ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Resty Armenia tak pernah menyangka jalan karirnya di Norwegia justru terbuka saat pandemi COVID melanda. Saat itu, Resty nan baru lulus program master dengan danasiwa dari Uni Eropa pada awal 2020, coba-coba mendaftar pekerjaan sebagai pembimbing pengganti di sebuah Taman Kanak Kanak di Kota Stavanger, Norwegia. Saat itu, kota tersebut memerlukan banyak pembimbing sementara untuk menggantikan pembimbing tetap nan sakit terkena virus COVID.
"Ternyata diterima, padahal Bahasa Norwegia saya saat itu belum lancar," ujarnya, saat berbincang dengan detikai.com.
"Saya cukup beruntung lantaran saat itu posisinya untuk pembimbing TK, jadi komunikasinya tetap level dasar."
Dari situ, Resty, nan mempunyai latar belakang pendidikan di bagian kesejahteraan anak, mantap berkarir di negara Nordik tersebut. Jauh sebelum tagar #KaburAjaDulu menggema di jagad media sosial Indonesia, wanita berumur 35 tahun ini sudah memantapkan diri untuk berkarir di Eropa lantaran pertimbangan kehidupan nan lebih baik.
"Di sini ada banyak kesempatan kerja untuk orang asing asal bisa bahasanya," ujar Resty.
Menurut Indeks Kehidupan Lebih Baik OECD, Norwegia mempunyai salah satu tingkat kepuasan hidup tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk standar hidup nan tinggi, kualitas jasa publik nan baik, dan masyarakat nan relatif egaliter.
Gaji Guru PNS di Norwegia
Foto: Sekolah dasar di Norwegia. Foto Ist
Berawal dari pembimbing pengganti, Resty sekarang sudah jadi pembimbing tetap berstatus PNS. Pekerjaan sehari-harinya adalah social teacher (seperti pembimbing BP) di sebuah SD di Stavanger.
"Saya ditugaskan sebagai social teacher untuk kelas 1 sampai kelas 4 di sini."
Sebagai seorang pembimbing PNS, Resty menerima penghasilan kotor sekitar Rp80 juta sebulan. Selain penghasilan pokok, dia juga mendapat tunjangan transportasi, tunjangan pakaian, hingga tunjangan sepeda.
Meski Norwegia terkenal sebagai negara dengan biaya hidup nan mahal dan pajak tinggi, dia tetap bisa menyisihkan sekitar 30%-40% dari penghasilannya untuk ditabung alias berinvestasi.
Bicara soal pajak, negara nan dihuni 5,5 juta masyarakat ini menetapkan sistem pajak progresif. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin tinggi pula pajaknya.
Meski begitu, kebanyakan penduduk Norwegia merasa puas lantaran pajak nan mereka bayarkan digunakan sebagai mestinya untuk jasa kesehatan, pendidikan, hingga akomodasi publik lainnya.
Plus dan minus tinggal di Norwegia
Foto: The aurora borealis, or Northern Lights, are seen near the city of Trondheim, Norway. (AP Photo/Emil Bratt Borsting)
Bagi Resty, Norwegia adalah negara nan ideal untuk menetap dan berkarir, apalagi bagi mereka nan berencana membangun keluarga. Ini lantaran Norwegia punya salah satu sistem agunan sosial serta parental leave (cuti orang tua) nan terbaik di dunia.
"Saya pernah tinggal di beberapa negara di Asia dan Eropa, dan menurut saya di sini nan terbaik."
Meski begitu, tetap saja, tak ada negara nan sempurna. Posisi geografis Norwegia nan berada di ujung utara benua Eropa membikin negara ini mempunyai masa musim dingin nan sangat panjang, ialah enam bulan. Selama itu pula, mereka kudu berjuang dengan kerasnya iklim.
"Faktor cuaca itu tantangan, tapi saya dapat subsidi busana nan bisa dipakai untuk beli jaket musim dingin dengan kualitas bagus," kata Resty.
"Di sini itu jika ada masalah, pemerintahnya betul-betul kasih solusi."
Selain itu, budaya Nordik nan sangat menjunjung work-life balance menjadi tantangan tersendiri bagi Resty, nan datang dari Indonesia dengan segala kemudahannya. Karena budaya ini, seorang master pun tak bisa diganggu jika sudah lewat jam tugasnya.
"Layanan kesehatan memang gratis, tapi di sini untuk ketemu master itu tak semudah seperti di Indonesia."
Kata Diaspora Indonesia Soal Tren #KaburAjaDulu
Meski sudah menetap selama lima tahun di Norwegia, Resty menghabiskan sebagian besar hidupnya di Indonesia. Karena itu, dia sangat mengerti keresahan penduduk di Tanah Air hingga akhirnya memunculkan tagar #KaburAjaDulu.
Melihat carut-marutnya negerinya sendiri dari layar kaca, Resty mendukung mereka nan mau kabur untuk mencari kehidupan nan lebih baik di luar negeri.
"Mending kabur saja ke negara lain nan mau menghargai pendidikan dan pengalaman dengan penghasilan sesuai, berasas merit, tanpa nepotisme."
"Enggak usah takut dicap nasionalisme rendah. Mending jadi diaspora nan tetep cinta rendang dan ingat pakai Bahasa Indonesia di negara lain, daripada jadi politikus nan pakai batik tiap hari tapi nilep duit rakyat," pungkasnya.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 25 Tahun Hangatkan si Kecil, Transpulmin Pilihan Ibu Indonesia
Next Article Tegas! Norwegia Tolak Lawan Israel di Kualifikasi Piala Dunia 2026