ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta- Sudah tujuh bulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) digulirkan dan menjangkau lebih dari 15 juta orang di seluruh Indonesia. Namun, di kembali capaian itu, kasus keracunan terus berulang.
Tercatat ada lebih dari 10 kejadian keracunan sepanjang program MBG berjalan. Kasus terbaru terjadi di sebuah sekolah di Kapanewon Mlati, Sleman, Yogyakarta. Hampir 100 siswa mengalami indikasi keracunan setelah menyantap makanan dari program MBG.
Seharusnya keracunan makanan MBG tak lagi terulang. Sebab, program ini dirancang untuk menyehatkan, bukan justru membahayakan. Dengan anggaran besar, keamanan makanan semestinya menjadi prioritas utama.
Ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Atik Nirwanawati mengatakan, pemerintah sebetulnya bisa mencegah keracunan makanan MBG. Caranya lama antara proses memasak, penyiapan, dan pengedaran makanan dipersingkat maksimal hanya empat jam.
"Kalau langkah pemberiannya tidak tepat, bahan makanan terutama nan mengandung protein itu mudah dihinggapi mikroba," kata Atik saat dihubungi detikai.com, Rabu (14/8/2025).
Sejumlah kasus keracunan MBG umumnya terjadi lantaran makanan nan diberikan sudah tidak lagi segar akibat terlalu lama dibiarkan sebelum dikonsumsi.
Selain menyingkat waktu distribusi, Atik menekankan pentingnya pemilihan bahan baku nan segar dan aman. Proses memasak, pengemasan, hingga pengedaran pun kudu diawasi langsung oleh mahir gizi.
“Kalau pengawasan dan supervisinya tepat, kemungkinan keracunan itu tidak ada lagi," kata dia.
MBG tak boleh jadi mimpi jelek bagi siswa. Jangan biarkan kejadian serupa terus terulang. Karena setiap anak berkuasa mendapatkan makanan bergizi, aman, segar, dan menyehatkan.
BGN Wajibkan SPPG Uji Organoleptik
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengambil langkah tegas setelah rentetan kasus keracunan akibat makanan MBG. Salah satunya menyusul keracunan massal di Sragen, Jawa Tengah, nan melibatkan ratusan guru, siswa, dan wali siswa dari SDN 4 Gemolong dan SMPN 3 Gemolong.
Dadan sekarang mewajibkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk melakukan uji organoleptik. Mulai dari pengecekan rasa, aroma, tampilan, dan tekstur, sebelum makanan dibagikan kepada siswa.
“Kalau rasanya sudah tidak lezat alias teksturnya berubah, lebih baik ditahan dan diganti dengan makanan lain,” tegas Dadan.
BGN juga memerintahkan agar lama dari proses memasak hingga makanan sampai ke tangan siswa dipersingkat, meski belum disebutkan pemisah waktunya secara spesifik.
Selain itu, Dadan menekankan pentingnya seleksi bahan baku nan lebih ketat. “Gangguan kesehatan bisa terjadi lantaran bahan baku tidak layak. Sekarang kami pastikan bahan nan digunakan betul-betul segar dan aman,” ungkapnya.
Tak hanya itu, protokol pengedaran dari dapur ke sekolah sekarang juga diperketat, termasuk pengawasan ketat terhadap penyimpanan dan penyerahan makanan kepada siswa di sekolah.
Pengawasan Berlapis
Sejak Juni lalu, BGN mulai menerapkan pengawasan berlapis terhadap makanan dalam program MBG. Pengawasan ini melibatkan langsung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan standar keamanan pangan terpenuhi.
BPOM turun tangan memberi training kepada Satuan Pelaksana Program Institusi (SPPI) dan SPPG mengenai langkah produksi pangan olahan nan baik. Selain itu, BPOM juga aktif melakukan pengawasan terhadap akomodasi produksi makanan MBG.
"BPOM juga melakukan sampling dan pengetesan langsung terhadap makanan MBG, serta mengawasi keamanan pangan dalam rantai pasok, terutama saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan," ujar Dadan.
Kemenkes Perlu Turun Tangan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kudu turun tangan untuk mengungkap sumber utama keracunan makanan dalam program MBG nan terus berulang. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
"Itu nan kudu dicek, sumber utamanya. Saya minta Kementerian Kesehatan turun tangan dan mengecek secara menyeluruh," tegasnya di Kompleks Parlemen, Senayan.
Cak Imin menilai Kemenkes perlu menelusuri kemungkinan masalah mulai dari dapur produksi, proses pengangkutan, hingga tempat penyajian makanan.
"Apakah dari dapurnya, angkutannya, alias mungkin dari tempat lain, itu kudu ditelusuri," ujarnya.
Ketua Umum PKB itu juga menegaskan pentingnya kecepatan dalam penanganan. Dia berambisi Laboratorium Kesehatan Daerah bergerak sigap melakukan investigasi agar masyarakat tak terus dihantui kekhawatiran.
"Kita tunggu hasil investigasinya. nan penting, Labkesda kudu segera ambil langkah agar situasi kembali tenang," tandasnya.