ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Bali menyoroti para arsitek asing diduga terlarangan nan kian marak di Pulau Bali, memicu keresahan para arsitek Bali nan sudah terdaftar secara resmi.
Ketua IAI Bali, I Wayan Agus Novi Dharmawan mengungkap, jika dilihat di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Bali, saat ini hanya ada empat perusahaan arsitek asing nan mengantongi izin resmi.
Agus Novi menduga arsitek asing selain dari perusahaan nan terdaftar itu bekerja secara terlarangan namalain bodong. Ia menerangkan, IAI mengetahui keberadaan arsitek asing terlarangan lantaran banyak WNA nan menawarkan jasa arsitektur secara terbuka di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tidak pernah mendata resmi (berapa banyak arsitek asing ilegal). Karena, bukan kewenangan kami, dan perizinan ranahnya di Dinas Tenaga Kerja. Kami hanya memandang dari posting posting di media sosial. Bahkan miris sekali jika kita lihat di Google arsitektur Bali, bisa-bisanya nan keluar adalah orang asing," kata Agus Novi, saat dikonfirmasi Selasa (29/4).
Ia menyakini, banyak WNA nan mengaku-ngaku sebagai arsitek dan ketika mereka memasang iklan menggunakan kata-kata nan bombastis seperti 'the best architecture in Bali'.
"Dan itu banyak. Apalagi mereka itu tidak tahu tentang etika praktik arsitektur, jika kita kan tidak boleh nan istilahnya menyanjung diri. Jadi kita di lembar iklan itu tidak boleh bilang kita the best architecture in Bali. Secara etika kan tidak boleh, sedangkan orang-orang itu, dia tidak tahu dan dengan gampangnya dia beriklan the best architecture in Bali. Jadi ketika klik nan keluar adalah mereka," imbuhnya.
Menurutnya praktik WNA menjadi arsitek terlarangan mulai marak pasca pemulihan Pandemi Covid-19 di Bali. Agus Nova menduga ada kemungkinan mereka melakukan secara individu dan ilegal alias tidak mempunyai izin.
"Yang ramai itu kan pasca pemulihan Covid-19. Kalau dulu kan tidak semasif sekarang. Pernah saya lihat iklannya di media sosial semacam legal konsultan alias kepengurusan izin bangunan, ada orang asing nan mengerjakan dan itu sungguh ironis sekali. Orang luar bisa membantu mengurus izin di dalam negeri," ungkapnya.
Agus Novi juga menyampaikan para arsitek asing terlarangan itu menawarkan jasa arsitektur kepada sesama penduduk asing yang ingin mendirikan gedung di Pulau Bali.
"Mereka buat sosmed dan Instagram, itu mereka beriklan dengan bahasanya mereka. Jadi bukan dari bahasa Indonesia tetapi lebih bahasa negaranya. Kayak Rusia begitu dia kan pakai bahasa dia untuk beriklan. Jadi tentunya pasarnya adalah orang-orangnya dia bukan orang di Indonesia," ujarnya.
IAI, kata Agus, belum bisa memastikan negara asal arsitek terlarangan nan banyak melakukan beredar di Bali.
Namun dia kembali menyebut bahwa para arsitek asing terlarangan ini menawarkan jasa arsitektur untuk membikin akomodasi alias penginapan seperti vila nan bisa saja dimiliki oleh orang asing.
"Sementara akomodasi pariwisata itu nan memang sering banyak terlihat itu kan vila. Makanya, dari Pak Dinas Pariwisata sekarang ada statement tamu ramai tapi kok hotel sepi. Mereka tidak hanya ke Indonesia sebagai turis tetapi mereka juga sebagai pengusaha, perihal seperti ini nan kita pertanyakan ke imigrasi, apakah memang betul mereka di sini mempunyai izin alias mereka memang statusnya turis tetapi nyuri-nyuri bekerja sebagai kontraktor alias sebagai apa," ungkapnya.
Agus Novi menaksir pendapatan arsitek asing terlarangan ini sangat banyak lantaran mereka menyasar sesama penduduk asing. Bayaran pun lewat mata duit mereka.
Ia menerangkan, di Indonesia profesi arsitek diatur lewat Undang-undang, Nomor 6, Tahun 2017 tentang Arsitek dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15, Tahun 2021 nan mengatur mengenai arsitek.
Dari patokan itu, hanya orang nan mempunyai surat tanda registrasi arsitek nan bisa disebut sebagai arsitek. Dan untuk penduduk asing bisa melakukan praktik arsitek di Indonesia dengan beberapa persyaratan nan kudu dimiliki.
"Dan tentunya mereka kudu melapor dan meregistrasikan dirinya di Dewan Arsitek Indonesia. Jadi Dewan Arsitek ini adalah badan nan mengeluarkan surat tanda registrasi arsitek Indonesia. Jadi ketika sudah diterbitkan itu boleh sudah disebut arsitek," terangnya.
Menurut Agus Novi, nan menjadi masalah saat ini adalah orang asing nan tidak mengerti arsitek dan tidak mengerti arsitek Bali tapi dia mengaku-ngaku sebagai arsitek dan itu nan sebenarnya menjadi permasalahan.
"Itu kan tidak terdeteksi. Kalau dia memang arsitek di negaranya, di majelis arsitek itu bisa kita kontak betul alias tidak. Tapi ini memang mengaku-ngaku arsitek, ini sangat berbahaya. Karena kemungkinan dia tidak tahu pengetahuan arsitektur," ungkapnya.
Agus Novi menyatakan, pihaknya tidak anti penduduk asing alias tidak membolehkan penduduk asing nan menjadi arsitek. Dia apalagi mengakui perkembangan arsitektur Bali tidak lepas dari pengaruh asing sejak era dulu.
"Kan banyak juga karya-karya di Indonesia itu dikerjakan oleh arsitek dari luar. Karena memang belum mempunyai arsitek nan dianggap bisa pada saat itu. Tetapi, karya-karya arsitek nan dihasilkan pada era itu memang menyesuaikan dengan lingkungan sesuai suasana tropis di Indonesia. Dan di Bali sesuai dengan budaya dan budaya, sesuai dengan prinsip-prinsip arsitektur Bali," jelasnya.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali, Tjokorda Bagus Pemayun menyatakan bakal menindak WNA yang bekerja sebagai arsitek terlarangan di Pulau Bali.
Pemayun mengingatkan ada Peraturan Daerah (Perda), Nomor 5, Tahun 2005 tentang persyaratan arsitektur gedung gedung di Bali.
"Pertama kita sudah mempunyai perda mengenai dengan gimana gedung dan sebagainya. Tentu ini bakal menjadi atensi dari pemerintah Provinsi Bali untuk menindak hal-hal nan begitu," kata Pemayun, di Denpasar, Bali, Selasa.
Pemayun mengaku belum mendapatkan laporan secara langsung soal dugaan marak arsitek terlarangan di Bali. Namun dia memastikan kejadian arsitek asing terlarangan bakal menjadi atensinya ke depan.
"Kalau kami di Dispar laporan ini belum ada. Untuk itu belum ada, kelak menjadi atensi kita," ujarnya.
(kdf/wis)
[Gambas:Video CNN]