Komdigi Ungkap 7 Tantangan Besar Adaptasi Ai Di Ri

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengungkapkan ada tujuh tantangan besar pemanfaatan kepintaran buatan (artificial intelligent) di tanah air, terutama mengenai etika. Tantangan pertama mengenai bias dan diskriminasi, lantaran AI menggunakan info nan berisi alogaritma tertentu. Alogaritma ini, tidak luput dari bias developer ialah seseorang nan mempunyai kepercayaan tertentu.

"Data diambil dari sejumlah sumber nan ada bias mengarah ke ras, agama, suku dan golongan tertentu," kata Nezar dalam detikai.com Tech and Telco Forum 2025, Jumat (21/2/2025).

Kedua, transparansi dan akuntabilitas. Banyak sistem AI nan beraksi sebagai 'kotak hitam' dengan proses internal nan tidak jelas. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk memandang gimana keputusan dibuat dan siapa nan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan.

Menurutnya, banyak riset nan mencoba memecahkan langkah kerja 'kotak hitam' AI, namun tetap cukup susah untuk menentukan keputusan dari kepintaran buatan ini.

Ketiga adalah privasi, keamanan, dan pengawasan. Nezar mengatakan info nan dibutuhkan AI sangat banyak, dan terkadang berupa info sensitif. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran tentang pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan info pribadi.

Keempat, penggantian tenaga kerja, nan sekarang juga ramai dibicarakan di banyak negara. Meski ada akibat penggantian pekerjaan manusia, AI disebut membuka kesempatan pekerjaan baru nan memerlukan kebijakan transisi nan tepat.

Kelima, produktivitas dan DNA kepemilikan. Nezar mengatakan banyak kekhawatiran mengenai kewenangan cipta suatu karya dari penggunaan AI, sehingga kepemilikan karya seni nan dihasilkan kepintaran buatan ini menjadi rumor nan kompleks.

Keenam, manipulasi sosial dan misinformasi. Alogaritma AI dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan misinformasi dan memperburuk perpecahan sosial hingga politik. Bahkan menurut Nezar, social engineering alias rekayasa sosial dapat dilakukan dengan AI, sampai pengembangan nan otonomus.

"Jadi tidak ada kombinasi tangan manusia lagi. Bisa reasoning sendiri mengambil keputusan sendiri, dengan AI sedang berkembang dan bakal menjadi tren," kata dia.

Tantangan terakhir adalah, senjata otonom. Pengembangan senjata otonom berbasis AI memerlukan izin internasional untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan akuntabilitas.

"Pengembangan AI nan etis adalah sebuah keniscayaan. AI nan etis, nilai keadilan nan menimbulkan kepercayaan. Penting sekali ada kepercayaan nan AI timbulkan tidak rawan (harmful), maka krusial sekali bisa dipastikan izin nan dibuat," tutur Nezar.


(rah/rah)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Wamen Komdigi Ungkap Masa Depan & Prospek AI di Indonesia

Next Article Tech and Telco Summit 2025 Siap Kupas Masa Depan 5G & AI

Selengkapnya