ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka koreksi pada awal perdagangan sesi I Jumat (17/1/2025), meski sentimen pasar terus membaik hingga hari ini.
IHSG dibuka turun tipis 0,03% ke posisi 7.105,35. Selang lima menit setelah dibuka, koreksi IHSG makin membesar ialah turun 0,16% ke 7.096,31. IHSG pun berbalik ke level psikologis 7.000.
Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 867 miliar dengan volume transaksi mencapai 845 juta lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 100.898 kali.
Pergerakan IHSG pada hari ini condong tetap bakal dipengaruhi oleh langkah Bank Indonesia (BI) nan memangkas suku kembang dan inflasi Amerika Serikat (AS) nan condong membaik.
Kebijakan suku kembang nan mengejutkan dari BI membikin imbal hasil (yield) obligasi Indonesia tenor 10 tahun turun setelah sebelumnya mencatatkan posisi tertinggi sejak November 2022 ialah 7,298%
Yield yang mencapai posisi puncak tersebut dikarenakan pasar dipenuhi oleh ketidakpastian, mulai dari geopolitik, kondisi ekonomi dalam negeri nan tidak stabil, hingga jelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS.
Akan tetapi setelah BI memangkas suku bunga, yield turun ke ke posisi 7,163%.
Imbal hasil obligasi 10 tahun mempunyai hubungan negatif terhadap pasar saham. Ketikayieldmelonjak, pasar saham bakal melemah, dan terjadi sebaliknya.
BI menurunkan suku kembang acuannya (BI-Rate) sebesar 25 pedoman poin (bps) menjadi 5,75% pada hari ini. Ini adalah penurunan suku kembang pertama di tahun ini. Sebelumnya, BI memangkas suku kembang sebesar 25 bps pada September tahun lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai denganstanceatau pandangan bank sentral 'prostabilityandprogrowth'. Ini pun sejalan dengan tetap terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika nan ada.
"Nah, waktunya tentu saja, sesuai dinamika nan terjadi di dunia dan internasional, Dan itu terus kami terus ulang-ulang dari bulan ke bulan," kata Perry, dalam paparan hasil RDG BI, Rabu (15/1/2025).
Perry pun mengatakan dinamika nan dipantau BI mencakup dinamika dunia dan dalam negeri. BI, katanya, sudah memperhatikan arah kejelasan kebijakan nan terutama ditempuh pemerintah AS dan Fed Fund Rate.
Perry mengatakan penurunan FFR pada tahun diyakini hanya sebanyak satu kali. Dari arah ini, BI bisa memperkirakan arah pergerakan indeks dolar.
Di lain sisi, laporan akhir Indeks Harga Konsumen (consumer price index/CPI) AS untuk 2024, nan sekaligus menutup pemerintahan Joe Biden dan perjuangannya melawan lonjakan nilai akibat pandemi, menunjukkan bahwa kenaikan harga, selain untuk makanan dan energi, mereda menjadi 3,2% pada bulan Desember dari 3,3% pada bulan sebelumnya.
Meskipun inflasi utama sedikit meningkat, ukuran inti nan disebut "core CPI" dianggap sebagai parameter nan lebih baik dari tekanan nilai nan mendasari.
Dengan laju inflasi di sektor perumahan nan menurun secara signifikan, para ahli ekonomi memperkirakan laporan mendatang tentang Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (personal consumption expenditure/PCE) untuk Desember 2024 bakal melemah, apalagi mungkin turun di bawah sasaran 2% nan ditetapkan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
PCE digunakan sebagai referensi sasaran inflasi oleh bank sentral, dan pejabat The Fed memperkirakan pelambatan nan signifikan dalam beberapa bulan pertama tahun ini.
Pejabat The Fed menyatakan bahwa info nan dirilis pada Rabu menunjukkan inflasi di AS terus mereda, meskipun mereka mencatat adanya ketidakpastian nan meningkat dalam beberapa bulan mendatang lantaran mereka menunggu kebijakan awal dari pemerintahan baru Presiden Trump.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bos BEI: Bursa RI Memiliki Daya Saing Tinggi di Tingkat Global
Next Article Investor Waswas Demo Peringatan Darurat, IHSG Sesi II Dibuka Merah