Dpr Sidak Pasar Kramat Jati, Temukan Minyak Goreng Tak Sesuai Takaran

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

DPR RI | detikai.com

Jumat, 14 Mar 2025 15:18 WIB

Dipimpin Sufmi Dasco Ahmad, DPR melakukan sidak di Pasar Kramat Jati dan menemukan minyak goreng nan tak sesuai takaran dan tanpa label kedaluwarsa. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. (Foto: Arsip DPR RI).

Jakarta, detikai.com --

Jajaran DPR RI melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (14/3) pagi. Dalam sidak nan dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad ini, ditemukan minyak goreng merek lain nan tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa dan takaran nan tidak sesuai standar.

Dalam sidak nan mulai dilakukan pukul 07.51 WIB ini, Dasco ditemani Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini beserta Wakil Ketua Komisi VI seperti Andre Rosiade, Nurdin Halid, Eko Hendro Purnomo, dan Adisatrya Suryo Sulisto.

Mereka meninjau langsung produk minyak goreng nan dijual di pasar tersebut. DPR juga mengambil tiga sampel Minyakita dari beragam produsen untuk mengecek standar ukurannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu nan menjadi sorotan adalah minyak goreng merek Rizki produksi PT Bina Karya Prima. Produk ini tidak mencantumkan kode produksi maupun tanggal kedaluwarsa, serta takaran nan tidak sesuai dengan klaim 800 ml.

"Ini bukan Minyakita, tapi ini nggak boleh," ujar Dasco.

Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka juga menyoroti ketidaksesuaian takaran nan harusnya 800 ml. Tak hanya itu, pada kemasannya juga tidak terdapat kode produksi dan tanda kedaluwarsa.

"Penjualnya bilangnya katanya 800 (ml), tapi nggak," ujar Ketua Komisi VI Anggia.

Selain persoalan takaran dan info produk nan tidak lengkap, nilai minyak Rizki juga lebih mahal dibandingkan Minyakita. Produk tersebut dijual seharga Rp16 ribu per 800 ml, sedangkan Minyakita 1 liter dibanderol Rp15.700 sesuai nilai satuan tertinggi (HET).

Mengenai ini, Dasco menegaskan bahwa minyak goreng nan tidak memenuhi standar kudu ditarik dari pasaran. Ketidaksesuaian takaran dan label info kedaluwarsa hingga kode produksi telah menyalahi patokan dan merugikan masyarakat.

"Harus, kudu ditarik dari pasaran lantaran merugikan masyarakat tentunya. Kalau dia sudah kedaluwarsa, tentunya merugikan kesehatan, berbahaya, dan kemudian dari segi ekonomis harganya sangat mahal dibandingkan nan 1.000 milimeter," ujar Dasco.

(ory/ory)

Selengkapnya