ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Jangan remehkan keahlian finansial perempuan. Di tengah rumor angsuran macet nan menghantui banyak lembaga keuangan, justru pengguna wanita tercatat punya tingkat angsuran macet (NPL) nan rendah. Contohnya seperti nan terjadi di PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Komisaris Utama PNM, Drajad Wibowo, menyatakan akibat angsuran macet atau non-performing loan (NPL) gross pihaknya lebih rendah dari sektor perbankan. Ia menyebut NPL gross sekitar 1% hingga 2%.
Saat ini, terang Drajad, PNM mempunyai 22 juta nasabah, dengan kebanyakan sebanyak 15 juta merupakan perempuan. Ia mengklaim, rendahnya tingkat NPL gross PNM didorong oleh pengguna perempuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nasabah wanita PNM itu NPL-nya banget sangat kecil. Bank mana nan bisa hanya 1-2%. Gross loh ya, bukan net, gross NPL," ungkap Drajad dalam aktivitas Talk Show 30 Tahun Indef di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Drajad menyebut, PNM saat ini konsentrasi menyalurkan pembiayaan untuk pelaku upaya nan mempunyai upaya berkelanjutan. Hal ini dilakukan PNM untuk mendorong pertumbuhan di sektor ekonomi hijau.
Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi hijau tidak dapat ditahan mengingat adanya tantangan perubahan iklim. Di sisi produk, Drajad menyebut minat pasar terhadap peralatan dengan sertifikat hijau alias ramah lingkungan lebih tinggi di pasar internasional.
"Kita lihat ekspornya pulp and paper US$ 2,25 miliar. Jadi naiknya itu nyaris Rp 40 triliun ekspornya gara-gara mendapat label hijau," ungkapnya.
Ekonom senior Indef itu menyebut, produk dari sektor non-hijau condong stagnan di pasar internasional. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, Drajad menyebut perlu adanya re-investasi dari produk nan tidak berkepanjangan ke pengembangan sumber daya manusia.
"Untuk (produk) nan non-renewables, mau nggak mau bakal habis. nan lenyap ini, nilai tambah nan ada kudu kita re-investasikan. Re-investasinya ke mana? Ke salah satu sumber Indonesia nan sering kita lupakan, ialah sumber daya manusia. Kita punya masyarakat nan luar biasa dan sebagian penduduknya sebenarnya adalah pintar-pintar, tapi lantaran kurang pemberdayaan. Ini lagi-lagi nggak omon-omon," imbuhnya.
(fdl/fdl)