Ini Isi Negosiasi Antara Ri Dan As Soal Tarif Dagang

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Indonesia memulai misi untuk melakukan negosiasi tarif impor tinggi nan ditetapkan oleh Amerika Serikat (AS). Delegasi pemerintah telah memulai pembicaraan dengan sederet kementerian di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto nan memimpin misi itu buka-bukaan progress terkini nan telah dilakukan delegasi Indonesia di AS. Airlangga mengatakan Indonesia jadi salah satu negara nan diterima lebih awal oleh AS untuk negosiasi.

Targetnya, 60 hari ke depan bakal ada serangkaian pertemuan nan dilakukan dengan perwakilan AS dan langsung membuahkan perjanjian perdagangan antara Indonesia dan AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini Airlangga dan tim delegasi telah menemui Menteri Perdagangan AS (US Secretary of Commerce) Howard Lutnick dan juga Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative) Jamieson Greer. Paralel, Menteri Luar Negeri Sugiono juga telah menemui Menteri Luar Negeri AS (US Secretary of State) Marco Rubio. Pertemuan-pertemuan ini membuka pembicaraan awal soal negosiasi nan mau dilakukan.

"Dari hasil pembicaraan Indonesia merupakan salah satu negara nan diterima lebih awal, ada beberapa negara nan sudah bicara dengan AS, antara lain Vietnam, Jepang, dan Italia," ungkap Airlangga dalam konvensi pers virtual, Jumat kemarin.

Airlangga mengungkapkan sejauh ini sudah mendiskusikan opsi-opsi nan ada mengenai kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS. Dia menekankan, Indonesia mau membangun situasi perdagangan nan berkarakter setara dan berimbang dengan negeri Paman Sam.

Pemerintah tentu enggan andaikan AS mematok tarif super tinggi untuk produk asal Indonesia. Sebagai negosiasi Indonesia memberikan beberapa usulan. Paling utama adalah menawarkan upaya penyeimbangan neraca jual beli dengan AS, Indonesia siap memangkas surplus dengan AS dengan menambah volume impor peralatan dari AS.

Komoditas nan ditawarkan untuk diimpor dari AS ke Indonesia adalah minyak dan gas hingga produk agrikultur macam gandum dan kedelai.

"Pertama Indonesia bakal meningkatkan pembelian daya dari AS, antara lain LPG, crude oil dan gasoline. Indonesia juga beli produk agrikultur dari AS antara lain gandum, soya bean, dan soya bean milk. Indonesia juga bakal meningkatkan pembelian peralatan modal dari AS," beber Airlangga.

Selain itu, Airlangga juga mengatakan Indonesia bakal memfasilitasi perusahaan AS untuk nan selama ini beraksi di dalam negeri untuk berbisnis dengan kondusif dan nyaman. Beberapa perihal mengenai kemudahan perizinan dan insentif bakal diberikan untuk perusahaan AS.

Indonesia juga menawarkan produk mineral kritis kepada AS dan mempermudah izin impor termasuk produk holtikultura dari AS. Investasi antara kedua negara juga bakal didorong dalam skema business to business (B to B).

"Indonesia juga sorong pentingnya perkuatan kerja sama di sektor pengembangan SDM, antara lain untuk sektor pendidikan, science, engineering, matematika dan ekonomi digital, dan kami juga angkat rumor financial services nan condong menguntungkan Amerika Serikat," jelas Airlangga.

Permintaan Indonesia

Airlangga mengungkapkan Indonesia mau penerapan tarif nan lebih kompetitif daripada negara-negara pesaing untuk bisa masuk ke AS. Indonesia meminta komoditas ekspor utama macam garmen, dasar kaki, furnitur, hingga udang diberikan tarif sekecil mungkin untuk masuk pasar AS.

Saat ini produk ekspor utama Indonesia, seperti garmen, dasar kaki, tekstil, furnitur, dan udang menjadi produk nan tarifnya tinggi lebih tinggi dari negara bersaing baik dari ASEAN dan luar ASEAN.

Sebagai contoh, meskipun saat ini tarif tinggi didiskon sementara menjadi 10%, AS tetap menerapkan tarif proteksionis untuk barang-barang tekstil dan garmen sebesar 10-37%, artinya jika diakumulasi komoditas asal Indonesia mempunyai biaya besar untuk masuk ke pasar AS.

"Meski saat ini tarif 10% untuk 90 hari, di tekstil, garmen, ini kan sudah ada tarif 10-37% maka 10% tambahan bisa 10+10 alias 37+10. ini concern kita lantaran ekspor kita biayanya lebih tinggi, lantaran ini di-sharing kepada pembeli dan juga ke Indonesia sebagai pengirim," pungkas Airlangga.

(hal/fdl)

Selengkapnya