Laporan Bank Dunia 60% Penduduk Ri Miskin, Kepala Bps Bilang Begini

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Bank Dunia (World Bank) melaporkan 60,3% alias sekitar 171,91 juta masyarakat Indonesia masuk dalam kategori miskin. Jumlah ini tercatat mengalami penurunan dari 61,8% pada 2023, dan 62,6% pada 2022 lalu.

Pengelompokan masyarakat miskin nan digunakan World Bank tersebut didasari dari referensi garis kemiskinan untuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas alias upper middle income dengan standar sebesar $ 6,85 PPP (Purchasing Power Parity) per kapita per hari. Perhitungan ini berbeda dengan nan dilakukan secara resmi di Indonesia nan menggunakan garis kemiskinan nasional sebesar $ 2,15 PPP per kapita per hari.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti pun buka bunyi merespons laporan tersebut. Menurutnya info nan dipaparkan Bank Dunia tidak bisa dipukul rata untuk menentukan tingkat kemiskinan suatu negara. Bahkan, Bank Dunia nan mendeklarasikan perihal tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amalia menilai masing-masing negara itu kudu bisa mempunyai national poverty line alias garis kemiskinan di negara masing-masing nan diukur sesuai dengan keunikan, maupun karakter dari negara tersebut.

"Bank Dunia sendiri juga menyampaikan bahwa dunia poverty line nan ditetapkan oleh Bank Dunia itu tidak sekonyong-konyong langsung kudu diterapkan oleh masing-masing negara," beber Amalia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).

Dia juga mengatakan poverty line alias garis kemiskinan standar Bank Dunia, banyak negara nan mempunyai garis kemiskinan di masing-masing wilayahnya nan dihitung sendiri berasas karakter dan standar hidupnya. Tak ubahnya Indonesia, secara nasional juga mempunyai standar kemiskinannya sendiri.

Garis kemiskinan nan digunakan Indonesia untuk menghitung nomor kemiskinan pun didasarkan atas garis kemiskinan di beragam daerah. Masing-masing provinsi mempunyai garis kemiskinan nan berbeda-beda nan dihitung sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah itu sendiri.

"Waktu kita menghitung nomor kemiskinan basisnya bukan national poverty line, tetapi nomor kemiskinan di masing-masing provinsi nan kemudian kita agregasikan menjadi nomor nasional," jelas Amalia.

"Dengan demikian kita bisa menunjukkan bahwa standar hidup di provinsi DKI tidak bakal sama dengan standar hidup di provinsi misalnya Papua Selatan," terangnya.

Dia menyimpulkan info nan dikeluarkan oleh Bank Dunia kudu dimaknai lebih bijak, karena tidak ada tanggungjawab suatu negara menerapkan kalkulasi nan dilakukan oleh Bank Dunia.

"Dengan demikian mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami nomor kemiskinan nan dikeluarkan oleh Bank Dunia, lantaran itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan. Tetapi memang itu hanya sebagai referensi saja," tegas Amalia.

(hal/hns)

Selengkapnya