ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), membujuk seluruh pihak untuk bergotong royong memperkuat ekonomi bangsa di tengah tekanan global, khususnya kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat nan membebani sektor ekspor padat karya dan upaya mini lainnya.
Ibas mengatakan Indonesia kudu aktif memihak kepentingan nasional dengan memperkuat daya saing industri, serta memperbaiki prasarana dan sistem logistik ekspor. Ia juga mendorong sinergi nasional demi menjaga kedaulatan ekonomi dan mencegah ancaman PHK massal.
“Memperkuat sepak terjang ekspor Indonesia di tengah tantangan dunia nan kian kompleks dan penuh ketidakpastian. Ada nan mengatakan, bangsa besar tidak menunggu cuaca cerah. Ia berlayar meski ombak menghadang. Karena layar sudah terkembang, dan arah telah ditetapkan. Indonesia bangkit, ekspor hebat, kedaulatan bermartabat,” ungkap Edhie Baskoro, nan juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, mengawali paparannya dalam aktivitas Forum Diskusi Kebangsaan” dengan topik “Bangkit Lebih Kuat, Ekspor Lebih Hebat: Jalan Indonesia di Tengah Tarif Global” di Kota Bandung, Selasa, 15 Juli 2025.
Wakil rakyat dari Partai Demokrat ini menyoroti arah pergerakan bumi nan justru menjauhi keterbukaan.
“Dunia sedang bergerak, tapi tidak semua menuju keterbukaan. Banyak nan berlindung di kembali tembok tarif, kuota, dan perlindungan khususnya dari negara seperti Amerika Serikat.”
Dalam situasi seperti ini, menurut Edhie Baskoro, Indonesia tidak boleh tinggal diam.
“Indonesia tidak boleh bersikap pasif. Kita kudu aktif, bela kepentingan nasional, lindungi pelaku usaha, dan perkuat daya saing industri dalam negeri agar tetap kompetitif di pasar global,” tegasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini pun menyoroti kebijakan tarif nan diterapkan Amerika Serikat nan sangat membebani ekspor nasional.
“Dengan tarif dasar 10% dan tambahan hingga 32%, tentunya bakal sangat membebani ekspor Indonesia, terutama untuk sektor tekstil, dasar kaki, elektronik, dan kelapa sawit, dan lain-lain,” paparnya.
Renegosiasi Tarif Capai Angka 19%
Namun demikian, EBY memberikan apresiasi unik atas capaian renegosiasi tarif terbaru nan dilakukan pemerintah berbareng Amerika Serikat, di mana sebagian tarif sukses ditekan menjadi 19%.
“Ini merupakan capaian krusial dalam diplomasi ekonomi nan patut diapresiasi. Penurunan dari potensi beban hingga 32% menjadi 19% membuka ruang napas bagi pelaku industri, terutama sektor padat karya dan UMKM nan paling terdampak,” lanjutnya.
Kesepakatan ini diumumkan langsung oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Indonesia berkomitmen untuk membeli daya senilai USD15 miliar dan produk pertanian senilai USD4,5 miliar dari pasar AS, di samping 50 unit pesawat jet Boeing. Tak hanya menyentuh nomor ekspor, tetapi juga memengaruhi fondasi ekonomi nasional.
“Kenaikan tarif AS bisa menakut-nakuti kedaulatan ekonomi, stabilitas sosial, dan kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya para pelaku ekspor padat karya. Bahkan, dalam skenario ekstrem, bisa memicu PHK besar-besaran di Indonesia.”
Oleh lantaran itu, sebagai legislator, EBY datang untuk mendengar dan menerima langsung aspirasi pelaku usaha. “Rekan-rekan butuh kehadiran negara. Solusi bangkit: strategi ekspor Indonesia. Pendek kata, bumi upaya meminta solusi konkret.”
Lebih jauh, dalam menghadapi tekanan dunia ini, wakil rakyat dari Dapil Jatim VII ini mengingatkan bahwa arah perjuangan ekonomi Indonesia kudu kembali kepada nilai-nilai dasar kebangsaan.
“Kita tidak boleh kehilangan arah. Kita kudu kembali pada fondasi kebangsaan kita, ialah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai arah moral dan politik pembangunan ekonomi,” ujarnya.
“Kita wajib memastikan bahwa perdagangan luar negeri tidak melemahkan kemandirian bangsa,” imbuhnya.
Strategi nan Harus Ditempuh
EBY, nan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Kadin, kemudian memaparkan secara perincian beragam strategi nan kudu ditempuh.
“Momentum ini kudu kita manfaatkan untuk memperkuat ekonomi bangsa dan untuk membangun ketahanan ekspor nasional, sehingga kita perlu pikirkan berbareng segala rekomendasi untuk bangsa. Kita sorong terciptanya solusi dalam renegosiasi ulang alias negosiasi bilateral ke AS,” urainya.
Edhie Baskoro lampau menambahkan beragam pengganti sinergi, di antaranya: Diversifikasi geografis melalui percepatan ratifikasi IEU, UAE, Turki, dan Kanada-CEPA. Perkuat ekspor ke Afrika, Amerika Latin, dan Asia Selatan. Diversifikasi produk ekspor, konsentrasi pada hilirisasi mineral, otomotif, elektronik, digital, halal, dan farmasi.
“Skema insentif fiskal untuk produk berbobot tambah ekspor. Perbaikan sistem logistik dan prasarana ekspor, termasuk modernisasi pelabuhan, reformasi ‘dwell time’ dan biaya kontainer. Penguatan sertifikasi dan standarisasi produk, termasuk training teknis dan labelisasi (halal, SNI),” jelasnya.
“Digitalisasi ekspor dan ‘trade platform’ dalam satu ekosistem digital nasional.Penguatan sistem ‘hedging’ dan subsidi kembang ekspor untuk menjaga nilai tukar dan menahan volatilitas pasar. Kurangi 23% biaya logistik dari PDB,” tambahnya.
Edhie Baskoro juga menyambut baik percepatan pembahasan IEU‑CEPA (Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement), sebuah kesempatan strategis baru untuk memperluas akses pasar dan mengurangi ketergantungan terhadap tarif Amerika.
Menutup sambutannya, Ibas menyampaikan optimisme nan kuat.
“Jalan kita tak mulus. Di tengah tantangan dunia ini, saya percaya bangsa Indonesia bisa bangkit lebih kuat. Kita punya semangat gotong royong, daya juang tinggi, dan kekayaan sumber daya luar biasa,” ujarnya.
“Mari kita jaga kekompakan antara pusat dan daerah, pemerintah dan swasta, legislatif dan eksekutif. Karena hanya dengan kerja sama nan kuat, kita bisa menjawab tantangan dunia secara bermartabat. Ekspor kita kudu lebih hebat. Ekonomi kita kudu lebih tangguh,” tambahnya.
Abdul Sobur, Founder Kriya Nusantara, salah satu peserta, menyampaikan aspirasinya. Menurutnya, tarif besar ini pasti memberikan akibat luar biasa pada kami, terutama lapangan kerja, sesuai nan disampaikan Mas Ibas.
“Sejak awal narasi disampaikan, para pembeli kami menahan diri, tidak mengambil keputusan dalam waktu dekat. Ketika pemerintah mendorong kita mencari jalan lain, misal ke Eropa, ada baiknya pemerintah maupun DPR/MPR lebih tajam memandang daya saing sebagai masalah utama, terutama izin nan kudu kita benahi. Kita kudu mempunyai keahlian nan berimbang alias lebih baik dari negara lain, lantaran di upaya kriya bahan kayu dan tenaga kerja kita sangat unggul,” ungkapnya.
Acara ini dihadiri oleh beberapa peserta, di antaranya Florentiana Kurniati (Manajer Ekspor Garmin), Hartantiyani (Manajer Ekspor Manufaktur), Bagus Satrio Wicaksono (Owner Ekspor Tekstil), dan lain sebagainya. Hadir pula Fathi, Anggota FPD DPR RI Komisi XI Dapil Jawa Barat I.
(*)