ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Kualitas hidup penduduk Korea Selatan semakin menurun. Hal ini terlihat dari meningkatnya nomor bunuh diri, rendahnya tingkat kepuasan hidup, serta melemahnya hubungan keluarga.
Melansir The Korea Herald, berasas laporan tahunan Indikator Kualitas Hidup 2024 dari Badan Statistik Korea mengungkapkan, skor kepuasan hidup subjektif penduduk Korea Selatan turun menjadi 6,4 dari 10 pada tahun 2023, turun 0,1 poin dari tahun sebelumnya. Angka ini menandai penurunan pertama dalam empat tahun sejak mencapai 6,0 pada tahun 2019.
Jika dibandingkan dengan negara lain dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Korea Selatan menempati ranking ke-33 dari 38 negara dengan skor rata-rata 6,06, jauh di bawah rata-rata dunia 6,69. Hanya Portugal, Hungaria, Yunani, Kolombia, dan Turki nan berada di bawahnya, sementara Finlandia menduduki ranking pertama dengan skor 7,74.
Tingkat kepuasan hidup ini sangat berjuntai pada pendapatan. Mereka nan berpenghasilan di bawah 1 juta won (sekitar Rp11 juta) per bulan mempunyai tingkat kepuasan hidup lebih rendah, dengan skor 5,7. Sementara itu, orang-orang dengan penghasilan di atas 5 juta won (sekitar Rp55 juta) melaporkan kepuasan hidup lebih tinggi, ialah 6,6.
Angka Bunuh Diri Meningkat Drastis
Lebih mengkhawatirkan lagi, tingkat bunuh diri di Korea kembali melonjak. Pada tahun 2023, jumlah kasus bunuh diri meningkat 2,1 poin menjadi 27,3 kasus per 100.000 orang. Ini merupakan nomor tertinggi dalam sembilan tahun terakhir, menyamai tingkat nan tercatat pada tahun 2014.
Yang lebih mengejutkan, laki-laki Korea Selatan nyaris dua kali lebih rentan terhadap bunuh diri dibandingkan wanita. Tingkat bunuh diri laki-laki melonjak dari 35,3 menjadi 38,3 per 100.000 jiwa pada tahun 2023. Sementara itu, nomor bunuh diri wanita juga meningkat, dari 15,1 menjadi 16,5.
Risiko bunuh diri juga meningkat seiring bertambahnya usia, dengan golongan usia 80 tahun ke atas mencatat tingkat bunuh diri tertinggi, ialah 59,5 per 100.000 jiwa, diikuti oleh mereka nan berumur 70-an dengan nomor 39.
Sebaliknya, pada golongan remaja, usia 10 hingga 19 tahun, justru remaja wanita nan lebih banyak mengalami bunuh diri dibandingkan remaja laki-laki. Angka bunuh diri pada remaja wanita tercatat sebesar 8,8 per 100.000 jiwa, lebih tinggi dibandingkan 7,1 pada remaja laki-laki.
Korea Selatan juga tetap jadi negara nan memegang rekor dengan tingkat bunuh diri tertinggi di antara 38 negara personil OECD. Pada tahun 2021, tingkat bunuh diri Korea berada di nomor 24,3 per 100.000 jiwa. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Lithuania nan berada di posisi kedua dengan 18,5 dan Slovenia di urutan ketiga dengan 15,7. Sebagai perbandingan, Yunani mencatat tingkat bunuh diri terendah, ialah hanya 3,5 per 100.000 jiwa.
Selain bunuh diri, parameter lain nan menunjukkan menurunnya kualitas hidup di Korea adalah melemahnya hubungan keluarga. Kepuasan terhadap hubungan family turun menjadi 63,5% pada tahun 2023, turun satu persen dari tahun sebelumnya. Indeks kepercayaan antar perseorangan juga melemah, hanya 52,7%, lebih rendah dari 59,3% nan tercatat pada tahun 2021.
Tekanan hidup semakin berat dengan meningkatnya biaya pendidikan, nan naik 3,2% menjadi 60,9% pada tahun 2023. Waktu senggang juga berkurang, dengan rata-rata waktu santuy masyarakat Korea hanya 4,1 jam per hari, turun 0,1 jam dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, jumlah hari perjalanan tahunan per orang sedikit meningkat menjadi 8,95 hari, menandakan pemulihan pascapandemi meski tetap di bawah rata-rata 10 hari sebelum 2020.
Ketenagakerjaan Naik, tapi Tidak Merata
Di tengah beragam kesulitan, ada sedikit berita baik. Tingkat ketenagakerjaan di Korea Selatan mencapai 62,7% pada tahun 2024, naik tipis dari 62,6% tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya partisipasi wanita dalam bumi kerja. Namun, di sisi lain, tingkat ketenagakerjaan laki-laki justru menurun 0,4% menjadi 70,9%, sementara tingkat ketenagakerjaan wanita naik 0,6% menjadi 54,7%.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita Korea Selatan juga mencatat rekor tertinggi, naik 2,1% menjadi 42,35 juta won (sekitar Rp465 juta) pada tahun 2023. Namun, meskipun aset bersih rumah tangga meningkat menjadi 393,19 juta won (sekitar Rp4,3 miliar), jumlah ini tetap jauh dari puncaknya nan pernah mencapai 423,34 juta won pada tahun 2022.
Lantas, apa penyebab semua ini?
Meningkatnya nomor bunuh diri dan menurunnya kualitas hidup di Korea Selatan disebabkan oleh beragam faktor, termasuk tekanan ekonomi, biaya hidup nan tinggi, jam kerja panjang, serta ekspektasi sosial nan tinggi. Sistem pendidikan dan bumi kerja nan kompetitif juga turut berkontribusi pada stres nan dialami banyak orang.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara dengan perekonomian maju, banyak warganya nan tidak merasa bahagia.
Disclaimer: Informasi dalam tulisan ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan indikasi depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak nan dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 25 Tahun Hangatkan si Kecil, Transpulmin Pilihan Ibu Indonesia
Next Article Banyak Guru di Korea Selatan Bunuh Diri, Apa Penyebabnya?