Kemenperin Dalami Kabar Phk 1.126 Buruh Pabrik Yihong Novatex

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendalami laporan tentang tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap tenaga kerja pabrik dasar kaki di Cirebon, Jawa Barat, PT Yihong Novatex. Disebut-sebut, sebanyak 1.126 pekerja terkena PHK.

Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza mengatakan, Kemenperin bakal mendalami laporan tentang PHK pekerja tersebut.

"Kita bakal telaah pas masuk (kerja) minggu depan ini. Masih didalami setelah laporan (terkait PT Yihong)," kata Faisol di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, PT Yihong Novatex dikabarkan memberhentikan 1.126 pekerja termasuk jejeran HRD secara tiba-tiba. PHK tersebut diklaim sebagai akibat dari tindakan mogok kerja buruh.

Hal ini diungkapkan oleh salah seorang burun nan ikut aksi, Suryana. Meski demikian, dia menegaskan, tidak ada mogok kerja melainkan corak tindakan protes terhadap perusahaan secara spontanitas.

"Tidak ada mogok kerja. Kami hanya melakukan tindakan spontanitas pada 1-3 Maret sebagai corak protes terhadap pemberhentian tiga rekan kami secara sepihak. Bahkan, saat itu tidak ada bahan produksi, dan kami tetap melakukan absensi," jelas Suryana, saat unjuk rasa di depan instansi Bupati CIrebon, Selasa (11/3/2025) dikutip dari detikJabar.

Buruh mencurigai bahwa PHK ini hanyalah argumen perusahaan untuk menghindari pengangkatan tenaga kerja tetap sesuai dengan patokan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Mereka juga menuding perusahaan menggunakan dalih kehilangan pesanan dari salah satu perusahaan akibat tindakan pekerja sebagai argumen untuk merumahkan ribuan pekerja.

"Padahal, tidak ada pesanan nan betul-betul dibatalkan. Kami berprasangka ini hanya asal-asalan perusahaan," tambahnya.

Selain itu, para pekerja juga menyoroti keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai operator produksi nan dinilai melanggar izin ketenagakerjaan.

"TKA semestinya bekerja sebagai tenaga ahli, bukan operator produksi. Ini sudah menyalahi aturan," tegasnya.

(shc/ara)

Selengkapnya