ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Harga minyak melanjutkan pelemahan pada Selasa (11/3/2025) seiring meningkatnya sentimen risk-off di pasar global. Kekhawatiran bahwa kebijakan tarif impor AS dan langkah-langkah proteksionisme lainnya dapat menghalang pertumbuhan ekonomi terus membebani nilai minyak dan aset berisiko lainnya.
Harga minyak mentah Brent turun ke level US$69,32 per barel pada penutupan perdagangan 11 Maret 2025, setelah sebelumnya melemah 1,5% pada Senin (10/3/2025). Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun ke US$66 per barel, lebih rendah dari sesi sebelumnya di US$66,03.
Minyak mencatatkan penurunan dua hari beruntun, sejalan dengan tindakan jual di pasar saham dan aset berisiko lainnya. Kekhawatiran terhadap akibat tarif impor nan diterapkan AS terhadap China, Kanada, dan Meksiko semakin menekan sentimen pasar. Langkah-langkah ini dikhawatirkan dapat memperlambat perekonomian terbesar di bumi dan menekan permintaan daya global.
Harga Brent nan sebelumnya sempat menyentuh US$70,36 per barel pada 7 Maret 2025 sekarang berada di bawah US$70. WTI juga mengalami tekanan serupa setelah turun dari level US$67,04 per barel pada akhir pekan lalu.
Tekanan terhadap minyak semakin besar setelah OPEC+ tetap pada rencana untuk meningkatkan produksi mulai April, meskipun ada ketidakpastian dalam pasar daya global. Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengisyaratkan bahwa keputusan tersebut bisa dibatalkan jika terjadi ketidakseimbangan pasar.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump kembali menakut-nakuti untuk memperketat hukuman terhadap Rusia jika negara tersebut kandas mencapai kesepakatan tenteram dengan Ukraina. Sementara itu, pemerintah AS tengah mengkaji kemungkinan pelonggaran hukuman terhadap sektor daya Rusia jika kesepakatan tenteram tercapai.
Selain itu, ketegangan antara AS dan Iran terus berlanjut. Trump mengisyaratkan kemauan untuk bermusyawarah dengan Iran mengenai senjata nuklir, tetapi Iran menolak tekanan dari Washington. Kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran juga diperkuat dengan pencabutan pengecualian nan mengizinkan Irak bayar Iran untuk pasokan listriknya.
Dengan kombinasi aspek geopolitik, kebijakan tarif, serta rencana peningkatan produksi OPEC+, nilai minyak tetap berpotensi mengalami volatilitas tinggi dalam beberapa waktu ke depan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rupiah Gagal Menguat di Tengah Pelemahan Indeks Dolar AS
Next Article Geopolitik Masih Panas, Harga Minyak di Atas US$ 70/barel