ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Gempa bumi luar biasa berkekuatan magnitudo 7,7 nan berpusat di wilayah Sagaing, dekat Kota Mandalay, Myanmar, menyebabkan kerusakan besar. Gempa pada Jumat (29/3/2025) pekan lampau itu pun turut mengguncang wilayah tetangga, Thailand.
Myanmar berada di pemisah pertemuan dua lempeng tektonik dan termasuk salah satu negara dengan aktivitas seismik paling tinggi di dunia. Namun, gempa besar dan merusak relatif jarang terjadi di wilayah Sagaing.
"Batas lempeng antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia membentang dari utara ke selatan dan memotong bagian tengah Myanmar," jelas guru besar sekaligus master gempa dari University College London (UCL), Joanna Faure Walker dilansir laman Reuters, Selasa (1/3/2025).
Ia mengatakan, kedua lempeng tersebut bergerak saling melewati secara mendatar dengan kecepatan berbeda. Pergerakan ini menyebabkan jenis gempa "strike-slip" nan umumnya tidak sekuat gempa di area subduksi seperti di Sumatera, di mana satu lempeng menunjam ke bawah lempeng lainnya. Meski demikian, gempa "strike-slip" tetap bisa mencapai magnitudo antara 7 hingga 8.
Sagaing pernah diguncang beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya pada 2012, gempa magnitudo 6,8 menewaskan sedikitnya 26 orang dan melukai puluhan lainnya.
Namun, gempa pada Jumat disebut sebagai "mungkin nan terbesar" nan mengguncang wilayah daratan Myanmar dalam 75 tahun terakhir, menurut Bill McGuire, master gempa dari UCL.
Foto: Gambar satelit menunjukkan luasnya kerusakan di Myanmar setelah gempa berkekuatan 7,7 SR mengguncang pada Jumat (28/3). (Tangkapan Layar CNN Internasional via Maxar Technologies_
Gambar satelit menunjukkan luasnya kerusakan di Myanmar setelah gempa berkekuatan 7,7 SR mengguncang pada Jumat (28/3). (Tangkapan Layar CNN Internasional via Maxar Technologies_
Peneliti kehormatan di British Geological Survey, Roger Musson mengatakan, kedalaman gempa nan dangkal membikin dampaknya jauh lebih parah. Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), pusat gempa hanya berada pada kedalaman 10 km.
"Ini sangat merusak lantaran terjadi di kedalaman nan dangkal, sehingga gelombang kejutnya tidak sempat melemah saat merambat ke permukaan. Bangunan pun menerima guncangan secara penuh," ujarnya.
Ia juga menambahkan, krusial untuk tidak hanya konsentrasi pada titik episentrum, karena gelombang seismik menyebar dari sepanjang patahan, bukan dari satu titik saja. Program Bahaya Gempa Bumi USGS pada Jumat mencatat, jumlah korban jiwa bisa mencapai 10.000 hingga 100.000 orang, dengan akibat ekonomi nan diperkirakan bisa mencapai 70% dari PDB Myanmar.
Musson menjelaskan, perkiraan tersebut didasarkan pada info gempa masa lalu, serta mempertimbangkan ukuran Myanmar, letak gempa, dan kesiapan infrastrukturnya terhadap bencana. Minimnya kejadian gempa besar di wilayah Sagaing nan dekat dengan kota padat masyarakat seperti Mandalay, menyebabkan prasarana tidak dirancang untuk menahan gempa berkekuatan tinggi. Hal ini berpotensi memperburuk akibat kerusakan.
Menurut Musson, gempa besar terakhir di wilayah tersebut terjadi pada tahun 1956. Besar kemungkinan rumah-rumah tidak dibangun dengan standar tahan gempa saat itu.
"Kebanyakan aktivitas seismik di Myanmar terjadi di bagian barat. Sementara gempa kali ini justru melintasi bagian tengah negara," katanya.
(wur)
Saksikan video di bawah ini: