ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Teknologi kendaraan tanpa awak (autonomous vehicle/AV) terus dikembangkan produsen otomotif dan raksasa teknologi di seluruh dunia. Amerika Serikat (AS), China, Uni Emirat Arab (UEA), dan Singapura, merupakan beberapa negara nan sudah mulai menggenjot uji coba mobil tanpa sopir.
Tren ini turut memunculkan nama-nama baru di industri otomotif nan konsentrasi menggarap taksi otomatis alias robotaxi seperti Waymo, Cruise, Didi Chixing, Baidu Apollo, hingga Tesla.
China menjadi salah satu negara nan paling ambisius menggarap proyek robotaxi dan mobil tanpa pengemudi secara umum. Terbaru, raksasa mesin pencari Baidu asal China dan raksasa baterai mobil listrik CATL bekerja-sama untuk mengembangkan kendaraan tanpa pengemudi nan kompetitif.
Hal tersebut diumumkan pada Kamis (27/2) waktu setempat. Sebagai bagian dari kesepakatan, keduanya bakal konsentrasi pada pengembangan intelijen digital dan teknologi mobil otomatis, dikutip dari Reuters, Jumat (28/2/2025).
Lebih spesifik, keduanya bakal mengembangkan dan mengimplementasikan daya baterai CATL, produk dan jasa pencadangan baterai, serta teknologi chassis nan dibutuhkan pada kendaraan otomatis.
Kiamat Driver Online di China
Laporan Reuters pada 2024 lampau menyebut saat ini ada 19 kota di China nan sudah mengimplementasikan pengetesan robotaxi dan robobus. Beberapa perusahaan nan memimpin teknologi ini adalah Apollo Go, Pony.ai, WeRide, AutoX, dan SAIC Motor.
Apollo Go mengatakan berencana untuk mengoperasikan 1.000 robotaxi di Wuhan pada akhir tahun ini. Perusahaan juga mau berekspansi di 100 kota pada 2030 mendatang.
Pony.ai nan dibekingi Toyota Motor dari Jepang mengoperasikan 300 robotaxi. Perusahaan berencana mengoperasikan 1.000 robotaxi pada 2026 mendatang.
Vice President Pony.ai mengatakan robotaxi memerlukan waktu 5 tahun untuk mendulang keuntungan nan berkelanjutan. Pada poin itu, perusahaan bakal berekspansi secara besar-besaran.
WeRide diketahui sebagai perusahaan taki otomatis, bus, dan penyapu jalan. AutoX nan dibekingi Alibaba Group sudah beraksi di Beijing dan Shanghai. Sementarai SAIC telah mengoperasikan robotaxi sejak akhir 2021 lalu.
"Kami memandang adanya percepatan di China. Kini percepatan itu digenjot dengan publikasi izin," kata Managing Director Boston Consulting Group, Augustin Wegscheider.
"AS bersikap lebih berjenjang untuk penerapan taksi otomatis," kata dia.
Waymo nan merupakan anak upaya Alphabet adalah satu-satunya perusahaan nan mengoperasikan robotaxi di AS. Saat ini, perusahaan telah mempunyai 1.000 kendaraan di San Francisco, Los Angeles, dan Phoenix.
Satu sumber dalam mengatakan perusahaan bakal menumbuhkan operasionalnya hingga ribuan awak dalam waktu dekat.
Cruise nan dibekingi General Motors mengulangi pengetesan pada April lampau setelah salah satu kendaraannya menabrak area pejalan kaki pada tahun lalu.
Cruise mengatakan operasionalnya bakal konsentrasi pada tiga kota dan mengutamakan keamanan. Waymo tak merespons permintaan komentar mengenai kejadian ini.
"Ada perbedaan signifikan soal keamanan di China dan AS. Pengembang robotaxi dicerca masalah keamanan nan lebih tinggi di AS," kata mantan CEO Waymo John Krafcik.
Sejatinya, robotaxi juga menghadapi rumor keamanan di China. Namun, otoritas lebih mudah mengeluarkan izin uji coba demi mendukung tujuan ekonomi.
China mempunyai 7 juta pengemudi online nan terdaftar. Angka itu jauh lebih besar daripada 4,4 juta orang pada 2 tahun lalu.
Data menunjukkan banyak orang beranjak menjadi pengemudi online di tengah sulitnya bursa kerja lantaran kelesuan ekonomi. Efek samping robotaxi bakal menimbulkan kekhawatiran baru bagi para pekerja tersebut.
Pada Juli lalu, obrolan soal hilangnya pekerjaan lantaran robotaxi menjadi trending di media sosial. Banyak orang bertanya-tanya "apakah mobil tanpa awak bakal mencuri mata pencarian para pengemudi taksi?".
Liu Yi (36 tahun) adalah salah satu dari 7 juta pengemudi online di China nan cemas bakal kehilangan pekerjaan. Pria nan berdomisili di Wuhan tersebut mulai bekerja paruh waktu sebagai pengemudi online pada tahun ini. Liu dan banyak pengemudi online lainnya cemas soal masuknya sistem Full Self-Driving (FSD) milik Tesla ke China, nan bakal mempercepat 'kiamat' driver online di negara tersebut.
Sopir lainnya berjulukan Wang Guoqiang (63 tahun) memandang ancaman besar di depan mata dari penemuan teknologi.
"Ride-hailing adalah pekerjaan untuk kelas bawah," kata dia.
"Jika Anda membunuh industri ini. Apa nan tersisa bagi kami?" dia bertanya.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: DPR RI Bicara Bisnis Asuransi di Tengah Isu Soal Over Utilisasi
Next Article Kiamat Driver Online Makin Kencang di AS, Warga Ketakutan