ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (RUU Statistik) terus digodok oleh Badan legislasi (Baleg) DPR RI. Aturan baru soal statistik dinilai dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, undang-undang statistik belum pernah direvisi sejak 1997. Artinya, BPS sudah melewati tiga kali krisis, tepatnya krisis moneter 1997, krisis finansial 2008, hingga Pandemi COVID-19 pada 2020.
"Kita sudah melewati tiga kali periode krisis, tahun 1997, 2008 dan terakhir 2020 kemarin Covid. Tapi undang-undang statistik ini belum ada revisi dan belum ada perubahan. Apalagi dengan perkembangan big data dan AI, perkembangan teknologi, ini belum dicakup di UU tahun 1997," katanya dalam RDP dengan Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyinggung pentingnya penguatan info statistik demi memperoleh agunan keamanan nan lebih kuat. Menurutnya, saat ini banyak virus nan mencoba masuk ke info milik BPS.
"Kami juga memandang perlu adanya penguatan info statistik agar lebih secure, lantaran sekarang banyak virus-virus nan mau mencoba memasukkan ke data. Penguatan info statistik di kami itu penting, tidak hanya dari segi security, tapi dari segi capacity juga perlu dikembangkan," jelasnya.
Ia juga menyampaikan beberapa urgensi soal perubahan UU Statistik, misalnya untuk penyediaan info nan lebih cepat, granular alias terperinci, serta beragam. Aturan baru juga diperlukan untuk menangani kurang terpadunya tata kelola statistik nasional.
"Ketiga, lemahnya pembangunan statistik sektoral, keempat tuntutan modernisasi penyelenggaraan statistik, kelima perlunya peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan statistik. Kami berambisi UU Statistik lama ini dapat segera diperbaharui agar mewujudkan penyediaan info statistik nan berbobot dan relevan terhadap pembangunan negara," beber Amalia.
Revisi UU Statistik juga diharapkan dapat mendorong penyelenggaraan statistik nan lebih profesional, transparan dan terstandardisasi. Ia juga mengusulkan nama BPS tidak berubah saat patokan baru diterbitkan demi menyesuaikan dengan standar internasional.
"Nama lembaga tetap BPS, lantaran ini merupakan praktik standar penamaan instansi statistik di negara lain," tutupnya.
Lihat juga Video: BPS Sebut Cuma 10,2 Persen Penduduk RI Lulus Perguruan Tinggi
(ily/ara)