Kpk Hadirkan 2 Saksi Ahli Di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) personil DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan investigasi dengan terdakwa Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menghadirkan dua saksi ahli. Mereka adalah pengajar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin dan pemeriksa forensik alias penyelidik pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK Hafni Ferdian.

"Keduanya hadir," tutur jaksa KPK Nur Haris Arhadi, Senin (26/5/2025).

Sebelumnya, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri mengaku pernah menerima kiriman foto Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, tersangka Harun Masiku, dan personil Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) 2023-2024 Djan Faridz di Mahkamah Agung (MA).

Ia mengatakan foto tersebut dikirimkan melalui pesan Whatsapp oleh Harun Masiku.

Foto tersebut pun ditampilkan jaksa dalam sidang pemeriksaan Saeful sebagai saksi sidang kasus dugaan perintangan investigasi perkara korupsi dan suap nan menyeret Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, 22 Mei 2025.

Dalam foto tersebut tampak Harun Masiku selfie di depan dan di belakangnya ada Hasto Kristiyanto di sebuah ruangan nan disebut sebagai ruangan mantan Ketua MA Hatta Ali.

"Itu dia (Harun) bilang lagi di MA. Baru saya tanya, loh jika MA kan cerita fatwa kan, fatwanya bagaimana? Katanya sudah diserahkan pada Pak Sekjen," ucap Saeful dalam persidangan, Kamis, seperti dilansir dari Antara.

Setelah Harun memberikan info bahwa fatwa tersebut sudah diserahkan kepada Hasto, Saeful pun meminta hasil putusan fatwa MA itu kepada advokat Donny Tri Istiqomah.

Maksud Pemberian Fatwa

Fatwa MA dimaksud berisi agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyerahkan penetapan bunyi calon legislatif nan telah meninggal kepada ketua partai politik.

Dengan fatwa itu, KPU diharapkan menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon personil legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku, sesuai keputusan PDIP.

Adapun Riezky menjadi calon personil legislatif terpilih lantaran mendapatkan bunyi terbanyak kedua setelah calon legislator Nazarudin Kiemas, nan telah meninggal dunia.

Setelah arsip diterima dari Donny, Saeful mengaku memegang hasil putusan fatwa MA itu. "Kami memang sudah menunggu fatwa MA ini untuk segera kami eksekusi di KPU," tuturnya.

Dakwaan Hasto Kristiyanto

Hasto didakwa menghalangi alias merintangi investigasi perkara korupsi nan menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi investigasi dengan langkah memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap personil KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh interogator KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan duit sejumlah 57.350 dolar Singapura alias setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019-2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon personil legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana nan diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a alias Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selengkapnya