Lamban Dan Janggal Usut Kematian Brigadir Mn Bisa Jadi Sambo Jilid Ii

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Kasus pembunuhan anggota polisi oleh atasannya kembali terjadi dan menyita perhatian publik. Pengungkapan kasus nan melangkah lama dikhawatirkan menjadikan peristiwa ini seperti kejadian nan menyeret eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo alias 'Sambo' Jilid II.

Anggota Bid Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) Brigadir Muhammad Nurhadi (MN) tewas lantaran diduga dianiaya. Ia ditemukan tewas di dasar kolam Vila Tekek di Gili Trawangan, Lombok Utara pada Rabu (16/4) lalu.

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyebut kasus ini bermulai bermula ketika korban berbareng dua atasannya ialah Kompol IMY dan Ipda HC berada di vila. Pada saat itu, mereka mendatangkan dua wanita asal Jambi ialah P dan M.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka kemudian menggelar pesta dan salah seorang dari mereka memberikan sesuatu nan diduga narkotika untuk diminum korban. Sebelum pukul 20.00 WITA, mereka berlima berendam di kolam.

Sementara tindakan penganiayaan terhadap Nurhadi terjadi pada rentang waktu pukul 20.00 hingga 21.00 WITA. Sebelum ditemukan tewas, Nurhadi disebut mencoba merayu salah satu dari dua wanita nan dibawa.

Ahli forensik Universitas Negeri Mataram Arfi Syamsun mengungkapkan korban tewas akibat dicekik lantaran ditemukan patah tulang pada tulang lidah korban.

Sejumlah luka ditemukan pada jasad korban nan tersebar di kepala, tengkuk, punggung, dan kaki, terutama kaki bagian kiri, berupa luka lecet gerus, luka memar, dan luka robek.

Arfi menyimpulkan Nurhadi tetap hidup saat masuk ke dalam air, meski dalam keadaan pingsan. Kematian Nurhadi disebut akibat tenggelam, namun cekikan diduga sebagai penyebab korban tak sadarkan diri.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan tiga orang tersangka ialah Kompol IMY, Ipda HC dan seorang perempuan. Kendati demikian, hingga saat ini polisi belum bisa memastikan siapa pelaku nan diduga menganiaya Nurhadi hingga akhirnya tewas.

Selain itu, kedua pemimpin korban nan telah ditetapkan jadi tersangka tetap belum ditahan walaupun diklaim telah diberikan hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Impunitas di tubuh Polri

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai lambatnya pengungkapan kasus Brigadir MN menjadi pertanda tetap adanya impunitas di internal Polri.

Bambang menyebut adanya aspek impunitas terhadap pelaku pidana nan merupakan personil kepolisian menjadi penyebab utama lambatnya investigasi kasus kematian Brigadir MN.

Padahal, kata dia, dalam kasus tersebut dimana pelaku merupakan seseorang nan mempunyai pemahaman mengenai tindak pidana, proses penyelidikan kudu dilakukan secara sigap dan cermat.

Ia cemas jika penanganan dilakukan secara berkepanjangan bakal ada banyak fakta-fakta pembunuhan nan dihilangkan oleh kedua pelaku selaku pemimpin korban.

"Publik tentu tetap kuat mengingat kasus pembunuhan Brigadir Joshua oleh Kadiv Propam Ferdy Sambo nan juga membuka kasus obstruction of justice," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/7).

Oleh karenanya, dia menilai perihal nan wajar andaikan akhirnya publik mencurigai adanya kemungkinan OOJ di kasus kematian Brigadir MN akibat lamanya penyidikan.

Bambang menyebut semakin banyak waktu nan terbuang justru hanya bakal menambah banyak dugaan liar publik terhadap kepolisian. Sekaligus memperkuat dugaan ada sesuatu nan sedang coba disembunyikan oleh Polda NTB.

"Semakin lama Polda NTB tidak merilis pelaku hanya bakal memunculkan dugaan ada sesuatu nan disembunyikan. Makanya kecepatan dan kecermatan itu krusial dilakukan," tuturnya.

Di sisi lain, Bambang juga menyoroti pernyataan polisi nan tetap belum mengetahui pelaku penganiayaan terhadap korban. Pasalnya ketika menetapkan sebagai tersangka, harusnya interogator sudah mengetahui peran dari para pelaku.

"Aneh juga. Penetapan tersangka kudu dengan perangkat bukti nan cukup. Kalau perangkat bukti cukup, harusnya peran dari masing-masing tersangka sudah jelas," tuturnya.

Oleh karena itu, dia mendorong agar pengungkapan kasus kematian Brigadir MN melibatkan dan diawasi pihak nan lebih independen daripada Polda NTB.

Menurutnya jejeran Bareskrim, Propam dan Itwasum Polri kudu turun tangan untuk mengusut kasus pembunuhan Brigadir MN secara terang benderang. Pelibatan pihak eksternal juga kudu dilakukan sebagai corak transparansi.

"Divpropam Mabes Polri, Irwasum, Kompolnas wajib diikutkan dalam pengusutan kasus ini. Dan tak menutup kemungkinan Komnas HAM juga disertakan," pungkasnya.

Mendesak dibawa ke pengadilan

Senada, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menyoroti pengakuan Polda NTB soal belum diketahuinya pelaku penganiayaan Brigadir MN.

Seharusnya, kata dia, dengan penetapan tersangka sudah bisa dipastikan siapa pelaku nan kudu bertanggung jawab atas kematian korban beserta peralatan buktinya.

"Menetapkan tersangka itu semestinya bisa menunjukkan pelaku nan bertanggung jawab atas kematian korban," ujarnya.

Oleh karenya, Fickar menilai nan saat ini krusial didorong adalah agar memastikan kasus tersebut diteruskan hingga ke pengadilan.

Pasalnya dalam persidangan itulah semestinya proses dan pelaku penganiayaan terhadap korban Brigadir MN dapat terungkap dan diperiksa oleh Majelis hakim.

"Bagaimana tindakan nan mematikan dan apa buktinya, itu nan bakal diperiksa di pengadilan. Karena itu tugas kita mendorong agar kasus ini sampai ke Pengadilan," tuturnya.

Lebih lanjut, dia juga meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan atensi alias perhatian serius sehingga kasus ini dapat dituntaskan dan tidak terjadi lagi di masa depan.

Serta memberikan perlindungan kepada pihak family korban dari potensi ancaman ataupun intimidasi dari pelaku nan merupakan ketua Brigadir MN.

"Meminta perhatian Kapolri agar serius menangani ini dan family korban bisa menuntut baik secara pidana maupun perdata meminta tukar kerugian," pungkasnya.

(tfq/dal)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya