Ihsg Kembali Terjun Anjlok Usai Emiten Konglomerat Ini Arb

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, detikai.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup ambruk pada akhir perdagangan sesi pertama Senin (17/3/2025). 

IHSG tercatat turun 0,99% ke 6.450,82. Nilai transaksi mencapai Rp 5,15 triliun nan melibatkan 13,54 miliar saham nan beranjak tangan 662.032 kali. Sebanyak 296 saham menguat, 290 melemah, dan 210 stagnan.

Mayoritas sektor berada di area merah. Hanya konsumer primer, peralatan baku dan daya nan parkir di area hijau. Adapun sektor teknologi ambruk paling dalam ambruk 6,92%.

Hal itu seiring dengan saham DCI Indonesia (DCII) nan kembali menyentuh pemisah auto rejection bawah (ARB) atau ambruk 20% ke level 144.750. Sebagaimana diketahui, saham DCII sebelumnya reli panjang dengan kenaikan harian selalu menyentuh auto reject atas (ARA). Namun, kondisinya langsung berbalik arah setelah saham tersebut keluar dari papan pemantauan khusus.

Saham DCII yang sebelumnya sepanjang tahun melangkah sudah naik lebih nyaris 400%, sekarang penguatannya telah terpangkas menjadi 243%. DCII melonjak tajam sejak 18 Februari 2025, seiring dengan pernyataan Toto Sugiri mengenai rencana stock split saham tersebut.

DCII hari ini menjadi laggard utama IHSG hari ini nan berkontribusi atas penurunan 47,76 indeks poin.

Selain itu, saham perbankan juga tetap menjadi pemberat IHSG. BBCA turun 1,71% menjadi 8.600 dan berkontribusi 8,13 indeks poin terhadap penurunan IHSG.

Pasar finansial Tanah Air tampaknya tetap bakal menghadapi banyak ketidakpastian sepanjang pekan ini, mengingat bakal ada banyak info dan keputusan genting nan rilis baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Data dan keputusan ini bisa menjadi "badai" di pekan ini terutama jika tidak sesuai dengan proyeksi pelaku pasar IHSG, rupiah, dan SBN.

Dari eksternal, pasar juga tetap mengantisipasi pengaruh tarif Trump nan potensi memicu resesi di negeri Paman Sam.

Meski begitu, rebound wall street pada pekan lampau membuka ruang bursa saham RI ikut menguat, meskipun tetap dalam ruang nan terbatas.

Sentimen terbesar pekan ini diperkirakan bakal datang dari keputusan suku bunga. Setidaknya ada delapan bank sentral bumi nan bakal menggelar rapat untuk memutuskan suku bunga. Pada Rabu dan Kamis apalagi bakal terjadi super Wednesday dan Thursday di mana ada tiga bank sentral nan bakal memutuskan suku bunga.

Banyaknya rapat bank sentral ini tentu saja bakal meningkatkan ketidakpastian di tingkat dunia dan nasional. Publik sekarang menunggu apakah BI bakal memangkas suku kembang lagi di tengah besarnya kebutuhan untuk mendongrak pertumbuhan.

Pada Rabu ( 19/3/2025) ada bank sentral Jepang (BoJ), Bank Indonesia, dan The Fed. The Fed bakal diumumkan Rabu waktu AS alias Kamis awal hari waktu Indonesia.

Pada Kamis (20/3/2025), ada bank sentral Brasil, Afrika Selatan, Inggris hingga China. Pada Jumat (21/3/2025) ada bank sentral Rusia.

Berikut beberapa sentimen nan tetap bakal mempengaruhi pasar sepanjang minggu ini :

Pasar Antisipasi Trumpcession

Akhir-akhir ini mulai banyak dibicarakan istilah Trumpcession nan merupakan singkatan dari Trump + Recession. Hal ini seiring dengan proyeksi JP Morgan nan meningkatkan akibat resesi AS menjadi 40%, naik dari proyeksi awal 2025 sebesar 30%.

Merujuk info Polymarket, persentase kenaikan akibat resesi AS ini juga naik drastis dari level 20% menjadi 40% hanya dalam kisaran waktu dua pekan saja.

Prediksi akibat resesi AS

Kekhawatiran resesi itu datang bukan tanpa sebab, ada beberapa perihal nan mempengaruhi itu.

Pertama datang dari proyeksi ekonomi AS pada kuartal pertama tahun ini bakal terkontraksi 2,4% secara kuartalan, menurut model GDP Atlanta Now. Proyeksi itu sudah memperhitungkan pengaruh tarif trump ke China, Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa, di mana empat wilayah itu menyumbang 60% atas ekspor AS.

Kedua, kepercayaan konsumen terus turun. Menurut info nan dihimpun Tradingeconomics, kepercayaan konsumen AS nan dikeluarkan Universitas Michigan pada Maret 2025 terkontrakasi menjadi 57,9 dari bulan sebelumnya 64,7.

Posisi itu menandai tiga bulan penurunan dan terendah sejak November 2022. Seiring dengan itu, nan ketiga ada kekhawatiran soal tingkat pengangguran meningkat dan pembukaan lapangan kerja turun.

Apalagi, Trump melakukan deportasi massal untuk para imigran nan berkesempatan membikin labour shortage, ditambah efisiensi dengan PHK pegawai pemerintahan nan dilakukan Departement Efisiensi di bawah Elon Musk.

Yang keempat ada akibat angsuran macet nan melonjak di AS. Melansir Financial Times, pada akhir tahun lampau mencatat kandas bayar pinjaman kartu angsuran AS mencapai level tertinggi level krisisi 2008.

Retail Sales AS - Menanti Keputusan The Fed

Masih dari negeri Paman Sam, pada pekan ini pasar bakal mengalihkan konsentrasi mengenai info ekonomi lain seperti retail sales dan keputusan nan paling dinanti soal kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).

Sebelumnya, pertumbuhan retail sales AS berada di 4,2% yoy, tetapi shopping konsumen AS mulai menunjukkan pelemahan akibat suku kembang tinggi nan berkepanjangan.

Jika info kali ini lebih lemah dari ekspektasi, ini bisa jadi sinyal bahwa The Fed semakin dekat dengan pemangkasan suku bunga. Sebaliknya, jika nomor retail sales tetap kuat, The Fed mungkin tetap memperkuat di level suku kembang tinggi lebih lama, nan bisa berakibat negatif bagi risk asset seperti saham sampai pasar kripto.

Meski begitu, proyeksi pasar sekarang memandang suku kembang the Fed bakal dipertahankan lagi pada pertemuan pekan ini. Berdasarkan perangkat prediksi CME FedWatch, kesempatan suku kembang tetap memperkuat di level saat ini mencapai 97%.

Manajer portofolio di Globalt Investments Thomas Martin juga mengatakan "Kami mau memandang suku kembang tetap stabil, lantaran kenaikan suku kembang bakal menunjukkan bahwa The Fed kehilangan kendali. Jika The Fed mengumumkan pemangkasan suku kembang tetapi pasar justru bereaksi sebaliknya, itu bisa menjadi indikasi hilangnya kepercayaan," tambah Martin.

Seputar Data China dan Potensi Balasan Tarif

Pada pekan ini, ada sejumlah info dari sang Naga Asia nan juga dinanti pelaku pasar, mulai dari tingkat pengangguran dan penjualan ritelpada hari ini, Senin (17/3/2025), pengumuman soal suku kembang pada Kamis (19/3/2025), sampai rencana jawaban tarif Trump.

Merujuk laman penghimpun info Trading Economics, tingkat pengangguran China adiproyeksi kan tetap berada di 5,1%, sementara penjualan ritel diperkirakan naik jadi 4% dari sebelumnya 3,7%.

Sementara itu untuk suku kembang bakal tetap dipertahankan di level nan sama seperti bulan lalu. Suku kembang angsuran tenor 1 tahun di 3,1% dan tenor 5 tahun di 3,6%.

Lalu, pada 20 Maret mendatang kabarnya China bakal memberlakukan tarif baru pada produk pertanian dan makanan asal Kanada 100% alias senilai lebih dari US$ 2,6 miliar.

Indonesia: Menanti SULNI - Neraca Dagang - RDG BI

Beralih ke dalam negeri, terpantau bakal banyak agenda rilis info juga, mulai dari statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) oleh Bank Indonesia (BI) dan negara perdagangan, pada hari ini, Senin (17/3/2025) sampai penantian suku kembang pada RDG BI pekan ini ialah Rabu (19/3/2025).

Posisi utang luar negeri ini cukup krusial diperhatikan, apalagi setelah pekan lampau Goldman Sach menurunkan rating pada obligasi tenor 10 tahun dan 20 tahun Indonesia dan penerimaan pajak selama dua bulan pertama tahun ini ambruk signifikan.

Beralih ke info berikutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) bakal merilis info neraca perdagangan Indonesia periode Februari 2025 pada Senin (17/3/2025).

Konsensus pasar nan dihimpun detikai.com dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 bakal mencapai US$2,08 miliar dengan median ekspor sebesar 6,81% year on year/yoy dan impor sebesar 1,2% yoy.Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2025 nan mencapai US$3,45 miliar.

Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 58 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Berikutnya, pada tengah pekan ini, Rabu (19/3/2025), Bank Indonesia bakal mengumumkan hasil kebijakan moneter terbaru.

BI diperkirakan tetap mempertahankan suku kembang di 5,75% pada bulan ini. Namun, pelaku pasar bakal mencermati lebih jauh gimana pandangan BI terhadap kondisi ekonomi terkini dan intervensi-nya terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah.

Rebalancing indeks FTSE

Sentimen lainnya datang dari FTSE Russell nan sudah mengumumkan hasil tinjauan semi annual untuk FTSE Global Equity Index Series Asia Pacific.

Hasil rebalancing itu bakal efektif pada penutupan 21 Maret 2025. Dengan demikian, indeks FTSE bakal resmi mengalami perubahan sejak perdagangan 24 Maret 2025.

Patut diantisipasi, pergerakan sejumlah saham nan keluar dari indeks itu lantaran potensi mengguncang pasar saham lebih lanjut. Meskipun tidak setajam penurunan ketika akhir Februari lampau nan bertepatan dengan cut off date rebalancing MSCI jenis Maret.

Sebagai informasi, saham nan dikeluarkan dari kategor large cap dan mid cap ada PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), di kategori small caps ada PT Global Mediacom Tbk (BMTR), sementara nan masuk ada PT Hermina Tbk (HEAL) dan PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN).


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menguat Lebih Dari 2%, IHSG Sentuh Level 6.500

Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran

Selengkapnya