil ATR/BPN Banten dan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang mengaku telah memberikan seluruh info dan bukti mengenai terbitnya sertifikat tanah di atas lautan tersebut.
"Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten sudah memenuhi panggilan rapat berbareng Kementerian ATR/BPN. Data, dan info seputar pemberitaan dimaksud nan telah dilaporkan alias disampaikan langsung ke Kementerian ATR/BPN," ujar Kasubag Humas ATR/BPN Banten, Muti, melalui pesan elektroniknya, Selasa, (21/01/2025).
Berdasarkan keterangan nan disampaikan Kepala ATR/BPN Banten dan Kabupaten Tangerang itu, kementerian bakal melakukan investigasi penyebab terbitnya sertifikat HGB di lautan.
"Kementerian ATR/BPN juga bakal melakukan pengecekan, pemeriksaan, dan koordinasi dengan dirjen teknis terkait, termasuk berkoordinasi dengan kementerian lembaga terkait," kata Muti.
Kantor ATR/BPN Banten belum mau berkomentar banyak mengenai terbitnya sertifikat HGB di atas laut nan telah dipagari tersebut. Begitupun mengenai rincian terbitnya surat tanah diatas laut itu, ATR/BPN belum mau memberikan keterangannya.
"Data ini sudah disampaikan oleh Kanwil BPN Banten dan Kantah Kabupaten Tangerang dalan rapat internal dengan Kementerian ATR/BPN sebagai info investigasi awal Kementerian ATR/BPN, minta ditunggu kelak hasilnya seperti apa kelak disampaikan oleh pusat," jelasnya.
Pagar Laut Tangerang Jadi Momentum Pemerintah Periksa Kasus Serupa di Seluruh Indonesia
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran mengenai pagar laut Tangerang. Adanya publikasi Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah perairan pesisir Tangerang ini merupakan pelanggaran serius.
"Pengakuan Menteri ATR/BPN menjadi bukti keras adanya praktik kolusi antara oknum pejabat di ATR/BPN, Pemerintah Daerah, dan pihak Perusahaan dan perseorangan dalam menabrak patokan norma dengan menerbitkan HGB dan SHM terlarangan di atas laut," tegas Ketua Umum KNTI Dani Setiawan dalam keterangan tertulis, Rabu (22/1/2025).
Seperti diketahui, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid mengungkapkan bahwa 263 bagian HGB nan dimiliki oleh 2 Perusahaan dan perorangan, di antaranya PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, serta atas nama perorangan sebanyak 9 bidang. Selain itu, terdapat 17 bagian nan mempunyai Sertifikat Hak Milik.
Bukti ini juga semestinya dapat memandu abdi negara penegak norma untuk mengusut dan memproses norma pelaku pemagaran laut terlarangan nan melintang sepanjang 30 KM di perairan laut Tangerang.
Pemberian kewenangan di atas laut tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal ini juga ditegaskan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 atas perkara pengetesan UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, nan melarang pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) lantaran bertentangan dengan konstitusi dan prinsip keadilan sosial.
Artinya, tidak mungkin ada publikasi HGB alias SHM di atas laut. Jika itu terjadi, maka itu merupakan praktik ilegal. Karena itu, KNTI mendorong agar abdi negara penegak norma segera bertindak melakukan penyelidikan dan investigasi secara cepat.
Dani menyatakan, langkah sigap kudu dilakukan dengan mencabut pagar dan mengusut para pelaku dan membawanya ke proses hukum. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menjaga wibawa negara atas penghinaan terhadap negara dengan mempermainkan norma nan dilakukan melalui praktik kolusi oknum penguasa-pengusaha untuk mengambil untung dalam memanfaatkan sumber daya alam secara tidak sah.
Praktik ini telah nyata mengorbankan kepentingan rakyat, terutama nelayan nan menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumber daya alam di laut Tangerang.
KNTI juga mendesak agar kasus ini sekaligus menjadi momentum Pemerintah untuk memeriksa kasus-kasus serupa di banyak wilayah di Indonesia. Kasus pemagaran laut di Tangerang merupakan potret mini dari banyak modus perampasan ruang laut (ocean grabbing) nan berakibat negatif kepada nelayan kecil.
Hal tersebut dapat berupa aktivitas reklamasi Pantai, penambangan pasir, alias pengkavlingan wilayah laut untuk kepentingan upaya komersil tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan. Praktik semacam ini dalam banyak kasus menyebabkan nelayan tersingkir dari wilayah tangkapnya dan kesulitan untuk mencari ikan.
Pemiskinan Nelayan
Sesungguhnya di Indonesia saat ini sedang terjadi suatu kontestasi nan tidak seimbang dalam pemanfaatan ruang laut antara nelayan mini dan pemilik modal nan mempunyai akses kepada kekuasaan, nan dalam banyak kasus, nelayan selalu kalah dan menjadi korban.
"Jika perihal ini terus dibiarkan, maka proses marjinalisasi dan pemiskinan nelayan dan masyarakat pesisir bakal terus terjadi melalui praktik privatisasi ruang laut nan sering menggunakan kedok pembangunan dan investasi," kata Dani.
KNTI juga mendesak agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkatkan pengawasan terhadap praktik-praktik privatisasi ruang laut nan meminggirkan kewenangan nelayan mini untuk mencari ikan. Tugas KKP semestinya memastikan dan menjaga agar pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan di wilayah pesisir serta menjaga agar lingkungan laut tetap lestari dan berkelanjutan.