ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk mencabut Surat Telegram berisi perintah pengerahan prajurit TNI mengamankan lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.
Surat telegram dimaksud adalah Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025. Koalisi sipil menyebut perintah dalam ST itu bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama konstitusi, Undang-undang (UU) Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI nan mengatur secara jelas tugas dan kegunaan pokok TNI.
"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur nan menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, dalam siaran pers, dikutip Minggu (11/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isnur mengatakan tugas dan kegunaan TNI semestinya konsentrasi pada aspek pertahanan dan tidak perlu masuk ke ranah penegakan norma nan dilaksanakan oleh Kejaksaan sebagai lembaga sipil.
"Apalagi, hingga saat ini belum ada izin tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) mengenai gimana tugas perbantuan itu dilaksanakan," ujarnya.
Koalisi, lanjut Isnur, menilai kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak mempunyai dasar norma nan kuat untuk menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan. Nota kesepahaman (MoU) tersebut disebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI.
"Tujuan perintah melalui telegram Panglima TNI itu adalah support pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia," kata Isnur.
Menurut Koalisi, pengamanan lembaga sipil penegak norma dalam perihal ini Kejaksaan tidak memerlukan support dari TNI. Hal itu dikarenakan tidak ada ancaman nan bisa menjustifikasi pengerahan satuan TNI.
Pengamanan lembaga sipil penegak hukum, menurut Isnur, cukup dilakukan oleh satuan pengamanan dalam (satpam) Kejaksaan.
"Dengan demikian, surat telegram itu sangat tidak proporsional mengenai kegunaan perbantuannya dan tindakan nan melawan norma serta Undang-undang," imbuhnya.
Koalisi menambahkan surat perintah tersebut berpotensi memengaruhi independensi penegakan norma di Indonesia, lantaran kewenangan penegakan norma tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas kegunaan pertahanan nan dimiliki oleh TNI.
"Pada aspek ini, intervensi TNI di ranah penegakan norma sebagaimana disebutkan di dalam Surat Perintah tersebut bakal sangat mempengaruhi independensi penegakan norma di Indonesia," tutur Isnur.
"Kondisi ini menimbulkan kekacauan dalam sistem ketatanegaraan nan ada dengan mencampurkan kegunaan penegakan norma dan kegunaan pertahanan," sambungnya.
Lebih lanjut, Koalisi memandang ST dimaksud semakin menguatkan dugaan masyarakat perihal kembalinya dwifungsi TNI setelah UU TNI direvisi beberapa bulan lalu. Apalagi memang salah satu poin revisi adalah memperluas kedudukan sipil nan bisa diduduki oleh TNI.
"Catatan risalah sidang dan revisi nan menegaskan bahwa penambahan Kejaksaan Agung di dalam revisi UU TNI hanya unik untuk Jampidmil rupanya tidak dipatuhi oleh Surat Perintah ini, lantaran jelas-jelas pengerahan pasukan berkarakter umum untuk semua Kejati dan Kejari," tegas Isnur.
"Dengan semangat penegakan norma nan setara dan bermartabat, upaya membangun reformasi TNI nan lebih ahli dan jaksa sebagai salah satu pilar penegakan hukum, kami mendesak Panglima TNI mencabut Surat Perintah tersebut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan," pungkasnya.
Selain itu, Koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan ST tersebut sebagai langkah untuk menjaga supremasi sipil dalam penegakan norma di Indonesia nan menganut negara kerakyatan konstitusional.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti YLBHI, Imparsial, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative.
Kemudian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure, dan lainnya.
Pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan lingkungan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia tertuang dalam Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025.
Surat itu telah dikonfirmasi oleh Kejaksaan Agung dan TNI AD. Dalam surat tersebut, TNI mengerahkan 1 Satuan Setingkat Peleton (SST) alias 30 personel untuk melaksanakan pengamanan Kejati, dan 1 Regu (10 personel) untuk melaksanakan pengamanan Kejari. Pelaksanaan penugasan pada awal Mei 2025 hingga selesai.
Adapun personel TNI nan ditunjuk untuk melaksanakan pengamanan berasal dari Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) di wilayah jejeran masing-masing dengan ketentuan penugasan rotasi per bulan.
Penjelasan TNI AD
Kadispenad TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana mengatakan surat telegram itu masuk kategori Surat Biasa (SB) dengan substansi mengenai kerja sama pengamanan di lingkungan lembaga Kejaksaan.
Wahyu berbicara aktivitas pengamanan itu sudah berjalan sebelumnya dalam konteks hubungan antar satuan. Selanjutnya, pengamanan ke depan adalah dalam rangka kerja sama pengamanan lembaga sejalan dengan keberadaan struktur Jampidmil (Jaksa Agung Muda Pidana Militer) di Kejaksaan.
"Sehingga kehadiran unsur pengamanan dari TNI merupakan bagian dari support terhadap struktur nan ada dan diatur secara hierarkis," kata Wahyu.
Ia menambahkan penyebutan kekuatan 1 Peleton (Ton) untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan 1 Regu untuk Kejaksaan Negeri (Kejari) adalah gambaran sesuai struktur nan disiapkan nominatifnya. Dalam pelaksanaannya, kata Wahyu, jumlah personel nan bakal bekerja secara teknis diatur dalam golongan 2 hingga 3 orang dan sesuai kebutuhan/sesuai keperluan.
"TNI AD bakal selalu bekerja secara ahli dan proporsional, serta menjunjung tinggi patokan norma sebagai pedoman dalam setiap langkah dan kegiatannya," kata Wahyu.
(ryn/wis)
[Gambas:Video CNN]