Kejagung Tetapkan Ketua Tim Buzzer Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan Korupsi

Sedang Trending 3 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan seorang ketua buzzer dalam kasus perintangan investigasi kasus korupsi pemberian akomodasi ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, perkara korupsi tata niaga timah, dan perkara korupsi dalam aktivitas importasi gula.

Tersangka diduga dengan sengaja mencegah, merintangi alias menggagalkan secara langsung alias tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang dalam perkara korupsi tersebut.

"Tim interogator pada Jampidsus menyimpulkan telah ditemukan perangkat bukti nan cukup untuk menetapkan satu orang tersangka ialah tersangka MAM selaku Ketua Tim Cyber Army," tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Menurut Harli, interogator memperoleh kebenaran bahwa terdapat permufakatan jahat antara tersangka MAM selaku Ketua Tim Cyber Army, dengan tersangka Marcella Santoso (MS), tersangka Junaidi Saibih (JS), dan tersangka Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan Jak TV.

Pemufakatan itu untuk mencegah, merintangi alias menggagalkan secara langsung alias tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi pemberian akomodasi ekspor CPO dan turunannya, tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk, dan perkara tindak pidana korupsi importasi gula atas nama terdakwa Tom Lembong, baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan nan sedang berlangsung.

"Tersangka MAM dan Tersangka TB bermufakat dengan Tersangka MS dan Tersangka JS untuk membikin berita-berita negatif dan konten-konten negatif nan menyudutkan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara a quo di investigasi penuntutan dan di persidangan, selanjutnya dipublikasikan oleh Tersangka MAM dan Tersangka TB melalui media sosial Tiktok, IG dan Twitter," jelas dia.

Selain itu, MAM atas permintaan Marcella Santoso bermufakat untuk membentuk Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi Tim Musafa 1, Musafa 2, Musafa 3, Musafa 4 dan Musafa 5, nan berjumlah kurang lebih 150 orang buzzer.

Mereka merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer dengan sekitar Rp1,5 juta per buzzer untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap buletin dan konten nan dibuat oleh tersangka Tian Bahtiar tentang penanganan perkara a quo, baik ketika di penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan nan sedang berlangsung.

"Tersangka MAM memperoleh duit sebesar Rp697.500.000 dari tersangka MS melalui IK selaku Bagian Keuangan Kantor Hukum AALF dan nan diberikan oleh tersangka MS melalui RKY selaku kurir di Kantor Hukum AALF sebanyak Rp167.000.000, sehingga total duit nan diterima oleh tersangka MAM dari tersangka MS sebanyak Rp864.500.000," ungkapnya.

Atas perbuatannya, tersangka MAM dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Terhadap tersangka MAM dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari ke depan berasas Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-31./F.2/Fd.2/05/2025 Tanggal 7 Mei 2025 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," Harli menandaskan.

Pada Senin malam, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka, kasus dugaan perintangan investigasi dari penanganan dua perkara besar ialah korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan dan kasus korupsi tata niaga timah.

Peran Para Tersangka Perintangan Penyidikan Kasus Korupsi Minyak, Timah dan Impor Gula

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga tersangka perintangan investigasi alias obstruction of justice kasus vonis lepas perkara korupsi minyak goreng.

Mereka mempunyai peran secara bersama-sama, mulai dari mengatur pemberitaan untuk membentuk opini publik hingga memberikan keterangan palsu.

Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, tiga tersangka baru tersebut adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaidi Saibih (JS) selaku pengajar dan advokat, serta Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan Jak TV.

"Terdapat permufakatan jahat nan dilakukan oleh MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, alias menggagalkan secara langsung alias tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Pertamina Tbk, dan tindak pidana korupsi dalam aktivitas importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong," tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025) awal hari.

"Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan sementara berlangsung, nan saat ini prosesnya sedang berjalan di pengadilan," sambungnya.

Qohar menyebut, tersangka Marcella Santoso dan tersangka Junaidi Saibih bayar sebesar Rp478,5 juta kepada tersangka Tian Bahtiar untuk membuatkan buletin dan konten negatif nan menyudutkan Kejagung, mengenai dengan penanganan perkara mulai dari penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan.

"Dan tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan Jak TV News sehingga kejaksaan dinilai negatif dan telah merugikan hak-hak para tersangka alias terdakwa nan ditangani oleh tersangka MS dan tersangka JS selaku penasihat norma tersangka alias terdakwa," jelas dia.

Selain itu, tersangka Junaidi Saibih juga membikin narasi dan opini positif bagi tim advokasinya, serta membikin metodologi kalkulasi finansial negara dalam penanganan perkara a quo nan dilakukan kejaksaan adalah tidak betul dan menyesatkan.

"Kemudian tersangka TB menuangkannya dalam buletin di sejumlah media sosial dan media online. Tersangka MS dan tersangka JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan sementara berlangsung, dan tersangka TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita-berita tentang kejaksaan," ungkap Qohar.

Lebih lanjut, tersangka Marcella Santoso dan tersangka Junaidi Saibih turut menyelenggarakan dan membiayai aktivitas seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi negatif dalam pemberitaan untuk memengaruhi pembuktian perkara a quo di persidangan.

"Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media TikTok dan Youtube. Tersangka TB memproduksikan aktivitas TV Show melalui dialog, talkshow, dan obrolan panel di beberapa kampus nan diliput oleh Jak TV," kata Qohar.

Membentuk Opini agar Kejagung Dinilai Negatif dalam Penanganan Korupsi

Adapun tindakan nan dilakukan ketiga tersangka, lanjutnya, dimaksudkan untuk membentuk opini publik dengan buletin negatif nan menyudutkan kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan kasus korupsi minyak goreng, korupsi timah maupun importasi gula.

"Sehingga kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat dan perkaranya tidak ditindaklanjuti ataupun tidak terbukti di persidangan. Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif seolah-olah nan ditangani oleh interogator tidak benar, mengganggu konsentrasi interogator sehingga diharapkan alias angan mereka perkaranya dapat dibebaskan, alias minimal mengganggu konsentrasi penyidik," terangnya.

Bahkan, ujar Qohar, para tersangka juga bertindak menghapus sejumlah buletin dan beberapa tulisan nan ada di peralatan bukti elektronik, sebagaimana keterangan nan diakui oleh para tersangka sebelumnya serta temuan peralatan bukti.

"Terhadap beberapa tersangka juga memberikan keterangan nan tidak benar, di mana dalam salah satu keterangan saksi menyatakan bahwa beberapa saat, beberapa waktu sebelum putusan pengadilan diputus di depan persidangan, WS selaku panitra telah memberikan arah putusan (vonis lepas korupsi minyak goreng) tersebut kepada tersangka. Dalam perihal ini tersangka MS dan tersangka JS untuk dikoreksi apakah putusan itu sudah sesuai nan diminta," bebernya.

"Tetapi di dalam kebenaran penyidikan, kedua tersangka tersebut tidak mengakui dan mengingkari kebenaran nan sesungguhnya, sehingga dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa perihal nan dilakukan tadi maka termasuk unsur orang nan sengaja merusak bukti-bukti dalam perkara korupsi. nan kedua, juga masuk orang nan memberikan info tiruan alias info nan tidak betul selama proses penyidikan," Qohar menandaskan.

Selengkapnya