ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI teken memorandum of understanding (MoU) dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengenai produksi obat oleh TNI serta pengamanan obat-obatan ilegal. Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar menuturkan terdapat beberapa poin nan menjadi argumen kenapa nota kesepahaman ini perlu dilakukan.
Hal nan menjadi sorotan utamanya adalah kesiapan dan nilai obat di Indonesia nan tetap sangat mahal. Menurutnya, 94 persen bahan baku obat di Indonesia pada saat ini tetap impor dari beberapa negara.
Padahal, menurut Prof Taruna obat-obatan merupakan salah satu aspek ketahanan nasional nan sangat dibutuhkan masyarakat.
"Kecukupan obat ini tetap menjadi hambatan besar lantaran bahan baku kita tetap 94 persen impor dari beragam negara, khususnya dari India, dari China, sebagian dari Eropa khususnya Belanda dan Jerman, dan Amerika," kata Prof Taruna ketika ditemui di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025).
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Prof Taruna menyebut nilai obat-obatan di Indonesia tetap lebih tinggi. Selain itu, dia juga mengatakan tetap ada banyak jenis obat nan belum tersedia di Indonesia.
Tercatat hingga saat ini ada 14.239 produk obat nan mempunyai izin edar di Indonesia.
"Kita juga pahami bahwa untuk ketercukupan masyarakat luas dari 14 ribu lebih jenis obat nan ada di negara kita, banyak nan belum bisa mencukupi kebutuhan, beragam macam penyakit-penyakit nan lebih spesifik, misalnya penyakit jantung dan sebagainya," sambungnya.
Terakhir, berangkaian dengan keamanan, BPOM RI berambisi kerjasama ini nantinya bakal semakin meningkatkan keamanan masyarakat dari obat-obatan terlarangan dan berbahaya.
"Juga tetap terlihat banyak produk-produk nan berkarakter ilegal. Baik itu belum mendapatkan izin, maupun obat-obat palsu. Nah, tentu dalam konteks inilah kami butuh bersinergi dengan Kementerian Pertahanan, hubungannya tentu dengan aparat-aparat nan ada di bawah," katanya.
BPOM Pastikan Keamanan Obat Buatan TNI
Prof Taruna memastikan obat buatan TNI sudah mempunyai standar nan baik untuk dikonsumsi masyarakat. BPOM sebagai lembaga pengawas obat-obatan bakal memastikan sertifikasi produksi obat nan dilakukan.
"Dengan suatu model, good manufacturing practice-nya (GMP), laboratoriumnya, dan standar produksinya, kita bakal sertifikasi. Sertifikasi dalam konteks nan disebut langkah pembuatan obat," tandasnya.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan obat-obat nan diproduksi untuk masyarakat bakal diprioritaskan ke desa dan bakal dijual 50 persen lebih murah dari nilai pasaran. Ia berambisi obat-obatan tersebut bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.
"Langkah berikut kelak menjelang 5 Oktober, kita bakal produksi massal obat-obatan dan kita bakal kirim ke desa-desa dengan nilai 50 persen lebih murah dari nilai pasaran agar bisa dinikmati oleh rakyat di desa," kata Menhan setelah penandatanganan MoU.
"Kami pikirkan gimana caranya nilai bisa lebih turun dan jadi obat cuma-cuma nan diperlukan rakyat," tandasnya.
(avk/kna)